Rabu, 18 Desember 2013

Pahlawan Bersenjata Negosiasi dan Diplomasi


Investor Daily, 9 November 2013

 Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November bisa dijadikan momentum bagi generasi kini untuk mengenal lebih dalam tentang sisi kepribadian dan daya juang para pahlawan bangsa. Kata pahlawan dalam kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua kata yakni Pahla dan Wan. Pahla mengandung makna buah, sedang Wan untuk sebutan orangnya (yang bersangkutan). Pengertian secara luas dari pahlawan (baca: pahlawan nasional) adalah seseorang yang menghasilkan daya upaya atau karya besar untuk kepentingan bangsa dan negara. Juga seorang pejuang gagah berani yang mengorbankan jiwa dan raga untuk kepentingan bangsanya. 

Peringatan Hari Pahlawan tahun ini ditandai dengan acara rutin berupa pemberian gelar pahlawan kepada ahli waris. Peringatan Hari Pahlawan 2013 ini, pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional kepada tiga tokoh yaitu Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wediodiningrat, Lambertus Nicodemus Palar dan TB Simatupang. Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada tiga sosok diatas memberikan pelajaran berharga kepada generasi kini bahwa negeri ini juga memiliki pahlawan yang bersenjata negosiasi dan diplomasi. Sosok Radjiman, Palar dan Simatupang merupakan orang yang sangat piawai dalam bernegosiasi dan berdiplomasi pada era pra kemerdekaan hingga perang kemerdekaan. Mereka memiliki intelektualitas yang hebat, berkepribadian kokoh serta sikap hidup yang sederhana. Sehingga sangat disegani dan dihormati oleh kawan maupun lawan. 

Pentingnya meneladani dan reinventing nilai kepahlawanan dari tiga sosok pahlawan nasional diatas. Hal itu penting mengingat saat ini Indonesia sangat membutuhkan upaya negosiasi dan diplomasi, utamanya untuk urusan perekonomian global yang makin kompleks dan penuh dengan aspek negosiasi. Benturan kepentingan ekonomi antar bangsa membutuhkan sosok yang piawai bernegosiasi dan berdiplomasi, yang setara dengan LN Palar waktu era kemerdekaan dahulu. Dalam perjalanan ke depan negeri ini membutuhkan pahlawan bersenjata negosiasi dan diplomasi ekonomi, khsusunya perdagangan dan investasi guna memenangkan persaingan global dan mengatasi gonjang-ganjing”The Great Disruption” yang kini tengah melanda dunia. 

Dialektika para pahlawan bangsa untuk kemajuan bangsanya juga telah diperlihatkan oleh Dokter KRT Radjiman Wediodiningrat sejak usia belia. Pada usia 20 tahun, Radjiman sudah lulus menjadi dokter dari STOVIA Batavia dengan prestasi tinggi, sehingga langsung diangkat sebagai dokter Gubernemen Belanda. Radjiman adalah tokoh pergerakan Indonesia Merdeka yang berwawasan luas dan memiliki kepribadian yang matang sehingga dipercaya menjadi Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ) dan kemudian menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ). Dalam kiprahnya di BPUPKI maupun PPKI Radjiman merupakan sosok yang piawai dalam bernegosiasi sehingga persiapan kemerdekaan RI bisa lancar dan berbagai macam silang pendapat dan perbedaan visi bisa diatasi. Didalam memimpin BPUPKI, Radjiman pada saat itu bisa dibilang sangat inovatif dan berwibawa dalam memimpin sidang-sidang yang sangat penting bagi terwujudnya NKRI. Terbukti sidang-sidang BPUPKI tidak pernah deadlock dan bisa mengalir jernih seperti sungai-sungai yang bermata air dari Gunung Lawu. Perjuangan panjang Radjiman menuju Indonesia Merdeka pada hakekatnya adalah mewujudkan kemajuan bangsanya ditengah pergaulan bangsa-bangsa di dunia, hingga dirinya menghembuskan nafas terakhir di lereng Gunung Lawu di desa Walikukun Kabupaten Ngawi 20 September 1952. 

Kepiawaian bernegosiasi dan berdiplomasi juga dimiliki oleh LN Palar. Pada 1930, Palar sudah menjadi anggota Sociaal-Democratische Arbeiders Partij (SDAP) dengan pemikirannya yang sangat kritis. Palar menjabat sebagai sekretaris Komisi Kolonial SDAP dan Nederlands Verbond van Vakverenigingen (NVV) mulai Oktober 1933. Dia juga adalah direktur Persbureau Indonesia (Persindo) yang ditugaskan untuk mengirim artikel-artikel tentang sosial demokrast dari Belanda ke pers di Hindia Belanda. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Palar menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia Merdeka secara intens serta menjadi jembatan untuk berkomunikasi dengan pihak di luar negeri. Palar sangat gigih mencari jalan keluar untuk mendesak penyelesaian konflik antara Belanda dan Indonesia tanpa kekerasan. Tetapi pada tanggal 20 Juli 1947 Belanda memulai agresi militer di Indonesia. Sejak itu Palar bergabung dengan tim yang berjuang untuk pengakuan internasional tentang kemerdekaan Indonesia dengan menjadi wakil Indonesia di PBB pada 1947. Posisi ini dijabatnya sampai tahun 1953. Pada masa jabatannya peristiwa-peristiwa penting terjadi, seperti konflik antara Belanda dan Indonesia, pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda, dan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB. Palar juga memiliki peran yang luar biasa dalam penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika, yang mengumpulkan negara-negara di Asia dan Afrika di mana kebanyakan dari negara tersebut baru merdeka. Palar pensiun dari tugas diplomatiknya pada 1968. Setelah berjuang dan melayani bangsanya, Lambertus Nicodemus Palar meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 12 Februari 1980. 

Sosok ketiga penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2013 adalah Tahi Bonar Simatupang atau yang lebih dikenal dengan nama T.B. Simatupang. Dia lahir di Sidikalang, Sumatera Utara, 28 Januari 1920. Simatupang adalah sosok militer yang juga piawai dalam bernegosiasi dan berdiplomasi secara cerdas. Hal itu tergambar dalam buku hasil karyanya yang berjudul “Laporan dari Banaran” yang menceritakan berbagai hal penting tentang perang kemerdekaan. Dia memulai pengabdian setelah menamatkan Koninklije Militaire Academie (KMA), yakni akademi untuk anggota KNIL, di Bandung pada 1942. Pada saat agresi militer Belanda Simatupang bahu membahu dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang saat itu melakukan perang gerilya dengan ditandu melintasi gunung dan rimba. Setelah Jenderal Soedirman wafat, TB Simatupang diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) yang membawahi para kepala staf angkatan. Simatupang yang memiliki tradisi intelektual yang sangat kental itu, dialektika hidup dan perjuangannya banyak terinspirasi oleh tiga Karl, yaitu Carl von Clausewitz, seorang ahli strategi kemiliteran, Karl Marx, seorang flisuf besar dari Prusia dan pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan yang mengarang buku Das Kapital. Dan yang ketiga adalah Karl Barth, teolog Protestan terkemuka abad ke-20. Seluruh kehidupan Simatupang mencerminkan peranan ketiga pemikir besar itu. Setelah melepaskan tugas aktifnya sebagai militer, Simatupang terjun ke pelayanan gereja dan aktif menyumbangkan pemikirannya yang sangat strategis melalui lembaga pendidikan. Pada saat ini dan masa yang akan datang, bangsa Indonesia sangat membutuhkan pahlawan ekonomi dan investasi yang mampu melakukan negosiasi dan diplomasi serta membuat terobosan untuk menciptakan nilai tambah dan kesejahteraan rakyat luas. Untuk itu patut kiranya meneladani dan napak tilas pemikiran dari tiga sosok pahlawan nasional diatas.

Tidak ada komentar: