Rabu, 18 Desember 2013

Langkah Erick Thohir dan Industri Olahraga


Daily Investor 19 Oktober 2013


 Selain untuk membangun karakter bangsa, kini olahraga sudah menjadi entitas industri dengan nilai tambah sangat signifikan. Langkah pengusaha nasional Erick Thohir yang telah mengakuisisi 70 % saham Inter Milan, klub papan atas Seri A Italia sangat mencengangkan publik. Kini Erick telah resmi memiliki mayoritas kepemilikan Nerazzurri dengan menggelontorkan dana sekitar Rp 5,2 triliun. Langkah Erick semakin meneguhkan pentingnya mengembangkan industri olahraga nasional. Tren global menunjukkan bahwa industri olahraga semakin berpotensi untuk menambah devisa negara. Sayangnya, pengembangan industri olahraga nasional kini sedang stagnan. Belum ada terobosan kebijakan dan inisiatif model bisnis luar biasa terkait dengan industri olahraga di negeri ini. Sudah ada landasan yuridis terkait dengan pengembangan industri olahraga, yakni Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN). Namun, undang-undang tersebut kurang diimplementasikan secara baik dan masih miskin inisiatif dan sepi inovasi. Meskipun akhir-akhir ini ada beberapa klub sepak bola dunia yang tersohor datang ke Indonesia, namun hal itu hanya sekedar angin lalu dan kurang berdampak signifikan bagi industri olahraga nasional. 

Dalam UU SKN dijelaskan bahwa industri olahraga adalah kegiatan bisnis bidang olahraga dalam bentuk produk barang dan atau jasa. Industri olahraga dapat berbentuk prasarana dan sarana yang diproduksi, diperjualbelikan, dan atau disewakan untuk masyarakat. Industri olahraga juga dapat berbentuk jasa penjualan kegiatan cabang olahraga sebagai produk utama yang dikemas secara profesional yang meliputi; kejuaraan nasional dan internasional, pekan olahraga daerah, wilayah, nasional, dan internasional, promosi, eksibisi, dan festival olahraga; atau keagenan, layanan informasi, dan konsultasi keolahragaan. Tak bisa dimungkiri lagi bahwa industri olahraga selain bisa memberikan nilai tambah berarti juga telah memperluas lapangan kerja dan menambah ragam profesi. Sehingga portofolio ketenagakerjaan di suatu negara spektrumnya semakin luas. Sebagai gambaran di Korea Selatan, profesi yang terkait olahraga semakin menjanjikan. Bahkan Institut Sport Science Korea sangat serius dan fokus untuk mengembangkan job description terkait dengan industri keolahragaan seperti event manager, equipment manajer, record data based manager, ticket manager, sport law expert, sport publisher, sport insurance expert, sport nutritions, sport researcher, sponsorship and advertising expert, sport licensing expert, sport goods distributor, dan lain-lain. 

Tiongkok juga merupakan negara yang sangat progresif dalam mengembangkan industri olahraga. Industri olahraga di Tiongkok mulai dikembangkan secara sistemik sejak 1978. Dan terus digenjot setelah negara itu menjadi tuan rumah Olimpiade 2002. Tiongkok membagi industri olahraganya kedalam dua sektor, yakni sport service industry (layanan industri olahraga) dan sport good industry (peralatan industri olahraga). Sejak 2005 industri olahraga di Tiongkok setiap tahunnya menghasilkan devisa rata-rata 30 milyar dolar. Bandingkan dengan perputaran ekonomi dari sektor industri olahraga di Amerika Serikat yang mencapai 154 milyar dolar setiap tahunnya. Keberhasilan Tiongkok dalam melakukan ekspor peralatan olahraga ke Amerika dan Eropa juga patut dicontoh. Nilai ekspor tersebut tumbuh hinggga dua digit selama lima tahun terakhir. Selain itu industri peralatan olahraga Tiongkok mampu melakukan strategi diferensiasi untuk bersaing dengan industri yang sudah memiliki nama besar. Jenis peralatan olahraga yang diekspor dari Tiongkok antara lain peralatan golf, raket, sepatu roda dan skateboard, bola, olahraga musim dingin, perlengkapan olah raga air, perahu karet dan lain-lainnya. Struktur industri peralatan olahraga Tiongkok sekitar 70 % dipasok dari provinsi Guangdong, Zhejiang dan Jiangsu. Pemerintah Tiongkok berupaya keras agar desain dan produk peralatan olahraga seperti raket, bola, dan perlengkapan lain sesuai dengan standar Olimpiade. Entitas industri di negeri itu terus didorong untuk memproduksi peralatan olahraga dengan mempergunakan hasil riset tentang ilmu bahan atau material khusus.

