Rabu, 18 Desember 2013

Polemik Subsidi Perikanan dan Nasib Nelayan Kecil


Koran Jakarta ,  15 Desember 2013



Masalah subsidi perikanan telah menjadi polemik hebat di tingkat global. Negara-negara maju tak henti-hentinya menuntut dihapuskannya subsidi perikanan dalam berbagai forum. Ada baiknya menepis tuntutan diatas, termasuk dalam forum KTM WTO di Bali. Indonesia jangan sampai terjerumus dalam polemik subsidi perikanan sehingga usaha untu memperbaiki nasib nelayan kecil terganggu. Selama ini definisi tentang nelayan kecil di forum internasional masih bias. Begitupun di dalam negeri juga masih terjadi perbedaan pendapat terkait definisi nelayan kecil. Padahal definisi baku tersebut perlu segera ditentukan karena terkait dengan esensi Peraturan Pemerintah tentang Pembudidaya Kecil dan Nelayan Kecil. Selama ini jumlah subsidi yang diberikan pemerintah untuk usaha perikanan tidak kecil dan pada saat ini negara-negara maju cenderung beranggapan bahwa subsidi perikanan mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat dan menimbulkan dampak serius terhadap cadangan ikan. Saat Deklarasi Paracas di Peru yang merupakan forum menteri kelautan dan perikanan kawasan Asia Pasifik yang tergabung dalam forum Asia Pacific Economie Co-operation (APEC), pemerintah Indonesia memutuskan untuk tetap memberikan subsidi perikanan bagi nelayan berskala kecil meskipun hal tersebut mendapat pertentangan dari negara-negara maju. Akar persoalan subsidi perikanan tidak sama bagi negara maju dengan negara berkembang. Sehingga sulit dicari titik temu. Namun demikian Indonesia juga harus memperhatikan kaidah di dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM) yang terdapat dalam dokumen WTO yang terbit 1999. 

Ada masalah yang terkait dengan pemberian subsidi perikanan yang tidak tepat sasaran. Yang menerima justru bukan nelayan kecil yang sebenarnya, tetapi jatuh kepada cukong besar. Seperti kasus subsidi BBM kepada nelayan yang justru dimangsa oleh pengusaha besar atau para penyelundup. Juga subsidi pengadaan kapal nelayan yang tidak cocok spesifikasinya sehingga kapal tersebut tidak terpakai dan sia-sia padahal sudah menghabiskan anggaran yang sangat besar. Dalam ketentuan ASCM, definisi subsidi perikanan dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu pertama, subsidi yang dilarang karena dapat meningkatkan kapasitas tangkap dan mendistorsi perekonomian negara lain (prohibited subsidies). Kedua, subsidi yang diperbolehkan selama tidak ada negara lain yang dirugikan karena kebijakan itu (actionable subsidies). Dan ketiga subsidi yang tidak termasuk dalam dua kategori tersebut (nonactionable subsidies). Di Indonesia pemerintah menyatakan subsidi kepada pelaku pada sektor ini tidak ada hubungannya dengan kelebihan kapasitas tangkap. Namun demikian, pencurian ikan oleh pihak luar dalam skala besar dan jika dibiarkan begitu saja oleh otoritas keamanan laut Indonesia, maka hal itu bisa dianggap sebagai prohibited subsidies khususnya meningkatkan kapasitas tangkap. Apalagi kapal-kapal pencuri ikan tersebut memakai BBM bersubsidi secara ilegal lalu membanjiri pasar domestik dengan ikan hasil tangkapannya. 

Selama ini dinas Kelautan dan Perikanan di daerah belum inovatif dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang luar biasa besarnya itu belum terkekola dengan baik akibat rintangan teknologi dan infrastruktur. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebaiknya mencakup program relokasi bagi nelayan. Kehidupan nelayan di negeri ini didera sederet persoalan krusial. Berupa serbuan ikan impor dari negara lain yang membanjiri pasar domestik. Juga masalah persediaan BBM untuk melaut. Profesi nelayan kini masih terpuruk karena insentif dan program pemberdayaan nelayan kurang menjangkau secara luas. Para nelayan sering tidak bisa memenuhi biaya operasional. Akibatnya, waktu menganggur nelayan semakin panjang. Program alih profesi bagi nelayan tangkap ke arah budidaya ternyata juga kurang efektif dan justru menyebabkan stagnasi produksi dan semakin tingginya intensitas pencurian ikan oleh pihak asing. Semua itu sebenarnya takkan bertambah parah jika para nelayan tangkap jauh-jauh hari sudah diberdayakan dengan menekankan aspek inovasi teknologi dan insentif BBM untuk melaut. Jika program pemberdayaan nelayan bisa dilakukan secara efektif, target Indonesia menjadi eksportir perikanan terbesar di dunia dengan produksi mencapai 65 juta ton per tahun akan bisa cepat terwujud. Apalagi hal tersebut sangat didukung oleh luas perairan laut yang mencapai 580 juta hektare. 

Sayangnya, fakta berbicara lain. Ada paradoks yang menyesakkan dada. Sebagai negeri maritim, Indonesia harus impor ikan dalam jumlah besar untuk kelangsungan hidup industri perikanan. Impor ikan setiap tahunnya meningkat 35 persen. Tahun 2012, impor ikan sekitar 650.000 ton atau naik dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 450.000 ton. Membanjirnya ikan impor baik yang legal maupun ilegal akibat industri pemindangan dan pengalengan dalam negeri kekurangan bahan baku. Betapa ironisnya ketika kita dihadapkan data dimana dengan luas lautan Indonesia yang sekitar 5,8 juta kilometer persegi, produksi perikanan tangkap baru sekitar 5 juta ton per tahun. Jumlah itu jauh lebih rendah dari negara Tiongkok yang menghasilkan ikan 16 juta ton per tahun meskipun perairannya lebih sempit. Kondisi di atas sulit berubah karena SDM kelautan negeri ini masih terbelit masalah keterbatasan alat tangkap dan kompetensi teknologi tentang kelautan dan perikanan. Langkah Kementerian Perikanan dan Kelautan tentang pengadaan kapal tangkap untuk nelayan banyak yang salah sasaran. Begitu juga pengadaan itu belum ditunjang dengan pembangunan gudang ikan yang memadai. Gudang ikan kapasitas 30 ton atau seukuran kontainer 40 feet saja memerlukan listrik 40 ribu watt. Sementara pasokan listrik sebesar itu masih sulit tersedia di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil. Idealnya, gudang penyimpanan ikan dilengkapi freezer selain cold storage. Mesin freezer akan membekukan ikan hingga minus 40 derajat untuk mempertahankan kualitas ikan dan mencegah berkembang-biaknya bakteri. Proses pembekuan ini mutlak dibutuhkan sebelum ikan dipindahkan ke cold storage dengan suhu minus 18 derajat sambil menunggu untuk dikapalkan lebih lanjut.

 Dinamika budaya dan sosial ekonomi masyarakat nelayan baik yang akan direlokasi maupun yang akan menjadi tujuan relokasi sebaiknya dipahami dengan baik untuk menghindari kemungkinan distorsi dari tujuan relokasi seperti potensi terjadinya konflik. Relokasi nelayan dapat dilakukan dengan prinsip mengefektifkan biaya operasi. Pentingnya kebijakan transformasi nelayan yang bertujuan untuk merubah mata pencaharian nelayan baik secara vertikal, misalnya dari nelayan menjadi pembudidaya ikan, pedagang perikanan atau pengolah ikan. Atau bisa juga dilakukan secara horisontal yaitu mengalihkan profesi nelayan menjadi kegiatan lain di luar sistem perikanan. Kebijakan tersebut merupakan adopsi dari salah satu bentuk pengelolaan sumberdaya perikanan yang ditekankan oleh FAO melalui Code of Conduct for Responsible Fisheries. Yaitu bentuk Regional Fisheries Management Organization. Yang pada prinsipnya kebijakan tersebut menitikberatkan pada kerjasama regional atau level negara dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan lintas batas.

Pahlawan Bersenjata Negosiasi dan Diplomasi


Investor Daily, 9 November 2013

 Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November bisa dijadikan momentum bagi generasi kini untuk mengenal lebih dalam tentang sisi kepribadian dan daya juang para pahlawan bangsa. Kata pahlawan dalam kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua kata yakni Pahla dan Wan. Pahla mengandung makna buah, sedang Wan untuk sebutan orangnya (yang bersangkutan). Pengertian secara luas dari pahlawan (baca: pahlawan nasional) adalah seseorang yang menghasilkan daya upaya atau karya besar untuk kepentingan bangsa dan negara. Juga seorang pejuang gagah berani yang mengorbankan jiwa dan raga untuk kepentingan bangsanya. 

Peringatan Hari Pahlawan tahun ini ditandai dengan acara rutin berupa pemberian gelar pahlawan kepada ahli waris. Peringatan Hari Pahlawan 2013 ini, pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional kepada tiga tokoh yaitu Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wediodiningrat, Lambertus Nicodemus Palar dan TB Simatupang. Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada tiga sosok diatas memberikan pelajaran berharga kepada generasi kini bahwa negeri ini juga memiliki pahlawan yang bersenjata negosiasi dan diplomasi. Sosok Radjiman, Palar dan Simatupang merupakan orang yang sangat piawai dalam bernegosiasi dan berdiplomasi pada era pra kemerdekaan hingga perang kemerdekaan. Mereka memiliki intelektualitas yang hebat, berkepribadian kokoh serta sikap hidup yang sederhana. Sehingga sangat disegani dan dihormati oleh kawan maupun lawan. 

Pentingnya meneladani dan reinventing nilai kepahlawanan dari tiga sosok pahlawan nasional diatas. Hal itu penting mengingat saat ini Indonesia sangat membutuhkan upaya negosiasi dan diplomasi, utamanya untuk urusan perekonomian global yang makin kompleks dan penuh dengan aspek negosiasi. Benturan kepentingan ekonomi antar bangsa membutuhkan sosok yang piawai bernegosiasi dan berdiplomasi, yang setara dengan LN Palar waktu era kemerdekaan dahulu. Dalam perjalanan ke depan negeri ini membutuhkan pahlawan bersenjata negosiasi dan diplomasi ekonomi, khsusunya perdagangan dan investasi guna memenangkan persaingan global dan mengatasi gonjang-ganjing”The Great Disruption” yang kini tengah melanda dunia. 

Dialektika para pahlawan bangsa untuk kemajuan bangsanya juga telah diperlihatkan oleh Dokter KRT Radjiman Wediodiningrat sejak usia belia. Pada usia 20 tahun, Radjiman sudah lulus menjadi dokter dari STOVIA Batavia dengan prestasi tinggi, sehingga langsung diangkat sebagai dokter Gubernemen Belanda. Radjiman adalah tokoh pergerakan Indonesia Merdeka yang berwawasan luas dan memiliki kepribadian yang matang sehingga dipercaya menjadi Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ) dan kemudian menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ). Dalam kiprahnya di BPUPKI maupun PPKI Radjiman merupakan sosok yang piawai dalam bernegosiasi sehingga persiapan kemerdekaan RI bisa lancar dan berbagai macam silang pendapat dan perbedaan visi bisa diatasi. Didalam memimpin BPUPKI, Radjiman pada saat itu bisa dibilang sangat inovatif dan berwibawa dalam memimpin sidang-sidang yang sangat penting bagi terwujudnya NKRI. Terbukti sidang-sidang BPUPKI tidak pernah deadlock dan bisa mengalir jernih seperti sungai-sungai yang bermata air dari Gunung Lawu. Perjuangan panjang Radjiman menuju Indonesia Merdeka pada hakekatnya adalah mewujudkan kemajuan bangsanya ditengah pergaulan bangsa-bangsa di dunia, hingga dirinya menghembuskan nafas terakhir di lereng Gunung Lawu di desa Walikukun Kabupaten Ngawi 20 September 1952. 

Kepiawaian bernegosiasi dan berdiplomasi juga dimiliki oleh LN Palar. Pada 1930, Palar sudah menjadi anggota Sociaal-Democratische Arbeiders Partij (SDAP) dengan pemikirannya yang sangat kritis. Palar menjabat sebagai sekretaris Komisi Kolonial SDAP dan Nederlands Verbond van Vakverenigingen (NVV) mulai Oktober 1933. Dia juga adalah direktur Persbureau Indonesia (Persindo) yang ditugaskan untuk mengirim artikel-artikel tentang sosial demokrast dari Belanda ke pers di Hindia Belanda. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Palar menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia Merdeka secara intens serta menjadi jembatan untuk berkomunikasi dengan pihak di luar negeri. Palar sangat gigih mencari jalan keluar untuk mendesak penyelesaian konflik antara Belanda dan Indonesia tanpa kekerasan. Tetapi pada tanggal 20 Juli 1947 Belanda memulai agresi militer di Indonesia. Sejak itu Palar bergabung dengan tim yang berjuang untuk pengakuan internasional tentang kemerdekaan Indonesia dengan menjadi wakil Indonesia di PBB pada 1947. Posisi ini dijabatnya sampai tahun 1953. Pada masa jabatannya peristiwa-peristiwa penting terjadi, seperti konflik antara Belanda dan Indonesia, pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda, dan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB. Palar juga memiliki peran yang luar biasa dalam penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika, yang mengumpulkan negara-negara di Asia dan Afrika di mana kebanyakan dari negara tersebut baru merdeka. Palar pensiun dari tugas diplomatiknya pada 1968. Setelah berjuang dan melayani bangsanya, Lambertus Nicodemus Palar meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 12 Februari 1980. 

Sosok ketiga penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2013 adalah Tahi Bonar Simatupang atau yang lebih dikenal dengan nama T.B. Simatupang. Dia lahir di Sidikalang, Sumatera Utara, 28 Januari 1920. Simatupang adalah sosok militer yang juga piawai dalam bernegosiasi dan berdiplomasi secara cerdas. Hal itu tergambar dalam buku hasil karyanya yang berjudul “Laporan dari Banaran” yang menceritakan berbagai hal penting tentang perang kemerdekaan. Dia memulai pengabdian setelah menamatkan Koninklije Militaire Academie (KMA), yakni akademi untuk anggota KNIL, di Bandung pada 1942. Pada saat agresi militer Belanda Simatupang bahu membahu dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang saat itu melakukan perang gerilya dengan ditandu melintasi gunung dan rimba. Setelah Jenderal Soedirman wafat, TB Simatupang diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) yang membawahi para kepala staf angkatan. Simatupang yang memiliki tradisi intelektual yang sangat kental itu, dialektika hidup dan perjuangannya banyak terinspirasi oleh tiga Karl, yaitu Carl von Clausewitz, seorang ahli strategi kemiliteran, Karl Marx, seorang flisuf besar dari Prusia dan pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan yang mengarang buku Das Kapital. Dan yang ketiga adalah Karl Barth, teolog Protestan terkemuka abad ke-20. Seluruh kehidupan Simatupang mencerminkan peranan ketiga pemikir besar itu. Setelah melepaskan tugas aktifnya sebagai militer, Simatupang terjun ke pelayanan gereja dan aktif menyumbangkan pemikirannya yang sangat strategis melalui lembaga pendidikan. Pada saat ini dan masa yang akan datang, bangsa Indonesia sangat membutuhkan pahlawan ekonomi dan investasi yang mampu melakukan negosiasi dan diplomasi serta membuat terobosan untuk menciptakan nilai tambah dan kesejahteraan rakyat luas. Untuk itu patut kiranya meneladani dan napak tilas pemikiran dari tiga sosok pahlawan nasional diatas.

Langkah Erick Thohir dan Industri Olahraga


Daily Investor 19 Oktober 2013


 Selain untuk membangun karakter bangsa, kini olahraga sudah menjadi entitas industri dengan nilai tambah sangat signifikan. Langkah pengusaha nasional Erick Thohir yang telah mengakuisisi 70 % saham Inter Milan, klub papan atas Seri A Italia sangat mencengangkan publik. Kini Erick telah resmi memiliki mayoritas kepemilikan Nerazzurri dengan menggelontorkan dana sekitar Rp 5,2 triliun. Langkah Erick semakin meneguhkan pentingnya mengembangkan industri olahraga nasional. Tren global menunjukkan bahwa industri olahraga semakin berpotensi untuk menambah devisa negara. Sayangnya, pengembangan industri olahraga nasional kini sedang stagnan. Belum ada terobosan kebijakan dan inisiatif model bisnis luar biasa terkait dengan industri olahraga di negeri ini. Sudah ada landasan yuridis terkait dengan pengembangan industri olahraga, yakni Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN). Namun, undang-undang tersebut kurang diimplementasikan secara baik dan masih miskin inisiatif dan sepi inovasi. Meskipun akhir-akhir ini ada beberapa klub sepak bola dunia yang tersohor datang ke Indonesia, namun hal itu hanya sekedar angin lalu dan kurang berdampak signifikan bagi industri olahraga nasional. 

Dalam UU SKN dijelaskan bahwa industri olahraga adalah kegiatan bisnis bidang olahraga dalam bentuk produk barang dan atau jasa. Industri olahraga dapat berbentuk prasarana dan sarana yang diproduksi, diperjualbelikan, dan atau disewakan untuk masyarakat. Industri olahraga juga dapat berbentuk jasa penjualan kegiatan cabang olahraga sebagai produk utama yang dikemas secara profesional yang meliputi; kejuaraan nasional dan internasional, pekan olahraga daerah, wilayah, nasional, dan internasional, promosi, eksibisi, dan festival olahraga; atau keagenan, layanan informasi, dan konsultasi keolahragaan. Tak bisa dimungkiri lagi bahwa industri olahraga selain bisa memberikan nilai tambah berarti juga telah memperluas lapangan kerja dan menambah ragam profesi. Sehingga portofolio ketenagakerjaan di suatu negara spektrumnya semakin luas. Sebagai gambaran di Korea Selatan, profesi yang terkait olahraga semakin menjanjikan. Bahkan Institut Sport Science Korea sangat serius dan fokus untuk mengembangkan job description terkait dengan industri keolahragaan seperti event manager, equipment manajer, record data based manager, ticket manager, sport law expert, sport publisher, sport insurance expert, sport nutritions, sport researcher, sponsorship and advertising expert, sport licensing expert, sport goods distributor, dan lain-lain. 

Tiongkok juga merupakan negara yang sangat progresif dalam mengembangkan industri olahraga. Industri olahraga di Tiongkok mulai dikembangkan secara sistemik sejak 1978. Dan terus digenjot setelah negara itu menjadi tuan rumah Olimpiade 2002. Tiongkok membagi industri olahraganya kedalam dua sektor, yakni sport service industry (layanan industri olahraga) dan sport good industry (peralatan industri olahraga). Sejak 2005 industri olahraga di Tiongkok setiap tahunnya menghasilkan devisa rata-rata 30 milyar dolar. Bandingkan dengan perputaran ekonomi dari sektor industri olahraga di Amerika Serikat yang mencapai 154 milyar dolar setiap tahunnya. Keberhasilan Tiongkok dalam melakukan ekspor peralatan olahraga ke Amerika dan Eropa juga patut dicontoh. Nilai ekspor tersebut tumbuh hinggga dua digit selama lima tahun terakhir. Selain itu industri peralatan olahraga Tiongkok mampu melakukan strategi diferensiasi untuk bersaing dengan industri yang sudah memiliki nama besar. Jenis peralatan olahraga yang diekspor dari Tiongkok antara lain peralatan golf, raket, sepatu roda dan skateboard, bola, olahraga musim dingin, perlengkapan olah raga air, perahu karet dan lain-lainnya. Struktur industri peralatan olahraga Tiongkok sekitar 70 % dipasok dari provinsi Guangdong, Zhejiang dan Jiangsu. Pemerintah Tiongkok berupaya keras agar desain dan produk peralatan olahraga seperti raket, bola, dan perlengkapan lain sesuai dengan standar Olimpiade. Entitas industri di negeri itu terus didorong untuk memproduksi peralatan olahraga dengan mempergunakan hasil riset tentang ilmu bahan atau material khusus.

 Meskipun prestasi olahraga belum menggembirakan, namun Indonesia harus segera membenahi industri olahraga nasional karena industri peralatan olahraga dalam negeri utamanya yang tergolong UMKM mulai terpuruk menghadapi serbuan produk murah dari Tiongkok. Untuk memperkuat struktur industri peralatan olahraga domestik dibutuhkan berbagai inovasi teknologi. Struktur industri kecil dan menengah yang selama ini memproduksi peralatan olahraga harus segera dibenahi dengan memberi insentif atau bantuan permodalan, penerapan teknologi dan inisiatif model bisnis yang lebih efektif. Perkembangan industri peralatan olahraga sangat pesat. Searah dengan perubahan dalam ilmu olahraga yang berlangsung secara cepat pula. Selain itu teknologi terus menyempurnakan tingkat kepuasan penonton didalam stadion. Bahkan, stadion Olimpiade di beberapa negara maju telah di rancang dengan teknologi yang memungkinkan penonton melakukan wisata virtual tiga dimensi di dalam stadion secara real time. Dengan menggunakan teknologi Virtools. Produk industri manufaktur penting lainnya terkait dengan industri olahraga adalah rumput buatan untuk stadion olahraga. Produk rumput buatan sangat membantu penyelenggaraan event olahraga. Teknologi rumput buatan dirancang memiliki sifat-sifat fisik seperti aslinya. Bahkan biaya perawatan bisa lebih murah daripada rumput alam. Dan sangat tepat untuk menghadapi jadwal kompetisi olahraga yang sangat padat. Riset tentang rumput buatan terus dilakukan hingga tercapainya standar Olimpiade yang mengharuskan adanya sifat-sifat seperti rumput asli. Produsen rumbut buatan juga harus bisa menunjukkan standardisasi dan berbagai persyaratan uji. Seperti pengujian geser, redaman, energi restitusi, dan sebagainya dengan menggunakan alat khusus untuk mengukur karakteristik di lapangan. 

Kini pemerintah pusat dan daerah di negeri ini sedang berlomba-lomba membangun infrastruktur olahraga yang megah. Sayangnya, pembangunan sarana itu mengandung masalah dan modus korupsi. Juga kurang terkait dengan infrastruktur publik yang lain. Aspek lain yang menyedihkan adalah setelah infrastruktur olahraga selesai dibangun, timbul persoalan utilitas dan biaya operasional yang cukup besar dan tidak sebanding dengan pemasukan. Infrastruktur olahraga yang megah akhirnya menjadi beban rutin pemerintah daerah. Sudah begitu, prosedur penganggarannya juga sarat penyelewengan. Perlu diwujudkan beberapa alternatif pembiayaan infrastruktur olahraga yang lebih efektif dan menguntungkan di negeri ini. Serta lebih terintegrasi dengan entitas industri peralatan olahraga. Alternatif diatas bisa dalam bentuk kerjasama dengan pihak swasta dengan skema joint ventures maupun build operate and transfer (BOT). Kelemahan pembiayaan proyek infrastuktur olahraga di negeri ini adalah minimnya sumber pembiayaan awal yang berasal dari pihak swasta. Melihat pembangunan infrastruktur olahraga yang kini menjadi ajang korupsi, alangkah baiknya kita menengok sejarah dimana pada 1962 bangsa Indonesia mampu menjadi tuan rumah yang baik dalam pesta olahraga terbesar di benua Asia, yakni Asian Games. Selain sukses sebagai tuan rumah dan sukses membangun infrastruktur olahraga, juga sukses dalam hal prestasi. Saat itu Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-dua setelah Jepang.

"Hari Pangan Sedunia dan Masalah Benih"


Koran Jakarta 17 Oktober 2013

Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) yang diperingati setiap tanggal 16 Oktober sebaiknya dijadikan momentum untuk menata produksi pangan nasional dengan berbagai terobosan. Peringatan itu dimulai sejak Food and Agriculture Organization (FAO) menetapkan World Food Day melalui Resolusi PBB No. 1/1979 di Roma Italia. Sejak 1981 disepakati oleh seluruh negara anggota FAO untuk memperingati HPS dengan berbagai aksi nyata terkait dengan masalah pangan. Peringatan HPS di Indonesia tahun ini menekankan pentingnya kepedulian masyarakat terhadap pentingnya penyediaan pangan yang cukup dan bergizi. Disamping itu juga perlunya membentuk ketahanan pangan nasional yang berbasis sumber daya lokal.

Keanekaragaman pangan bisa menjadi katup pengaman terjadinya krisis pangan dunia. Pentingnya produk substitusi pengganti gandum. Produk substitusi itu bisa dihasilkan dari tanaman umbi-umbian yang ragam jenisnya sangat banyak di negeri ini. Hal itu agar negeri ini tidak terus menerus tersandera oleh masalah produk pangan impor. Pada saat ini pangan tradisional menemukan momentum emas sehingga bisa unjuk gigi. Banyak orang merindukan pangan atau makanan tradisional. Kondisi tersebut mestinya dimanfaatkan untuk memperbaiki mutu dan kemasan makanan tradisional sehingga lebih adaptif dengan selera pasar. Selama ini industri makanan tradisional secara nyata telah memperkuat ketahanan pangan nasional serta memberikan kontribusi yang berarti bagi ekonomi kerakyatan.
Makanan tradisional juga mewarnai wisata kuliner yang menjadi pesona berbagai daerah. Sayangnya, produsen makanan tradisional masih sarat dengan masalah. Yang paling menonjol adalah kurangnya insentif dan pembinaan sehingga berakibat rentannya perlindungan konsumen. Perhatian pemerintah daerah terhadap produsen makanan tradisional masih sebatas seremonial dan belum ada insentif yang berkelanjutan. Secara harfiah, pengertian makanan tradisional adalah makanan, minuman, dan bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah. Biasanya makanan tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat lokal dengan bahan-bahan yang juga diperoleh dari sumber lokal. Serta memiliki citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat. Selama ini usaha untuk menerapkan manajemen mutu bagi usaha makanan tradisional belum optimal. Sehingga produk pangan tradisional kerap mengalami penolakan. Sekilas produk tersebut ditolak hanya karena alasan kotor (filthy).

Pentingnya membangkitkan kesadaran akan mutu yang dimulai dari diidentifikasikannya persyaratan konsumen, gagasan konsep produk, bahkan setelah pengiriman pada konsumen. Ringkasnya, kesadaran membangun mutu termasuk pula mendengar harapan konsumen, sehingga terciptanya interaksi dalam sistem manajemen mutu. Dunia mulai dihadang oleh masalah pangan. Sayangnya belum ada kebijakan luar biasa untuk mengantisipasi terjadinya krisis pangan.Mestinya ada terobosan yang esensial, yakni membagikan berbagai macam benih tanaman pangan secara gratis kepada seluruh lapisan rakyat dalam jumlah yang cukup. Terobosan diatas juga untuk mengatasi kesenjangan produktivitas. Dimana produktivitas pertanian di negara maju dengan negara berkembang sangat timpang. Sistem atau pola pertanian yang ada di dunia ini dapat dibagi menjadi dua pola yang berbeda yaitu; pertama, pola pertanian di negara-negara maju yang memiliki tingkat efisiensi tinggi, dengan kapasitas produksi dan rasio output per tenaga kerja yang juga tinggi. Kedua, pola pertanian yang tidak atau kurang berkembang yang terjadi di negara-negara berkembang. Tingkat produktivitasnya sangat rendah sehingga hasil yang diperoleh acapkali tidak dapat memenuhi kebutuhan para petaninya sendiri. Sehingga antara negara maju dan negara berkembang muncul suatu kesenjangan yang disebut sebagai kesenjangan produktivitas. Sejak tahun 2000 kesenjangan produktivitas tersebut berkisar 50 banding 1. Program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi (GP3K) yang selama ini dilakukan pemerintah mestinya menyangkut kebijakan untuk membagikan benih secara gratis kepada masyarakat. Apalagi, dana yang terkumpul dari Program GP3K cukup besar. Dari pihak BUMN saja pada 2011/2012 bersedia mengucurkan hingga Rp 1,5 triliun. Ketersediaan dana tersebut mestinya sebagian bisa dipakai untuk membangun infrastruktur untuk memproduksi benih yang bermutu. Untuk mengatasi krisis pangan, negeri ini jangan terlalu menggantungkan diri kepada megaproyek yang membutuhkan dana yang sangat besar. Seperti halnya rencana untuk mendirikan BUMN Pangan dan membuat food estate. Pembangunan megaproyek tersebut perlu waktu yang cukup lama dan belum tentu sukses. Sementara kebutuhan perut rakyat tidak bisa berhenti menunggu. Apalagi pembangunan megaproyek tersebut tanpa penataan corporate farming yang baik justru akan mengakibatkan kegagalan.

Bangsa Indonesia hendaknya belajar berbagai aspek corporate farming dari negara Brasil yang telah sukses menjadikan negaranya sebagai pengekspor produk pangan terkemuka pada saat ini. Salah satu bukti keberhasilan itu adalah kemampuan Brasil mengekspor kedelai sekitar 40 juta ton setiap tahunnya ke negeri Cina. Teknologi pertanian di Brasil juga masih menjunjung tinggi kearifan organik dan lepas dari ketergantungan pupuk kimia dan obat-obatan pertanian sejenis insektisida. Brasil berhasil melintasi krisis kapitalisme global karena berhasil mewujudkan tatakelola corporate farming sebaik-baiknya. Antara lain menjadikan lembaga koperasi pertanian dinegara itu memiliki peran yang besar. Pemerintah Brasil juga telah membangun infrastruktur pertanian, pengairan, perhubungan dan lain-lain yang bisa menunjang dengan baik apa yang dibutuhkan corporate farming.

Dalam mengantisipasi krisis pangan ada faktor penting yang tidak boleh diabaikan, yakni budaya dan usaha pemuliaan benih tanaman. Sayangnya, budaya dan usaha itu kini semakin tergilas oleh kebijakan impor benih tanaman pangan dari luar negeri. Usaha pemuliaan dan produksi benih mestinya harus digenjot, mengingat banyak lahan kritis dan terbengkalai serta pekarangan rumah rakyat di Pulau Jawa yang belum tergarap secara baik. Pekarangan rakyat mestinya bisa menjadi lumbung pangan yang luar biasa jika kondisinya berkecukupan benih. Masalahnya tinggal bagaimana pemerintah menyediakan benih unggul dan mendorong budaya pemuliaan benih. Sebagai negara agraris seharusnya Indonesia memiliki kemajuan dalam rekayasa perbenihan. Kemajuan itu ditandai dengan kemampuan pemerintah menyediakan secara gratis benih unggul apa saja kepada rakyat luas. Atau setidak-tidaknya dengan harga yang murah. Dengan langkah itu maka program ketahanan pangan keluarga akan terwujud. Sayangnya hingga kini masalah benih belum menjadi prioritas utama. Buktinya, hingga kini Indonesia masih sangat tergantung pada impor benih, seperti misalnya padi hibrida dari Cina. Sudah waktunya Pemerintah Daerah menggalakkan program optimalisasi atau pemanfaatan lahan pekarangan untuk meningkatkan gizi serta memperkuat ketahanan pangan keluarga. Masih banyak pekarangan rumah rakyat yang dibiarkan kosong melompong karena kesulitan mendapatkan benih tanaman pangan. Dengan tersedianya aneka benih yang dibagikan secara gratis kepada rakyat maka setiap jengkal pekarangan rakyat akan menjadi produktif.


 Pentingnya menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa perkara pemuliaan benih sebenarnya bukan hanya urusan lembaga riset pemerintah atau perguruan tinggi saja, masyarakat harus pula dilibatkan secara aktif. Tata kelola dan program pemuliaan benih hingga saat ini masih memprihatinkan. Akibatnya ketersediaan benih unggul tanaman secara nasional maupun daerah sering kedodoran pada musim tanam. Kondisinya semakin runyam karena kini banyak balai benih milik pemerintah yang tidak berfungsi secara normal karena salah urus. Mestinya beberapa balai benih yang tersebar di beberapa daerah seperti Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura milik daerah bisa menjadi solusi pengadaan benih unggul. Hasil pemuliaannya bisa disebarkan kepada masyarakat. Namun kenyataannya balai semacam itu kini kondisinya kurang produktif. Mestinya ada insentif dan injeksi permodalan untuk investasi di industri perbenihan. Seperti di negara Brasil yang mana dari hulu hingga hilir industri benih diberi insentif yang cukup besar secara kontinu. Apalagi kemajuan teknologi pemuliaan benih dengan teknologi transgenik pada saat ini perkembangannya sangat pesat. Sementara usaha benih secara konvensional berjalan lambat akibat biaya produksi yang cukup tinggi.

Menata Sistem Transportasi Publik Pasca Kenaikan BBM


Daily Investor 4 Juli 2013


       Diperlukan antisipasi dan skenario untuk mengarahkan perpindahan moda agar lebih efektif bagi sistem transportasi setelah kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal tersebut sekaligus juga sebagai momentum untuk mengembangkan sistem transportasi masal atau MRT di berbagai daerah. Efek kenaikan BBM bersubsidi bagi prosentase penggunaan kendaraan pribadi, sepeda motor dan angkutan umum bisa berimplikasi negatif. Pola yang terjadi antara lain perpindahan mobil pribadi ke sepeda motor dan mobil pribadi ke angkutan umum. Presentase pola perpindahan diatas bisa sangat bervariasi tergantung sejauh mana pemerintah pusat dan daerah mampu memberikan insentif dan program revitalisasi angkutan masal.
       Dalam domain sistem transportasi yang ideal, tentunya perpindahan yang diharapkan adalah dari mobil pribadi ke angkutan umum dengan jumlah yang signifikan. Pentingnya langkah segera untuk mencegah perpindahan ke pengguna sepeda motor secara berlebihan. Kondisi meledaknya populasi sepeda motor di jalanan tentunya tidak menggembirakan karena berakibat aspek keselamatan dan ketertiban lalu-lintas menjadi menurun. Oleh karena itu pelayanan angkutan umum perlu segera dilakukan dengan menyempurnakan pelayanan Sistem Transit dan Bus Rapid Transit (BRT) yang sudah dikembangkan di Pulau Jawa dan Bali.   Meskipun belum sepenuhnya berjalan dengan baik, sistem transit secara pasti bersiap menuju kondisi pelayanan BRT yang optimal. Hal ini sesuai dengan amanah pasal 158 ayat 1 UU 22/2009 bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan angkutan massal berbasis jalan.
       Untuk mewujudkan skenario perpindahan moda yang ideal bagi berbagai aspek kehidupan rakyat adalah meningkatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk transportasi perkotaan dalam konteks sistem transit. Dengan demikian bisa ditambah volume dan diimplementasikan secara progresif sistem transit menuju BRT. Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional sebagaimana tercantum dalam Keputusan Presiden tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun berjalan. Pasal 162 UU No. 32/2004 10 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi antara lain penetapan di bidang transportasi.
       Sistem Transit adalah bagian dari angkutan umum masal perkotaan, sebagai tahapan transisi menuju BRT. Sistem transit adalah tahapan antara bagi terbentuknya BRT. Sistem tersebut masih memiliki keterbatasan beberapa hal antara lain belum menggunakan lajur khusus. Kapasitas angkut massal tetapi headway masih cukup lama karena belum terintegrasi dengan feeder angkutan umum lain. Selain itu trayeknya masih banyak yang berhimpit dengan trayek angkutan umum yang lama. Ada 13 kota yang sudah mengoperasikan sistem transit. Yakni Batam Bus Pilot Project, Bogor Trans Pakuan, Yogyakarta Trans, Semarang Trans, Pekanbaru Trans Metro, Bandung Trans Metro, Manado Trans Kawanua, Gorontalo Trans Hulontalangi, Palembang Trans Musi, Batik Solo Trans, Sarbagita Bali, Trans Amboina dan Trans Tangerang. Hingga kini yang dikategorikan sebagai BRT baru di kota Jakarta yakni Trans Jakarta. Meskipun BRT di ibukota itu belum mencapai standar Full-BRT. Namun begitu Trans Jakarta harus segera dipacu perkembangannya ke segala penjuru wilayah Jabodetabek. 
     Kenaikan harga BBM bersubsidi dan nantinya akan disusul oleh pembatasan konsumsi BBM diharapkan akan mendorong terjadinya perpindahan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum, dengan syarat pelayanan angkutan massal dikembangkan sesuai SPM (standar pelayanan minimum). Momentum kenaikan harga BBM subsidi selain digunakan untuk mengakselerasi sistem transit dan BRT juga perlunya memberikan insentif kepada usaha angkutan lain yang masih eksis sehingga usahanya bisa sehat. Seperti perusahaan bus antarkota antarprovinsi (AKAP) dan antarkota dalam provinsi (AKDP). Namun begitu, diiperlukan kehati-hatian dalam memberikan insentif kepada pengusaha angkutan umum. Pasalnya jangan sampai insentif tersebut salah sasaran dan hanya menguntungkan pihak pengusaha. Pengalaman menunjukkan bahwa insentif yang pernah ada tidak efektif dan tidak dirasakan oleh rakyat luas. Para pengusaha angkutan tetap saja menaikkan tarif seenaknya sendiri. pemberian kompensasi oleh pemerintah sebaiknya diarahkan pada biaya-biaya operasional yang dianggap cukup memberatkan para pengusaha angkutan umum, seperti biaya pajak BPKB, biaya uji KIR, biaya retribusi di terminal, dan BBM. Juga perlu jenis insentif untuk konversi bahan bakar ke gas. Jenis insentif ini pernah direncanakan yakni senilai Rp 15 juta per satu unit angkutan umum. Diberikan dalam bentuk perangkat tabung gas yang dipasang pada setiap kendaraan angkutan uunum yang siap bermigrasi.  
       Selain itu untuk mengurangi dampak kenaikan harga BBM subsidi perlu insentif fiskal tentang pembebasan bea masuk atas impor beberapa jenis suku cadang untuk angkutan umum. Juga tentang keringanan bea masuk atas impor chassis bus dengan mesin terpasang untuk pembuatan bus angkutan umum dan completely knock down (CKD) untuk pembuatan kendaraan angkutan komersial. Begitupula tentang keringanan bea masuk atas impor bus dalam bentuk completely built up (CBU) untuk keperluan angkutan umum. Suku cadang kendaraan bermotor seperti ban dan komponen yang cepat aus (clutch, timing belt dan bearing roda) memberikan kontribusi cukup besar dalam biaya operasional kendaraan angkutan umum. Dari struktur biaya operasi angkutan umum menunjukkan bahwa biaya sukucadang, pelumas dan ban memberikan kontribusi sekitar 25 % dari biaya operasi. Sedangkan kontribusi bahan bakar minyak mencapai 21 % dari biaya operasi. 
       Kenaikan harga BBM subsidi dan akan dilanjutkan dengan mekanisme pembatasan jangan sampai menimbulkan kelangkaan solar seperti yang pernah terjadi baru-baru ini. Kelangkaan solar baru saja memukul usaha angkutan bus yang selama ini telah mengalami tekanan berat. Pembatasan konsumsi solar bagi usaha bus sebaiknya disertai dengan penataan kembali route dan sistem terminal yang kondisinya pada saat ini menjadi amburadul. Terminal resmi telah terpinggirkan oleh terminal bayangan dan pangkalan bus elite. Penataan diatas idealnya melalui pembangunan terminal terpadu. Hal ini diharapkan bisa mewujudkan integrasi yang baik antar moda. Sehingga dengan adanya penataan terminal dan route, maka kuota BBM untuk transportasi umum bisa direncanakan secara tepat dan tidak disalahgunakan.
        Peta konsumsi solar untuk angkutan bus selama ini amburadul. Selain itu penggunaan solar oleh bus juga masih boros akibat tata kelola trayek yang ruwet dan belum digunakannya teknologi bus yang bisa menghemat BBM secara signifikan. Pentingnya terminal terpadu yang bisa mengintegrasikan moda transportasi satu dengan moda yang lainnya. Infrastruktur itu bisa mewujudkan perencanaan dan penerapan konsumsi BBM lebih terkontrol dan teratur. Pembangunan terminal terpadu harus berdasarkan proyeksi penumpang yang valid hingga beberapa tahun kedepan. Selain itu terminal terpadu sebaiknya juga terkait dengan moda kereta api. Prinsip terminal terpadu adalah mengintegrasikan moda transportasi satu dengan moda transportasi yang lainnya. Pembangunan terminal terpadu terkendala oleh ekspansi usaha angkutan travel yang melayani penumpang dari titik pemberangkatan di pusat-pusat bisnis. Hal itu telah melemahkan usaha angkutan bus akhir akhir ini. 

Kamis, 28 Maret 2013

Administrasi Keamanan Pangan


Dimuat : KORAN JAKARTA | 15 Maret 2013
Oleh : Harjoko Sangganagara *)
SERBUAN produk pangan impor semakin gencar. Beberapa negara seperti Tiongkok, Jepang, India dan Korea Selatan telah mengalihkan tujuan ekspornya dari Eropa ke tempat lainnya termasuk Indonesia. Kondisinya akan semakin fatal karena produk diatas masuk secara ilegal dan pemerintah kurang berdaya memberantasnya.
Celakanya lagi produk pangan impor baik yang masuk secara legal dan ilegal kurang sesuai dengan aspek keamanan pangan. Menurut UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar keamanan pangan dan mutu pangan. Pemenuhan standar keamanan pangan dan mutu pangan dilakukan melalui penerapan sistem jaminan keamanan pangan dan mutu pangan. Ketentuan diatas sering kali dilanggar karena lemahnya lembaga yang berkompeten. Dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dalam kondisi negeri ini yang tengah dikepung dan dibanjiri oleh produk pangan atau makanan impor, dibutuhkan infrastruktur sistem informasi yang bisa digunakan BPOM secara efektif. Terutama untuk mengatasi rekam jejak suatu produk pangan. Pada saat ini produk pangan yang ilegal dari luar negeri juga sudah merambah hingga pasar-pasar tradisional. Sehingga meminggirkan produk lokal dan bisa membahayakan kesehatan masyarakat luas. Kondisi pasar domestik sangat rentan terhadap produk pangan ilegal. Personel yang bertugas untuk mengawasi barang yang beredar di pasar domestik juga kurang efektif karena terbatasnya infrastruktur dan peralatan. Kondisinya semakin runyam karena otoritas kepabeanan dan keamanan juga kurang mampu mengawasi pelabuhan dan kawasan yang rawan penyelundupan. Jangan heran jika bahan pangan dalam bentuk curah, seperti produk permen atau gula-gula, biskuit, sarden, buah-buahan, obat-obatan, dan-lain lain begitu leluasa membanjiri pasar domestik. Akibatnya sangat mengerikan, karena menghancurkan produk pangan dalam negeri sekaligus menutup lapangan kerja. Begitupula dengan industri dan UMKM yang bergerak di sektor makanan dan minuman juga mengalami kebangkrutan.
Belum ada totalitas dari pemerintah untuk melaksanakan sejumlah aturan yang terkait dengan persyaratan suatu produk impor yang masuk ke pasar lokal pada era perdagangan bebas. Disisi yang lain pemerintah pusat dan daerah juga belum optimal dalam meningkatkan produk pangan domestik sehingga bisa bersaing dan menembus pasar dunia. Selain itu sudah saatnya pemerintah melindungi dan memberikan insentif kepada usaha pangan tradisional. Antara lain dengan cara memperbaiki mutu, volume produksi dan kemasan sehingga lebih kompetitif dipasaran.
Masalah mutu, standardisasi, labelisasi dan pengawasan produk pangan hingga saat ini belum tertangani secara baik. Masalah diatas semakin hari semakin terkooptasi oleh praktik bisnis yang culas. Kondisinya semakin runyam karena kinerja BPOM belum bisa dibanggakan. Lembaga ini belum mampu menjalankan misinya dengan baik, yakni melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Untuk mengakselerasikan misi tersebut dibutuhkan kelembagaan yang kokoh dan prasarana yang memadai. Rakyat berharap agar kinerja BPOM bisa andal dalam mengatasi masalah produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya.Terutama untuk kasus yang kemungkinan terjadi dalam skala luas dan berlangsung cepat.
Kita semua masih prihatin, melihat langkah pemerintah yang masih setengah hati dalam melindungi konsumen. Belum ada totalitas dari pemerintah untuk melaksanakan sejumlah aturan yang terkait dengan persyaratan suatu produk impor yang masuk ke pasar lokal pada era perdagangan bebas. Disisi yang lain pemerintah pusat dan daerah juga belum optimal dalam meningkatkan produk pangan domestik sehingga bisa bersaing dan menembus pasar dunia. Para pengusaha pangan lokal masih terkendala oleh faktor hegienis, kandungan gizi dan pengemasan.
Tidak berlebihan jika sekarang ini ada yang menyebutnya jaman edan yang sarat dengan kepalsuan produk. Sungguh mengerikan, produk obat-obatan, kosmetik, hingga telur tidak lepas dari modus pemalsuan. Bahkan, produk telur palsu kini telah menjadi industri berskala besar. Seperti terjadi di Tiongkok beberapa waktu yang lalu, dimana produk industri telur palsu yang mengandung melamin dengan mata telanjang sulit dibedakan dengan telur yang asli. Seseorang yang mengkonsumsi telur palsu bisa terkena penyakit fisik dan mental yang sangat fatal.
Hingga saat ini para pelaku usaha produk makanan dan minuman impor di negeri ini seringkali tidak memiliki sertifikat analisa dan sertifikat mengenai kesehatan dari produk-produk yang diimpor. Atau jika memiliki, ada yang didapat dengan cara yang tidak fair. Padahal, kedua sertifikat itu merupakan persyaratan mutlak produk makanan dan minuman impor agar produk-produk itu dapat dipasarkan. Selain itu prosedur registrasi produk yang memerlukan sertifikat analisa produk dan sertifikat kesehatan juga sering diabaikan oleh pengusaha. Masalah sertifikasi produk pangan belum ditangani secara serius. Kinerja BPOM pusat dan daerah harus terus ditingkatkan.
Sudah saatnya eksistensi BPOM ditingkatkan hingga kemampuannya setara dengan FDA ( Food and Drug Administraion ) dari Amerika Serikat. Selama ini bermacam fasilitas laboratorium dan SDM dari FDA mampu menangani secara detail semua produk pangan. Langkah dan strategi yang dilakukan oleh FDA antara lain. Pertama, membuat prosedur registrasi bagi industri pangan. Seluruh fasilitas industri atau perusahaan pangan yang memproses, mengemas atau menyimpan pangan untuk konsumsi di Amerika Serikat harus diregistrasi oleh FDA. Registrasi tersebut terdiri dari penyediaan informasi mencakup nama perusahaan, alamat dan faktor lain yang terkait. Kedua, ketentuan tentang pembuatan rekam jejak produk. Setiap industri yang melakukan pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan bahan pangan diharuskan membuat dan memelihara rekam jejak produk yang terus diperbarui. Hal itu penting untuk menentukan identifkasi sumber pangan secara cepat dari mana asal-usulnya. Ketiga, tentang notifikasi sebelum pengapalan bahan pangan impor. Notifikasi harus mencakup gambaran detail bahan pangan impor, perusahaan dan kapal pembawa bahan pangan impor,negara asal bahan pangan impor, serta negara dimana bahan pangan impor tersebut dikapalkan. Keempat, tentang kewenangan dari FDA untuk menahan secara administratif terhadap bahan pangan yang bisa menjadi ancaman bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lain.
Pasar produk pangan global semakin sarat dengan masalah keamanan. Bahkan di negera-negara maju yang notabene pengawasannya lebih baik juga mengalami masalah pengawasan pangan. Seperti kasus yang menghebohkan baru-baru ini di Eropa. Dimana daging kuda yang dalam etiket dinyatakan sebagai daging sapi, beredar sebagai makanan beku siap saji yang dijual secara luas di supermarket Irlandia dan Inggris. Selain itu juga kasus jutaan telur diberi etiket yang salah sebagai telur organik. Padahal telur tersebut bukan produk organik. Sekedar catatan, telur yang diproduksi di Uni Eropa harus diberi kode produksi. Yakni, kode 3 berarti telur dari ayam ternak di kandang, kode 2 telur yang diproduksi di peternakan tertutup, kode 1 untuk telur yang berasal dari ternak ayam kampung dan kode 0 untuk telur organik atau Bio Eier. Ketentuan tentang produk telur sangat ketat hingga adanya pengawasan tentang jenis makanan, cara berternak ayam dan tingkat kepadatan ayam dalam kandang.
Semua itu untuk menentukan apakah telur yang diproduksi memenuhi kriteria ekologis. Sebab jika tidak memenuhi kriteria bisa berakibat fatal. Seperti kasus ditemukannya bahan beracun dioxin pada makanan ternak di Jerman baru-baru ini yang sangat menggemparkan. Akibat kasus diatas, ribuan usaha peternakan ditutup, ratusan ribu telur ditarik kembali dari pasaran dan ribuan ayam dimusnahkan. Racun berbahaya dioksin ditemukan pada makanan ternak yang dijual ke ribuan peternakan di berbagai negara bagian di Jerman. Dioxin adalah bentuk senyawa kimia dengan banyak variasi, tapi tingkat kadar racunnya berbeda. Dampak jangka panjang dioxin antara lain gangguan pada sistem imunitas, penyakit kulit parah, gangguan pernafasan, penyakit amandel dan gangguan pencernaan. Kasus dioxin di Jerman merupakan pelajar mahal terkait dengan kompleksitas pengawasannya, terutama dalam produksi makanan ternak dan pemasok bahan makanan ternak. Kompleksitas pengawasan karena menyangkut keseluruhan sistem pada produksi industri pertanian yang sangat luas.
Keamanan produk pangan adalah masalah yang sangat serius sehingga pemerintah tidak boleh bertindak setengah hati. Keseriusan negara lain harus menjadi catatan penting kita. Seperti halnya langkah Amerika Serikat yang memberlakukan Undang-Undang Bioterorisme untuk menjerat pelaku yang terkait produk pangan ilegal. Sudah saatnya membenahi secara total sistem pengawasan produk pangan yang dilakukan oleh BPOM dan lembaga lain yang terkait. Dibutuhkan langkah yang konsisten dan tegas terkait registrasi pabrik produk pangan baik yang dimiliki oleh pengusaha dalam negeri maupun asing. Registrasi harus komprehensif sehingga bisa mencakup ketentuan tentang rekam jejak produk. Rekam jejak itu mencakup aspek pengolahan, pengemasan, transportasi, distribusi, dan pengapalan.
*) Dosen STIA Bagasasi Bandung, Doktor Administrasi Pendidikan UPI Bandung

Belajar "Hidden Champions" dari Jerman


Dimuat di Daily Investor|  6   Maret 2013
Oleh : Harjoko Sangganagara *)

Kunjungan kerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Republik Federal Jerman diharapkan bisa segera menghasilkan manfaat konkrit bagi rakyat. Agenda kunjungan ke Jerman itu jangan hanya berwacana ria dengan para CEO perusahaan besar disana. Ada aspek penting yang tidak boleh diabaikan terkait dengan kemajuan dan kemakmuran bangsa Jerman. Aspek penting itu adalah tentang perekonomian Jerman yang pertumbuhannya justru ditopang oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Mestinya, Presiden SBY menjadikan UMKM sebagai agenda utama kunjungan tersebut serta mengajak pelaku UMKM negeri ini ikut dalam rombongannya. Dengan demikian rombongan Presiden RI itu tidak didominasi oleh kalangan konglomerat dan pejabat pemerintahan.

Kontribusi luar biasa dari UMKM Jerman terhadap ekonomi negaranya telah dikaji oleh Profesor Hermann Simon. Dia adalah pemikir manajemen yang sangat berpengaruh setelah Peter Drucker. Pernah menjabat kepala European Marketing Academy (EMAC). Selain itu dia juga menjadi dosen tamu di berbagai universitas terkemuka seperti Harvard Business School, London Business School, Universitas Keio di Tokyo dan Massachusetts Institutes of Technology. Prof Hermann menyebut UMKM di Jerman sebagai hidden champions atau juara tersembunyi yang mampu mendongkrak perekonomi suatu bangsa secara signifikan. 

Hidden champions adalah jawaban mengapa Jerman selama bertahun-tahun mampu menjadi negara pengekspor terbesar di dunia. Ternyata eksportir Jerman tidak hanya oleh perusahaan besar seperti Volkswagen atau Siemens. Tetapi juga dilakukan oleh ribuan UMKM. Patut dicatat, setengah dari UMKM yang unggul di dunia adalah berasal dari Jerman. Data demografi menunjukkan bahwa ada 20 UMKM per-seribu penduduk di Jerman. Itulah mengapa Jerman memiliki tingkat pengangguran pemuda yang rendah dibawah rata-rata negara maju di dunia yang mencapai sekitar 8 %. Apalagi kondisi Eropa masih dalam bayangan krisis. Sehingga di Spanyol dan Yunani yang terkini, satu dari tiga orang pemuda di bawah usia 25 adalah pengangguran. 

Data menunjukkan bahwa UMKM menyumbang 40 % dari total jumlah penerimaan negara Jerman. Juga berkontribusi 71 % lapangan kerja dan 83 % lapangan pendidikan di Jerman. Selama ini UMKM telah menawarkan beragam jenis lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuan dan talenta seseorang. Oleh sebab itu pemerintah Jerman dari waktu ke waktu menempuh kebijakan pasar kerja yang memperkuat posisi UMKM.
Satu dekade terakhir ini entitas UMKM Jerman sangat agresif dalam merebut peluang globalisasi.Menurut survei KfW, 67 % produk UMKM diekspor ke pasar internasional. Selain itu para UMKM Jerman juga gigih menghilangkan biaya perantara dengan mengimpor barang dan bahan baku secara langsung.

Keuletan dan daya inovasi UMKM di Jerman membuat negeri itu sangat kompetitif. Terbukti Jerman tetap konsisten menduduki 10 besar dalam Indeks Daya Saing Global. Hal itu terbukti dengan arus masuk investasi asing langsung meningkat 45 % pada 2012. Menurut Klaus Abberger, ekonom senior di Institut Ifo untuk Riset Ekonomi di Munich Kekuatan ekonomi Jerman kini terletak di UMKM sektor manufaktur. Ada banyak cluster di bidang manufaktur dengan produk berkualitas tinggi dan jaringan internasional.

Ada tren bagi UMKM Jerman yang semakin getol mencari mitra di Indonesia. Tren tersebut difasilitasi oleh Badan Kerjasama Internasional Jerman (GIZ). Salah satu contoh bentuk kemitraan adalah dengan pemerintah daerah provinsi Jawa Tengah dalam mengembangkan ekonomi lokal. Salah satu agenda konkrit adalah pendirian klaster industri rotan di Gatak, Sukoharjo yang digagas bersama antara GIZ, Bank Indonesia dan Pemprov Jateng.
Pengembangan UMKM di Jerman pada awalnya terfokus pada pelatihan praktis bagi pemuda dan adanya skema pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Rekonstruksi Jerman (KfW). Bank pemerintah ini memiliki suatu cabang yang memfokuskan diri sepenuhnya pada pendanaan UMKM.

Ditinjau dari aspek ketenagakerjaan UMKM di Jerman menyerap sekitar 79 % dari total angkatan kerja. Jerman memiliki model ketenagakerjaan yang cukup ideal sehingga menjadi contoh banyak negara. Model pelatihan untuk menyiapkan tenaga kerja ahli untuk memperkuat model bisnis UMKM terus dipacu. 

Kemampuan UMKM Jerman untuk memperluas lapangan kerja menyebabkan negeri itu membutuhkan sekitar 200.000 tenaga kerja berkualifikasi dari luar negeri setiap tahunnya. Menteri Tenaga Kerja Jerman Ursula von der Leyen sempat mengeluh bahwa posisi lowongan diatas ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama hingga terisi. Sehingga bisa mengganggu produktifitas. Menurut data statistik, untuk sebuah lowongan diperlukan 72 hari. Bidang pekerjaan yang paling dicari adalah ahli teknik, dokter dan perawat orang-orang lanjut usia.

Kebijakan untuk mengundang pekerja asing ke Jerman ditempuh dengan cara pengakuan ijazah asing di bidang pekerjaan tertentu. Juga dengan adanya undang-undang yang memberikan insentif kepada tenaga kerja asing berkualifikasi dari negara-negara non Uni Eropa dalam bentuk kebijakan Blue Card yang mempermudah ijin tinggal dan sebagainya. Kebijakan diatas merupakan jawaban terhadap masalah demografi dan ketenagakerjaan. Yang mana ada ancaman menurunnya jumlah penduduk sampai tahun 2030 menjadi sekitar 77 juta. Dan sampai tahun 2060 menjadi 65 juta, sehingga dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi dan memperumit pembiayaan jaminan sosial. Jika program ketenagakerjaan di Jerman bermasalah, maka negeri ini pada tahun 2030 diprediksi akan kekurangan 6 juta tenaga kerja. Hal itu akan mengancam pertumbuhan ekonomi dan dinamika inovasi dimasa mendatang.
*) Dosen STIA Bagasasi Bandung, Doktor Administrasi Pendidikan UPI Bandung

Senin, 25 Februari 2013

Totalitas Kerja Birokrasi Ibukota

Daily Investor| 20 Februari 2013

          
        Perombakan pejabat Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan oleh Gubernur Joko Widodo ( Jokowi ) disambut positif oleh publik. Meskipun ada resistensi dari sementara pihak, perombakan itu sebaiknya terus dilakukan demi terwujudnya totalitas kerja birokrasi ibukota.             
      Gaya kepemimpinan Jokowi yang merakyat dan menekankan aspek gerak cepat membutuhkan postur birokrasi yang andal dan suka melayani. Sayangnya, postur birokrasi saat ini tampak kedodoran menghadapi gaya kepemimpinan diatas. Pentingnya diberlakukan reward dan punishment bagi birokrasi secara tegas dan ketat. Birokrasi yang notabene adalah Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) itu juga harus dihadapkan sangsi yang keras dan tanpa pandang bulu jika kinerjanya buruk. Dengan demikian tindakan mutasi hingga sanksi pemecatan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) sangat dimungkinkan bagi birokrasi. Betapa konyolnya jika negara terus menggaji tinggi kepada birokrasi yang pemalas dan kerja seenaknya.
       Ada baiknya semua pihak mencermati penelitian yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC)  yang menempatkan kualitas birokrasi Indonesia rangking ke dua terburuk di Asia setelah India. Betapa menyedihkan, kualitas birokrasi di negeri ini kalah dengan negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
        Para birokrat sebaiknya menyadari bahwa gaya kepemimpinan Jokowi pada hakekatnya adalah New Deal ( tawaran baru ) yang lebih konkrit, realistis dan egaliter kepada rakyat. New Deal bukanlah slogan politik picisan. Tetapi merupakan langkah terobosan yang cerdas dan progresif guna mengatasi krisis dan secara terus menerus dikomunikasikan dengan seluruh elemen rakyat.
         Meskipun dengan skala yang berbeda, namun boleh dikata New Deal Jokowi mirip dengan apa yang pernah dilakukan oleh Presiden Franklin Delano Roosevelt saat mengatasi The Great Depression yang melanda bangsa Amerika Serikat. Dengan New Deal itu Roosevelt bisa mengatasi ledakan pengangguran dengan berbagai program pembangunan infrastruktur baru. Salah satu program terbesar dalam New Deal adalah Tennessee Valley Authority, yakni program untuk merehabilitasi kawasan kumuh dan kantong-kantong kemiskinan. Untuk menjalankan New Deal Roosevelt selalu berkomunikasi secara intens dan terus menerus dengan rakyatnya melalui forum interaktif yang  disebut fireside chat atau obrolan santai di samping perapian. Forum semacam itu untuk menjelaskan apa saja yang akan dilakukan pemerintahannya tanpa ada dusta. Dengan forum itu dia bisa memompa semangat dan berbicara dari hati ke hati dengan rakyatnya.
         Untuk mewujudkan postur birokrasi yang efektif, mau tidak mau harus dibuat sistem pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap birokrat. Apalagi ada masalah besar yang saat ini menjadi bom waktu terkait dengan anggaran belanja negara yang sebagian besar ludes untuk membayar gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD). Kondisi diatas mestinya segera ditindaklanjuti dengan restrukturisasi organisasi PNS dengan jalan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sayangnya, reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah pusat selama ini tidak fokus pada kinerja dan efektivitas.
         Menurut  pakar daya saing pemerintahan Mechael Porter pentingnya competitive advantage bagi kinerja perekonomian suatu daerah.  Negara maju seperti Amerika Serikat saja telah lama memberikan perhatian terhadap pentingnya kinerja detail dari birokrasi Pemda. Itulah sebabnya pemerintah Amerika telah menerapkan National Performance Review, yakni kebijakan yang memfokuskan pada penilaian dan evaluasi sampai seberapa jauh capaian kinerja birokrasi pemerintah daerah utamanya masalah manajemen resources.
          Anggapan sementara orang yang menyatakan bahwa birokrasi kebal PHK sudah saatnya dibalik. Birokrat yang hanya menerima gaji buta dan kerja seenaknya harus segera dinonaktifkan alias di PHK. Selain itu dengan pesatnya konvergensi TIK, maka satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) juga harus dibuat seramping mungkin. Patut dicontoh mekanisme PHK bagi PNS yang pernah dilakukan oleh  Kementerian Keuangan yang  telah memberhentikan ribuan PNS karena masalah integritas dan kompetensi.
          Saatnya para kepala daerah menilai kinerja setiap birokratnya untuk setiap semester dengan ukuran kompetensi yang adil dan obyektif. Dengan demikian bagi birokrat yang ukuran kompetensinya tidak sesuai bisa langsung di PHK. Sungguh ironis jika pada era perkembangan konvergensi teknologi sekarang ini kinerja birokrat belum mampu melayani masyarakat secara cepat. Celakanya lagi, daya kreatifitas dan inovasi birokrat semakin tumpul. Sehingga hampir semua indeks daya saing negeri ini tetap bercokol di papan bawah.  
         Mekanisme dan sistem PHK bagi birokrat sebaiknya diintegrasikan dengan ukuran beban kerja atau pembobotan pekerjaan. Pentingnya menetapkan ukuran suatu pekerjaan bagi birokrat seperti halnya para karyawan swasta yang bekerja keras dan ketat selama 8 jam kerja sehari. Mestinya aspek profesionalitas birokrasi yang menyangkut remunerasi harus terukur secara obyektif dengan standardisasi yang berlaku secara adil. Hingga saat ini bobot atau beban kerja birokrat masih sangat ringan jika diukur dengan metode pembobotan pekerjaan. Bahkan, dengan standar dan metoda domain of knowledge and skill yang berlaku secara internasional, bobot kerjanya masih sangat rendah. Sudah begitu birokrat sering menikmati libur cuti bersama terkait dengan banyaknya hari besar yang ditetapkan di negeri ini.
         Sikap tegas Gubernur Jokowi terkait dengan tindakan mutasi pejabat menimbulkan resistensi oleh pihak yang selama ini menikmati penghasilan ekstra yang jumlahnya luar biasa. Tak bisa dimungkiri, selain penghasilan resmi seperti yang tertuang dalam struk golongan gaji, birokrasi juga memiliki pundi-pundi uang dalam jumlah yang besar. Pundi-pundi itu dalam bentuk honor ekstra, upah pungut, komisi serta berbagai jenis pungutan liar yang tersembunyi rapi. Honor ekstra dan upah pungut  merupakan pundi uang birokrasi yang paling berarti. Honor ekstra semacam itu sudah menggurita bertahun-tahun hingga ke eselon paling bawah. Honor ekstra berasal dari berbagai kegiatan yang dikarang-karang dan sering kali tidak berhubungan secara langsung dengan peningkatan pelayanan kepada publik. Sedangkan kegiatan upah pungut seperti upah pungut pajak daerah dan sejenisnya. 

*) Dosen STIA Bagasasi  Bandung,  Doktor Administrasi UPI Bandung

Integritas Pajak Daerah

Koran Jakarta |  14 Februari 2013

     
Pengalihan pajak dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah merupakan desentralisasi fiskal. Sayangnya, hal diatas sangat rentan terhadap kebocoran pajak dan modus korupsi. Hingga awal 2013 sudah ada 105 Kabupaten/Kota yang sudah mengambil alih pajaknya dan tidak lagi menyetorkan ke pemerintah pusat dengan nilai realisasi sebesar Rp 4,5 triliun. Sedangkan yang belum melakukan pengalihan pajak tercatat sebanyak 369 kabupaten/kota.
      Implikasi dari pengalihan adalah pendapatan pemerintah pusat berkurang hingga Rp 8 triliun per tahun dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Sekedar catatan, PBB-P2 yang dialihkan ke pemda adalah pajak perkotaan dan pedesaan, sedangkan untuk pajak perkebunan, perhutanan dan pertambangan masih dipegang Ditjen Pajak. 
     Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) mestinya bisa mewujudkan integritas pajak daerah. Nyatanya peraturan tersebut justru menimbulkan dilematika. Kecenderungan pemerintah daerah yang mematok batas pemungutan pajak dan retribusi dengan jumlah maksimal telah mengganggu iklim berinvestasi. Selain itu rakyat juga akan semakin terbebani karena PDRD bisa menimbulkan pungutan ganda atas barang yang sama atau sejenis.  
      Pemerintah hendaknya jangan menutup mata sehubungan dengan banyaknya pertanyaan terhadap manfaat langsung membayar pajak daerah. Bahkan, rakyat sering menggugat adanya jenis pajak yang tidak relevan antara nama, makna dan fungsinya. Sebagai contohnya Pajak Penerangan Jalan Umum ( PPJU ) yang setiap bulannya dipungut langsung dari rekening listrik setiap bulannya. Ironisnya, pembayar Pajak PJU banyak yang tidak menikmati penerangan jalan. Jalan-jalan di daerahnya tetap saja gelap gulita sepanjang malam. Inilah salah satu contoh paradoks pajak di daerah yang mengusik rasa keadilan.  Banyak kabupaten dan kota yang pendapatan Asli Daerah (PAD) mengandalkan PPJU. Penerimaan PPJU cukup besar hingga mencapai puluhan milyar rupiah dilain pihak begitu kecilnya alokasi dana untuk memasang infrastruktur penerangan jalan umum sehingga banyak jalan dan fasilitas publik yang gelap gulita.
      Pada prinsipnya UU PDRD mempunyai tiga tujuan pokok, yakni; pertama, memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Kedua, peningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah. Dan ketiga, memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Untuk mencapai tujuan diatas perlu mengefektifkan kinerja aparat perpajakan di daerah. Tekad jajaran Dirjen Pajak untuk menjalankan reformasi jilid dua sebaiknya mencakup prosedur pemungutan pajak daerah. Apalagi, KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ) telah meminta Direktorat Pajak untuk merevisi upah pungut pajak daerah yang selama ini menjadi ajang korupsi.
      Prosedur pemungutan PBB-P2 pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama hingga saat ini belum efektif. Tidak jarang wajib pajak harus datang berulangkali untuk mengurus kewajiban pajaknya. Bahkan data-data PBB-P2 yang disalurkan kepada pihak Desa atau Kelurahan banyak yang hilang. Hingga saat ini Standard Operating Procedure yang diterapkan masih belum optimal. Padahal, dengan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi mestinya bisa mengefektifkan pelayanan PBB-P2. Masih terjadi mismanajemen dalam pendataan data wajib pajak. Apalagi SISMIOP alias Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak  belum bisa menangani penatausahaan PBB-P2 secara detail.
      Untuk itu pentingnya segera membentuk sistem basis data atribut PBB-P2 yang terintegrasi dengan SISMIOP dan sistem basis data spasial. Selain itu juga pentingnya melakukan perbaikan teknis  yang terkait dengan transaksi data secara langsung antara WP dengan petugas pajak. Yaitu prosedur pendataan obyek pajak dan penyampaian SPPT kepada Wajib Pajak. Prosedur lain yang terkait erat dengan dua prosedur tersebut, yaitu prosedur penilaian obyek pajak dan penetapan PBB-P2.
      Total anggaran yang dialokasikan kepada Ditjen Pajak untuk keperluan operasional dan pemungutan sudah cukup besar jumlahnya. Mestinya jumlah tersebut sudah bisa mentransformasikan budaya kerja, meperbaiki integritas dan kompetensi serta menumbuhkan etos kerja pegawai pajak di daerah. Dibutuhkan kinerja institusi perpajakan daerah yang mampu menghadapi tantangan kedepan. Pengembangan kompetensi praktisi perpajakan hendaknya tidak berhenti kepada pengadaan atau pembelian perangkat teknologi informasi. Sudah saatnya institusi perpajakan utamanya yang ada di daerah memperbaiki integritas dan merubah budaya kerja secara mendasar. Selain itu juga harus mampu menggali potensi pajak yang masih tersembunyi dan mampu mengidentifikasikan berbagai bentuk ekonomi bawah tanah serta mencegah timbulnya berbagai modus pengemplangan pajak.
      Tidak bisa dimungkiri lagi bahwa integritas pegawai pajak di daerah masih memprihatinkan. Meskipun ada sistem mutasi secara periodik bagi pegawai pajak di kantor pajak pratama, tetapi indeks integritas dan beban kerja atau pembobotan pekerjaan pegawai pada saat ini jika diukur dengan metode praktis untuk menetapkan ukuran suatu pekerjaan hasilnya masih belum memuaskan.
      Masih ada pegawai pajak yang mencari penghasilan sampingan dalam menjalankan tugasnya. Pentingnya langkah pembersihan dilingkungan Dirjen Pajak secara cepat dan sistemik. Karena penyelewengan pajak jumlahnya masih cukup banyak. Dilain pihak aparat yang mengusut kasus perpajakan sangat terbatas sehingga prosesnya lambat. Banyaknya kasus penyelewengan yang terkait dengan setoran pajak di daerah-daerah sebaiknya ditanggulangi dengan audit sistem teknologi informasi penyimpan data setoran pajak.
       Bermacam stigma negatif masih saja menempel pada sistem perpajakan daerah. Target ideal penerimaan pajak daerah sulit terwujud jika dilakukan secara instan dengan cara pengadaan perangkat otomatisasi serta memakai jurus tangan besi. Penarikan pajak akan efektif jika integritas praktisi perpajakan daerah diperbaiki secara total. Pada umumnya kita semua sudah mengerti apa arti kata integritas. Istilah tersebut menurut kamus berarti ketulusan hati dan kejujuran. Juga dijelaskan bahwa integrity itu berarti uncompromising adherance to a code of moral yang artinya dedikasi yang tak tergoyahkan terhadap kode moral atau etik. Dimasa sekarang ini masalah integritas menjadi teramat penting bagi praktisi perpajakan. Seluruh praktisi perpajakan mestinya memahami betul apa makna integritas.
      Dalam konteks menggali potensi perpajakan makna integritas bisa dianalogikan dengan "memegang seekor burung". Bila burung digenggam dengan tangan besi bisa mati, namun bila digenggam oleh tangan lembut ( longgar ) bisa lepas. Integritas petugas pajak pada saat ini juga memiliki implikasi ketulusan, kejujuran dan fleksibilitas waktu pelayanan bagi wajib pajak. Namun tidak kenal kompromi bagi pengemplang pajak sekalipun ada pihak-pihak yang gencar menuntut adanya tax amnesty ( pengampunan pajak ) bagi pengemplang pajak.
      Implikasi lain dari buah integritas yang dapat dirasakan secara langsung adalah menyangkut waktu dan tempat pelayanan wajib pajak yang dibuat seefektif dan sepraktis mungkin. Pajak bisa dibayarkan kapan saja dan dimana saja dalam tenggat waktu yang telah ditetapkan. Makna integritas bagi petugas pajak juga akan membuahkan sikap yang amat teliti dalam melacak setiap rupiah yang merupakan obyek pajak. Pengalaman Internasional Revenue Service ( IRS) yang telah meninggalkan praktik tangan besi untuk menghadapi wajib pajak di USA melalui program Offer to Compromise ( Tawaran untuk Kompromi ) pada prinsipnya merupakan perwujudan dari menguatnya integritas institusi. Namun, penawaran tersebut dijalankan dengan sangat selektif  dan prudential bagi pembayar pajak dengan kriteria yang adil dan tidak merusak potensi pajak yang baru.

*) Dosen STIA Bagasasi  Bandung, Doktor Administrasi Pendidikan UPI Bandung