Kamis, 07 Maret 2019

Ideagora Dalam Pilkada

Kontan | 31 Oktober 2016



Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak diharapkan memunculkan fenomena yang disebut Ideagora. Masyarakat berharap agar pasangan yang ikut pilkada tidak sekedar menjadi penyalur aspirasi politik belaka. Melainkan juga sebagai pasar bagi gagasan, inovasi, dan pikiran unik yang bermutu bagi kepentingan publik. 

Ideagora merupakan salah satu kajian Don Tapscott dalam bukunya yang berjudul Wikinomics. Berasal dari kata agora dalam bahasa Yunani kuno. Adalah arena yang menjadi pusat aktivitas politik dan perdagangan bagi warga Athena pada era itu. 

Pesatnya teknologi informasi membuat ideagora menjadi fungsi yang sangat strategis. Karena menjadikan gagasan, inovasi, dan penemuan yang dapat diakses dan dikembangkan lebih lanjut oleh siapapun. Mekanisme diatas disebut pasar ideagora. Pasar tersebut semakin membesar berkat pemberitaan media masa dan jejaring sosial. 

Lewat Pilkada rakyat menunggu seorang pemimpin yang memiliki segudang gagasan, kreativitas dan daya inovasi untuk mengangkat harkat dana martabat warganya.

Munculnya pasar Ideagora dalam pilkada juga bisa mendongkrak partisipasi publik dalam pemungutan suara. Tak bisa dimungkiri lagi bahwa rakyat semakin jenuh dengan proses pemungutan suara yang telah menguras dana, tenaga dan emosi. Rakyat mulai jenuh dengan hiruk pikuk demokrasi yang nyatanya tidak mampu merubah nasib mereka menjadi lebih baik. Selama ini marketing politik yang dijalankan oleh parpol kurang diwarnai dengan kekuatan perhatian publik lewat pasar gagasan yang muncul dari tengah rakyat. 

Calon kepala daerah yang bertarung dalam pilkada serentak sebaiknya melakukan kampanye yang larut ditengah kehidupan rakyat secara apa adanya dengan pemikiran yang generik sehingga bisa dicerna oleh rakyat kecil sekalipun. 

Strategi kampanye pilkada mestinya mengandung sesuatu yang bernama faktor kelekatan dan kekuatan konteks. Faktor kelekatan adalah sejumlah cara tertentu untuk membuat sebuah kesan mudah menular dan terus diingat. Faktor kelekatan menyiratkan perubahan atau aksi langsung dan berulang-ulang untuk memicu epidemik positif. 

Saat ini rakyat membutuhkan kepemimpinan yang transformatif. Yakni kepemimpinan yang tidak sekedar kepemimpinan politik, tetapi juga kepemimpinan yang memiliki kapasitas dan daya kreativitas. Apalagi masa depan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya kreatifnya. Kepemimpinan transformatif harus mampu mendefinisikan kembali orientasi dan strategi pembangunan daerah agar tidak usang dan sesuai dengan semangat jaman. Perlu strategi pembangunan daerah yang lebih membumi dan lebih rasional. 

Mestinya calon kepala daerah itu harus mampu menyusun konsep dan dokumen pembangunan yang sesuai dengan tantangan jaman. Serta mampu menyusun metode untuk mewujudkan kekuasaan atau pemerintahan yang efektif dan bersih.

Ada baiknya calon kepala daerah yang terpilih mengevaluasi dan mencari faktor penyebab kegagalan atau kemandulan sistem yang ada selama ini, yakni eksistensi Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Jangka Menengah Daerah. Selama ini rakyat menilai bahwa RPJMD dan RPJPD seperti pepesan kosong, kurang realistis, bahkan bombastis. 

Pada era globalisasi, kecepatan menjadi tuntutan utama terhadap pemerintahan. Jika kita cermati ada sederet kelemahan yang mendasar dalam Perda RPJPD dan RPJMD yang dibuat oleh hampir semua pemerintah daerah bersama DPRD. Dimana isinya belum menekankan faktor efektifitas dan kecepatan. Serta belum tampak milestones pembangunan secara sistematik. Hal itu disebabkan belum adanya dukungan expert system sebagai alat yang andal untuk menyusun rencana pembangunan, pembuatan keputusan dan pengendalian pembangunan.

Eksistensi UU Nomor 25 tahun 2004 menyatakan bahwa dalam Perda RPJPD harus tertuang rumusan visi untuk merancang masa depan pembangunan daerah. Namun, rumusan RPJPD kebanyakan hanya berisi kompilasi data-data yang sumir dan tidak aspiratif. Padahal, RPJPD merupakan dokumen perencanaan yang mengandung unsur kebijakan publik. Dan selanjutnya sebuah kebijakan publik tidak hanya menjadi barang pajangan tetapi harus diimplementasikan. 

Arti lebih lanjut dari hal diatas adalah bahwa RPJPD harus mempunyai keterkaitan nyata atau tangible dengan dokumen RPJMD. Setidaknya harus ada indikator dan korelasi positif terhadap sasaran lima tahunan. Kekuatan RPJPD sebagai satu dokumen perencanaan akan terwujud jika ada kejelasan mengenai faktor-faktor yang akan dikembangkan sebagai pendukung pencapaian visi dalam kurun 20 tahun kedepan yang terdistribusi bebannya secara baik dalam 5 tahunan.

Untuk menggambarkan realitas dan membentuk masa depan menurut Thurow dari Massachusets Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat terdapat dua kata kunci. Dimana keduanya memberikan gambaran langsung dari tantangan yang akan membentuk masa depan. Kedua kata kunci tersebut adalah : pertama, semakin berkurangnya arti dan peran sumber daya alam dan buruh sebagai modal dasar pembangunan. Dan yang kedua semakin meningkatnya peran dari kreatifitas dan daya inovasi manusia (human ingenuity) sebagai unsur pokok dalam menentukan keunggulan dan keberhasilan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Disisi yang lain isi RPJPD kebanyakan justru menempatkan sumberdaya alam dan melimpahnya buruh sebagai modal dasar pembangunan daerah.

Dalam hal ketenagakerjaan, mestinya RPJPD mampu mentransformasikan profesi atau jenis pekerjaan rakyat yang tidak lagi memiliki prospek masa depan. Serta pentingnya reinventing atau menemukan kembali masa depan industri budaya atau industri kreatif dengan langkah-langkah yang lebih progresif dan sistemik. Sebagai catatan, hingga kini lapangan pekerjaan utama rakyat masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Kemudian disusul sektor industri dan jasa. 

Melihat postur pekerjaan utama penduduk Indonesia yang dalam kondisi rapuh, ditambah semakin meningkatnya jumlah pengangguran intelektual lulusan perguruan tinggi, diperlukan terobosan dalam penciptaan lapangan kerja baru terutama yang berbasis industri kreatif atau industri budaya.

*) Pengajar STIA Bagasasi Bandung dan Pascasarjana di Universitas Galuh Ciamis