 Meskipun prestasi olahraga belum menggembirakan, namun Indonesia harus segera membenahi industri olahraga nasional karena industri peralatan olahraga dalam negeri utamanya yang tergolong UMKM mulai terpuruk menghadapi serbuan produk murah dari Tiongkok. Untuk memperkuat struktur industri peralatan olahraga domestik dibutuhkan berbagai inovasi teknologi. Struktur industri kecil dan menengah yang selama ini memproduksi peralatan olahraga harus segera dibenahi dengan memberi insentif atau bantuan permodalan, penerapan teknologi dan inisiatif model bisnis yang lebih efektif. Perkembangan industri peralatan olahraga sangat pesat. Searah dengan perubahan dalam ilmu olahraga yang berlangsung secara cepat pula. Selain itu teknologi terus menyempurnakan tingkat kepuasan penonton didalam stadion. Bahkan, stadion Olimpiade di beberapa negara maju telah di rancang dengan teknologi yang memungkinkan penonton melakukan wisata virtual tiga dimensi di dalam stadion secara real time. Dengan menggunakan teknologi Virtools. Produk industri manufaktur penting lainnya terkait dengan industri olahraga adalah rumput buatan untuk stadion olahraga. Produk rumput buatan sangat membantu penyelenggaraan event olahraga. Teknologi rumput buatan dirancang memiliki sifat-sifat fisik seperti aslinya. Bahkan biaya perawatan bisa lebih murah daripada rumput alam. Dan sangat tepat untuk menghadapi jadwal kompetisi olahraga yang sangat padat. Riset tentang rumput buatan terus dilakukan hingga tercapainya standar Olimpiade yang mengharuskan adanya sifat-sifat seperti rumput asli. Produsen rumbut buatan juga harus bisa menunjukkan standardisasi dan berbagai persyaratan uji. Seperti pengujian geser, redaman, energi restitusi, dan sebagainya dengan menggunakan alat khusus untuk mengukur karakteristik di lapangan. 

Kini pemerintah pusat dan daerah di negeri ini sedang berlomba-lomba membangun infrastruktur olahraga yang megah. Sayangnya, pembangunan sarana itu mengandung masalah dan modus korupsi. Juga kurang terkait dengan infrastruktur publik yang lain. Aspek lain yang menyedihkan adalah setelah infrastruktur olahraga selesai dibangun, timbul persoalan utilitas dan biaya operasional yang cukup besar dan tidak sebanding dengan pemasukan. Infrastruktur olahraga yang megah akhirnya menjadi beban rutin pemerintah daerah. Sudah begitu, prosedur penganggarannya juga sarat penyelewengan. Perlu diwujudkan beberapa alternatif pembiayaan infrastruktur olahraga yang lebih efektif dan menguntungkan di negeri ini. Serta lebih terintegrasi dengan entitas industri peralatan olahraga. Alternatif diatas bisa dalam bentuk kerjasama dengan pihak swasta dengan skema joint ventures maupun build operate and transfer (BOT). Kelemahan pembiayaan proyek infrastuktur olahraga di negeri ini adalah minimnya sumber pembiayaan awal yang berasal dari pihak swasta. Melihat pembangunan infrastruktur olahraga yang kini menjadi ajang korupsi, alangkah baiknya kita menengok sejarah dimana pada 1962 bangsa Indonesia mampu menjadi tuan rumah yang baik dalam pesta olahraga terbesar di benua Asia, yakni Asian Games. Selain sukses sebagai tuan rumah dan sukses membangun infrastruktur olahraga, juga sukses dalam hal prestasi. Saat itu Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-dua setelah Jepang.

Tidak ada komentar: