Kamis, 20 Desember 2012

Revitalisasi Industri Berbasis Singkong



Dimuat : Daily Investor. 20 Desember 2012

Banyak pihak yang tersentak ketika menghadapi fakta bahwa negeri ini telah dibanjiri oleh tepung singkong impor. Padahal, menurut kementerian pertanian Indonesia adalah produsen singkong nomor dua terbesar di dunia setelah Brasil. Pemerintah selama ini terlalu menyepelekan komoditas primer yang bernama singkong dan belum menggiatkan inovasi teknologi pengolah singkong menjadi produk yang lebih bernilai tambah.
 
Hingga kini usaha penepung singkong di negeri ini tidak berkembang dengan baik. Akibatnya, negeri ini terpaksa mengimpor tepung singkong atau tapioka hingga mencapai 435 ribu ton pada 2011 dan 600 ribu ton pada 2012. Kita kurang menyadari bahwa singkong memilki rantai proses yang banyak dan panjang. Yang menghasilkan produk-produk turunan yang memilki nilai tambah tinggi. Produk turunan itu antara lain makanan (food), pakan ternak (feed), bahan bakar atau kimia (fuel/chemicals) dan sebagai bahan pupuk (fertilizer).

Pemerintah hendaknya menjadikan singkong sebagai produk primer dan melakukan investasi di sektor industri hilirnya..Investasi industri hilir yang berbasis inovasi akan membawa dampak ganda. Revitalisasi industri berbasis singkong sebaiknya masuk dalam skema Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang berhubungan dengan pengolahan lebih lanjut produk primer dan pendalaman industri atau industrial deepening.

Pentingnya meningkatkan volume produksi singkong nasional. Selain itu juga harus ada proyeksi dan klasterisasi industri berbasis singkong. Salah satu negara yang cukup berhasil mengembangkan industri berbasis singkong adalah Thailand. Sekitar 95 % produk singkong Thailand diekspor sebagai bahan pakan ternak ke negera-negara di Eropa. Sisanya digunakan sebagai bahan makanan manusia. Sedangkan di Indonesia sekitar 60 % merupakan bahan pangan manusia dan 25 % lainnya digunakan untuk produksi tapioka.

Revitalisasi industri berbasis singkong sebaikya dalam konteks pengadaan biomaterial dalam siklus 4F (Food-Feed-Fertilizer-Fuel). Revitalisasi tersebut dalam bentuk mengembangkan budidaya singkong dalam skala perkebunan yang luas. Prospek produksi biomaterial di Indonesia akan disajikan dalam lima komoditas unggulan hasil perkebunan yang semuanya berdasarkan criteria massive dan memenuhi valuasi ekonomi. Kelima komoditas tersebut adalah kelapa sawit, singkong, jarak, tebu dan jagung.

Kalau dilihat dari sisi potensi untuk pengembangan tanaman singkong di Indonesia seharusnya tidak alasan adanya hambatan yang berarti. Bahkan produksi dan mutu singkong bisa ditingkatkan sehingga melebihi negeri lain. Hal tersebut karena secara agronomi sangat memungkinkan.

Sayangnya, fakta dilapangan berbicara lain, produktivitas lahan singkong di negeri ini masih rendah karena terkendala kualitas bibit yang masih rendah, cara budidaya yang asal-asalan, dan kelembagaan usaha tani singkong yang belum terbentuk dengan baik. Usaha pertanian masih diusahakan dalam skala kecil, ekstensif, terpencar-pencar, dan berorientasi subsistem. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap upaya penggerakan dan pengembangan industri berbasis singkong. Dengan demikian implementasi revitalisasi sebaiknya berorientasi pada petani dalam kelembagaan gabungan kelompok tani atau Gapoktan. Dengan demikian bisa mengubah petani dari produsen semata mampu bertransformasi menjadi suplier dan sekaligus bisa menjadi farm gate system. Dimasa mendatang Gapoktan diharapkan bisa memiliki unit usaha produksi, pengolahan, pemasaran, hingga urusan pembiayaannya.

Ethanol sebagai turunan industri berbasis singkong prospeknya bagus tetapi masih terganjal oleh simalakama subsidi BBM di negeri ini. Subsidi BBM dinegeri ini menyebabkan harga dan proses bisnis bioethanol terkunci. Apalagi ada stigma masyarakat bahwa harga bioethanol mahal dan pasokan tidak menentu. Namun, demikian ancaman krisis energi dan semakin habisnya sumber daya minyak bumi, maka mau tidak mau bioenergi akan menjadi alternatif. Dengan demikian semakin pentingnya mengantisipasi dengan memperbaiki efektifitas dan produktifitas bioetanol berskala usaha rakyat maupun industri besar. Dengan itu semakin banyak singkong yang terserap sehingga harganya akan lebih kompetitif.
Pentingnya pengaturan masa tanam dan panen agar suplai bahan baku ke industri tapioka dan bioetanol tersedia cukup secara kontinu. Dengan demikian, petani singkong akan lebih sejahtera dan bangsa Indonesia akan mempunyai stok pangan yangandal serta solusi energi alternatif yang terbaharukan.

Masalah impor tapioka yang mencapai ratusan ribu ton per-tahun di negeri ini disebabkan karena selama ini kluster industri tapioka hanya berpusat di sebagian pulau Jawa dan Lampung. Itupun kondisinya sangat beragam dari skala usaha rumah tangga dengan peralatan sangat sederhana, dan kapasitas hanya puluhan kilogram sampai industri menengah dengan mesin yang cukup modern. Pasokan bahan baku singkong terhadap pabrik tapioka sering fluktuatif dengan mutu yang tidak seragam. Selain belum terjaminnya kesinambungan pasokan bahan baku singkong juga belum tertatanya zonasi pengembangan wilayah produk primer dengan kluster industri. (*)

Jumat, 19 Oktober 2012

Mencetak Entrepreneur Baru

 
Dimuat pada Daily Investor. Rabu. 17 Oktober 2012  

 Pada saat ini perguruan tinggi boleh dikatakan sebagai produsen pengangguran intelektual. Untuk mengatasinya dibutuhkan skema kredit mahasiswa. Biaya kuliah seorang mahasiswa pada saat ini cukup memberatkan orang tua. Pentingnya skema kredit mahasiswa untuk biaya kuliah seperti uang masuk perguruan tinggi, SPP tiap semester, dan biaya hidup sehari-hari bagi mahasiswa. Nantinya, yang akan melunasi kredit tersebut adalah si mahasiswa itu sendiri setelah bekerja. Kemudian untuk mencetak young entrepreneurs alias pengusaha muda dibutuhkan juga skema kredit mahasiswa untuk usaha.
       Kredit mahasiswa di negeri ini memiliki arti yang strategis, karena akan membentuk sejak dini lapisan entrepreneur yang mampu berbisnis secara sehat. Alangkah baiknya kita menengok kebijakan yang dijalankan oleh Bank Sentral Amerika Serikat yang mengalokasikan dana hingga 300 miliar US dolar kepada pemegang surat berharga yang ditopang dengan berbagai jenis pinjaman, termasuk kredit mahasiswa. Kebijakan bank sentral tersebut telah membantu para mahasiswa, sehingga mereka bisa menyelesaikan kuliah dengan baik lalu menjadi pengusaha yang tangguh.
     Skema pembiayaan pendidikan dengan cara komersial, termasuk peluang perguruan tinggi untuk menerbitkan surat obligasi guna menutup biaya operasional, pengembangan infrastruktur, hingga pemberian bea-siswa dan skema kredit mahasiswa telah menjadi agenda penting di negara maju. Bahkan publik di Amerika Serikat menilai bahwa risiko obligasi terbitan perguruan tinggi terbilang kecil. Sukses perguruan tinggi di Amerika dalam meraup dana obligasi diperlihatkan oleh Princeton University, Cornell University , University of Notre Dame, dan lain-lainnya. Princeton telah sukses melepas obligasi senilai 1 miliar dollar US.
Di Indonesia sudah banyak usulan bahwa ijazah yang berhasil diraih mahasiswa mestinya bisa menjadi jaminan untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun, hal tersebut mekanismenya masih belum berjalan secara baik. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit dan waktu pelaksanaannya masih angin-anginan. Pihak perbankan di negeri ini juga masih belum serius dalam mengucurkan pinjaman untuk pembayaran uang kuliah per semester. Ada bank yang telah mengucurkan, tapi sayang waktu pengucuran sangat mepet dan prosedurnya masih bertele-tele serta belum sinkron dengan kalender akademis.
Setiap tahun pengangguran intelektual di Indonesia meningkat 20 persen. Masalah itu diperparah lagi dengan rendahnya soft skill atau keterampilan di luar kompetensi utama para sarjana. Indonesia setiap tahun mencetak sekitar 300 ribu sarjana dari  2.900 perguruan tinggi negeri dan swasta. Ironisnya, pemerintah belum memiliki program yang tepat guna mengatasi kondisi diatas. Padahal, pakar ekonomi David Mike Dallen menyatakan bahwa suatu negara akan menjadi makmur bila jumlah pengusaha sedikitnya dua persen dari jumlah penduduknya. Dalam konteks tersebut lulusan perguruan tinggi sebetulnya merupakan segmen yang sangat ideal untuk diarahkan menjadi pengusaha. Sebagai gambaran, jumlah pengusaha di Singapura telah mencapai 7,2 persen. Sedangkan negara kita, menurut hasil riset pada 2010 baru mencapai angka 0,19 persen. Dengan demikian untuk mencapai negara yang makmur, perlu meningkatkan sepuluh kali lipat atau mencetak sekitar 5 juta pengusaha lagi.
Pemerintah semestinya bertindak cepat mengatasi pengangguran intelektual yang bisa memperpuruk daya saing bangsa. Diperlukan kerjasama antara perguruan tinggi, lembaga keuangan dan pengusaha agar bekerja sama untuk mengembangkan semacam young entrepreneurs society disetiap perguruan tinggi. Pada saat ini berlaku prinsip ekonomi yang berbasis pengetahuan (knowledge economy) dan sebuah masyarakat berpengetahuan (knowledge society). Dalam konteks diatas ekonomi pengetahuan bertumbuh karena adanya kreativitas dan kemampuan mencipta yang memungkinkan pemecahan masalah secara praktis. Apalagi tren teknologi informasi dan komunikasi diwarnai dengan optimasi penggunaan teknologi cloud computing. Teknologi tersebut secara optimal dapat menumbuhkan digitalpreneur di daerah-daerah. Karena berbagai produk dan jasa yang dimiliki oleh daerah bisa dipasarkan secara global dengan metoda yang murah dan efektif. Selain itu manfaat pasti teknologi cloud computing bagi entitas industri di daerah adalah sebagai Enterprise Application Integration (EAI) framework dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan integrasi aplikasi pada industri proses.
Di Amerika  Serikat hampir seluruh perguruan tinggi mempunyai suatu program khusus dalam mempelajari bidang kewirausahaan sehingga melahirkan pengusaha muda yang tangguh. Pada prinsipnya program khusus itu mengidentifikasi dan mempersiapkan potensi civitas akademika sebagai entrepreneurs. Juga mempersiapkan pembuatan business plan untuk usaha baru serta  perilaku pengambilan resiko (risk taking behavior). Menurut data statistik 30 persen dari semua wirausahawan di Amerika Serikat berusia sekitar 30 tahun atau dikategorikan sebagai kaum muda. Tak pelak lagi, peran perguruan tinggi sangat siginifikan untuk mengarahkan mahasiswa menjadi wirausahawan. Pendidikan wirausaha di Amerika digalakkan sekitar tahun enam puluhan.
Pada era ekonomi kreatif sekarang ini langkah  yang tepat untuk menstimulir lahirnya pengusaha muda atara lain adalah dengan memperbanyak workshop usaha dan ruang kreativitas disekitar kampus perguruan tinggi. Workshop dan ruang kreativitas tersebut akan memperbaiki daya inovasi para mahasiswa. Yang pada gilirannya akan melahirkan jenis-jenis usaha baru. Workshop memiliki nilai yang lebih strategis jika terkait dengan produk lokal yang tengah ditingkatkan standarnya. Metode pendidikan wirausaha sangat bervariasi dan tidak mudah dibakukan karena menyangkut aspek kreativitas. Sehingga tidak ada satu metode yang cocok untuk semuanya. Namun demikian pendidikan wirausaha di perguruan tinggi sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi dengan bidang studi yang bersangkutan. Entrepreneurship sebagai instrumen pendidikan sebaiknya mempertimbangkan dan direncanakan secara berbeda tergantung pada tujuan dan kompetensi mahasiswa. (*)

Sabtu, 15 September 2012

Manajemen Pencegahan Kebakaran


Dimuat Investor Daily : 15 September 2012

Musibah kebakaran terus terjadi di berbagai kota. Bahkan di ibukota telah terjadi kasus kebakaran yang beruntun. Hal itu merupakan indikasi ketidak beresan sistem perkotaan yang disertai rendahnya budaya keselamatan lingkungan fisik. Kondisinya menjadi runyam karena eksistensi dinas pemadam kebakaran belum dikelola dengan baik. Institusi dinas kebakaran juga masih belum memiliki peralatan dan standard operation procedure yang baik sesuai dengan skala resiko yang aktual. Untuk itulah pentingnya segera membenahi tata kelola dinas kebakaran. Serta merancang sistem proteksi kebakaran yang berdasarkan peraturan yang berlaku atau prescriptive design. Peraturan yang terkait dengan proteksi kebakaran tercantum dalam Undang-undang Bangunan Gedung No. 20 tahun 2008, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum, NSPM/SNI dan Peraturan Daerah.

Pendekatan lain untuk merancang sistem penanggulangan kebakaran adalah dengan prinsip performance based fire protection design. Yaitu merancang sistem proteksi kebakaran berdasarkan kinerja beban kebakaran ( fire loading ). Pendekatan ini berdasar pada prinsip bahwa peraturan saja tidak cukup dalam merancang sistem penanggulangan kebakaran. Untuk merancang sistem diatas dibutuhkan pengetahuan tentang aspek-aspek yang terkait dengan kebakaran. Misalnya pengetahuan tentang beban api (fire loading), proses pertumbuhan api, heat transfer, serta pengetahuan untuk membuat model kebakaran.

Institusi pemadam kebakaran sebaiknya memiliki program, prosedur, dan organisasi untuk mencegah penyebaran kebakaran lebih luas pada suatu wilayah. Untuk meminimalkan bahaya tersebut, dinas pemadam kebakaran harus memiliki road map atau kerangka kerja dan sistem informasi yang menyeluruh. Peran dinas pemadam kebakaran saat ini perlu direstrukturisasi sehingga karakternya berubah dari peran pemadam menjadi fungsi antisipatif yang proaktif mencegah kebakaran.
Hingga kini sistem perkotaan belum memiliki sistem dan manajemen pencegahan kebakaran yang andal. Selain itu budaya keselamatan dan kedisiplinan warga kota dalam menggunakan listrik dan api belum baik. Program penanggulangan kebakaran yang ideal adalah dimulai dengan idealisasi tata ruang dan konsistensi dalam mengontrol ijin menggunakan bangunan. Langkah yang sangat penting tetapi sering terabaikan adalah belum adanya pemetaan kegiatan publik yang rawan kebakaran. Untuk itu perlu dilakukan penilaian atau audit yang menyangkut beberapa variabel penyebab kebakaran.
Kebakaran pada umumnya disebabkan oleh faktor kelalaian manusia seperti akibat hubungan arus pendek listrik. Celakanya, standar pencegahan kebakaran yang berupa penyediaan peralatan hidran, sprinkler, dan pemadam api portabel masih kurang. Kompleksitas bahaya kebakaran membutuhkan beberapa inovasi dan konsistensi manajemen perkotaan. Budaya perkotaan selama ini menunjukan bahwa kesadaran dan kedisiplinan yang berhubungan dengan alat-alat penanggulangan kebakaran masih rendah. Kondisinya bertambah mengkawatirkan ketika dinas perkotaan belum memiliki data yang akurat menyangkut spesifikasi, data base kondisi fisik dan building historical yang bisa diakses secara cepat bila terjadi kasus kebakaran.

Untuk mengatasi masalah kebakaran bangunan gedung dan infrastruktur publik, sebenarnya sudah ada pengaturan, pembinaan dan pengawasan teknis antara lain dengan menetapkan UU tentang Bangunan Gedung. Namun, hingga kini keberadaan UU tersebut belum efektif untuk menanggulangi musibah kebakaran. Karena kondisi aktual di lapangan masih banyak hal-hal yang menyimpang. Antara lain ketentuan tentang jarak gedung dan jumlah lantai. Misalnya aturan untuk bangunan dua lantai harusnya jarak bangunan dengan pagar minimal empat meter. Jarak gedung dengan pagar untuk setiap penambahan satu lantai jaraknya bertambah setengah meter. Namun, ketentuan diatas banyak yang dilanggar dengan alasan terbatasnya luas tanah. Faktor penting lainnya adalah harus tersedia tangga darurat lengkap dengan petunjuk arahnya di dalam ruangan. Tangga ini harus ada setiap jarak paling jauh 20 meter. Ruangan tangga ini harus lebih tinggi tekanannya daripada di dalam ruangan, agar api tidak menjalar ke ruangan tangga darurat. Ruang tangga ini harus terisolasi oleh pintu tahan api, yang tahan dari jilatan api selama tiga jam. Pintu kebakaran ini akan menutup secara otomatis bila suhu ruangan mencapai 70 derajat Celsius. Pintu darurat ini hanya dapat dibuka dari satu sisi yaitu dari arah dalam. Namun, dalam prakteknya banyak gedung bertingkat yang menggunakan ruang darurat tersebut untuk keperluan yang lain.

Untuk mewujudkan manajemen antisipasi dan penanggulangan kebakaran dibutuhkan infrastruktur dan sistem informasi perkotaan yang mampu menyajikan data-data fisik bangunan kota secara detail dan cepat. Sehingga jika terjadi musibah kebakaran petugas bisa bertindak secara tepat dan cepat karena mengetahui struktur didalamnya. Selain itu pemerintahan kota sebaiknya memiliki rancangan skenario kebakaran untuk fasilitas publik maupun kawasan industri. Rancangan skenario kebakaran itu tentunya berdasarkan rancangan beban kebakaran berdasarkan asumsi: konstruksi dan lay out bangunan, sistem utilitas, fungsi dan tingkat pemakaian bangunan, beban combustible serta pemakai bangunan. Semua asumsi yang mendasari desain bangunan harus didokumentasikan dengan baik dan mudah diakses.

Untuk membuat rancangan skenario kebakaran dibutuhkan informasi yang lengkap mengenai bangunan dan segala isinya serta informasi tentang penghuni atau pengguna bangunan. Informasi penting mengenai bangunan terkait dengan rancangan skenario kebakaran antara lain sistem konstruksi yang menunjukkan angka resistansi terhadap api, fire cuttoffs, lay-out, dan services bangunan ( listrik, gas, HVAC, komunikasi). Rancangan skenario kebakaran diatas harus bisa menggambarkan fasilitas untuk bahaya kebakaran seakurat mungkin. (*)

Kamis, 16 Agustus 2012

Kemerdekaan dan Potret Buram Keadilan Sosial


Daily Investor, 16 Agustus 2012
 
           Pada HUT Kemerdekaan RI yang ke-67 ini pentingnya menggelorakan nilai keadilan sosial. Karena nilai yang terkandung dalam sila ke-5 Pancasila tersebut kini semakin amorfik alias tidak memiliki bentuk. Untuk itulah dibutuhkan kepemimpinan yang memahami konsep dan aksi nyata guna mewujudkan keadilan sosial yang lebih progresif ditengah himpitan liberalisasi. Tak bisa dimungkiri, tipe kepemimpinan nasional kini seperti burung Onta yang suka menyembunyikan realitas dan mengabaikan fakta buruk terkait potret buram keadilan sosial.
       Elite bangsa semakin tidak berdaya mewujudkan keadilan sosial. Padahal, keadilan sosial merupakan faktor yang sangat krusial karena bisa menempatkan Republik Indonesia sebagai negara gagal. Memang, tidak ada jalan pintas untuk mewujudkan keadilan sosial. Tetapi bangsa ini memiliki dialektika perjuangan untuk menjadi bangsa besar. Karena telah digembleng oleh berbagai situasi dan kegentingan dalam lintasan sejarahnya. Celakanya, jalan untuk mewujudkan kadilan sosial di negeri ini kini telah dirusak oleh praktik korupsi.
            Proses globalisasi telah merubah kehidupan warga dunia. Globalisasi bidang ekonomi melahirkan negara-negara industri dan korporasi raksasa, di sisi lain memarjinalkan negara-negara miskin. Globalisasi dalam bidang politik mengakibatkan semakin berkurangnnya kekuasaan negara karena perkembangan ekonomi dan budaya global. globalisasi budaya menyebabkan dunia dewasa ini dalam keadaan khaos. 
           Berkaitan dengan globalisasi terhadap konsep etnis dan bangsa ada hal yang menarik terjadi dalam proses tersebut, yang oleh Naisbitt disebut sebagai paradoks, yang menimbulkan efek diferensiasi dan sekaligus homogenisasi. Efek diferensiasi terlihat pada runtuhnya negara Uni Soviet akibatnya munculnya sub budaya etnis atau etnosentrisme. Negara yang dulunya terdiri dari pelbagai jenis etnis kini terurai ke dalam negara-negara kecil akibat munculnya nilai-nilai budaya etnis. Masalah semacam itu telah disadari benar oleh para founding fathers negara kita, sehingga memilih semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan pengakuan terhadap nilai-nilai sub budaya yang dari bangsa Indonesia yang bhinneka (berbeda-beda) namun keseluruhannya diikat oleh satu cita-cita untuk menciptakan budaya nasional yang diterima sebagai puncak budaya etnis. 
         Kini para pemimpin dan elit politik suka menutup mata seolah-olah tidak ada persoalan krusial terkait keadilan sosial. Mereka juga belum memilki konsep yang tepat terkait dengan implementasi keadilan sosial. Pada prisipnya konsep keadilan sosial  didasarkan atas prinsip  hak asasi manusia dan egalitarianisme. Konsep tersebut mestinya bisa dijabarkan lebih konkret lagi di bidang perekonomian misalnya melalui kebijakan pajak progresif, reforma agraria, redistribusi pendapatan, bahkan redistribusi kekayaan.  Kebijakan-kebijakan diatas dimaksudkan untuk menciptakan kesempatan yang lebih merata dalam struktur masyarakat dan untuk menciptakan persamaan outcome yang dapat menanggulangi ketidakmerataan yang terbentuk sebagai akibat penerapan sistem keadilan prosedural.
           Menurut Louis Kelso dan Mortimer Adler, dalam konsep keadilan ekonomi terdapat tiga prinsip esensial yang bersifat interdependen, yaitu partisipasi, distribusi, dan harmoni. Ketiganya membentuk konstruksi keadilan ekonomi dalam masyarakat. Jika satu di antaranya hilang, niscaya konstruksi keadilan sosial menjadi runtuh. Diperlukan peran tegas negara sebagai pengendali, karena distorsi dalam sistem pasar yang bebas akan menciptakan ketidakadilan dalam dirinya sendiri. Seperti dikemukakan oleh Joseph Stieglitz, selalu ada faktor asymetrical information dalam mekanisme kerja pasar bebas. Yang menyebabkan kebebasan itu sendiri menjadi tidak adil dalam dirinya sendiri.
          Konsep dan strategi untuk mewujudkan keadilan sosial secara progresif bisa dilihat pada bangsa Tiongkok. Padahal, bangsa yang jumlah penduduknya mencapai 1,34 miliar jiwa itu memiliki neraca sumber daya alam dibawah Indonesia. Kini, seluruh dunia mengakui bahwa keadilan sosial bagi bangsa Tiongkok hampir terwujud. Hal itu ditandai dengan dinamika kelas menengah yang luar biasa. Peran signifikan untuk mewujudkan keadilan sosial terletak pada sekitar 300 juta warga kelas menengah disana.
         Padahal, pada tahun 90-an Tiongkok masih tergolong miskin dengan PDB per kapita masih dibawah US$ 1.000. Bahkan masih banyak penduduk yang berpenghasilan di bawah US$ 300. Kini, wajah keadilan sosial bangsa Tiongkok terlihat dalam angka. Salah satu contoh, pada 2011 saja, sekitar 17 juta mobil terjual disana. Sehingga menempatkan negeri itu menjadi pasar terbesar dunia mengalahkan AS.  Hebatnya lagi, rata-rata pembeli Mercedes Benz di Tiongkok berusia 39 tahun, sedangkan di AS sudah berusia 53 tahun. 
      Kini, gaya hidup 1,34 miliar warga Tiongkok telah memengaruhi roda perekonomian dunia. Tak pelak lagi, semua perusahaan multinasional telah menggantungkan produknya kepada pasar Tiongkok.  Jika para pemimpin Tiongkok mampu mewujudkan keadilan sosial bagi  rakyatnya, mestinya pemimpin di negeri ini juga bisa. Dengan catatan berbagai masalah yang menjadi halangan dan rintangan untuk mewujudkan keadilan sosial harus diganyang bersama sebagai musuh bangsa.
       Potret buram keadilan sosial di Indonesia terlihat jelas dalam rasio pendapatan masyarakat. Semakin tinggi jarak antara strata tertinggi dengan strata terendah, struktur masyarakat itu dianggap tidak berkeadilan. Ukuran universal yang dianggap ideal antara pendapatan tertinggi dan terendah dalam rasio 1:7. Analoginya jika buruh misalnya memperoleh pendapatan 100 dolar per bulan, maka idealnya gaji Presiden tidak lebih dari 700 dolar. Faktanya, di Indonesia kini jarak yang berlaku antar pendapatan tertinggi dan terendah justru sangat jauh. Banyak warga yang bekerja dengan pendapatan Rp.500 ribu per bulan, sedangkan pada tingkat elit, ada orang yang berpendapatan hingga Rp. 500 juta per bulan. Artinya, rasionya adalah 1 : 1.000. Dengan begitu potret keadilan sosial semakin kelam dan menjauhi cita-cita kemerdekaan.

Selasa, 24 Juli 2012

Jokowi dan Strategi Leapfrogging



Oleh Harjoko Sangganagara | Investor Daily. Minggu, 15 Juli 2012 | 0:35

Kemenangan pasangan Jokowi-Ahok dalam putaran pertama Pemilukada DKI Jakarta telah melucuti kredibilitas lembaga survei. Betapa melesetnya analisis dan prediksi lembaga survey terkait dengan hasil Pemilukada DKI.

Tampaknya industri polling dan lembaga survei telah tertampar oleh fenomena tipping point yang kini digenggam oleh Joko Widodo–Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok). Jika kita simak buku best seller karangan Malcolm Gladwell yang berjudul The Tipping Point, fenomena itu akan tergambar secara gamblang. Pada prinsipnya fenemona tipping point adalah saat ajaib ketika sebuah ide, perilaku, pesan, atau produk bisa menyebar seperti virus ganas yang mampu menduplikasi dirinya secara deret ukur.

Untuk mengenali tipping point secara mendalam, sebaiknya kita memahami istilah The law of the few (hukum tentang yang sedikit/ kecil), The stickiness (faktor kelekatan), dan The Power of context (kekuatan konteks). Tiga unsure itu akan menular, membesar, dan radikal.

Jokowi memiliki kar ya atau produk yang disasar dengan tepat yang menyebabkan terciptanya tren atau popularitas yang luar biasa. Salah satunya adalah baju kotak- kotak sebagai ikon kampanye. Sepak terjang Jokowi selama ini juga telah menguraikan beberapa fenomena tipping point dalam berbagai bentuk.

Fenomena itu telah mengubah cara berpikir semua pihak di negeri ini tentang bagaimana idealnya menyebarkan sebuah ide dan melakukan marketing politik secara efektif dan berbiaya murah. Mengingat selama ini betapa besarnya ongkos politik bagi peserta pemilukada.

Fenomena Getok Tular
Pasangan Jokowi-Ahok selama kampanye larut di tengah kehidupan rakyat secara apa adanya dengan pemikiran yang sangat generik, sehingga semuanya bisa dicerna oleh rakyat kecil sekalipun. Strategi kampanye Jokowi yang rendah hati dan mengedepankan nilai gotong royong telah melahirkan fenomena word of mouth atau getok tular.

Strategi kampanye Jokowi mengandung sesuatu yang bernama faktor kelekatan dan kekuatan konteks. Faktor kelekatan adalah sejumlah cara tertentu untuk membuat sebuah kesan mudah menular dan terus diingat. Faktor kelekatan menyiratkan perubahan atau aksi langsung dan berulang-ulang untuk memicu epidemik positif. Strategi kampanye dengan fenomena word of mouth atau getok tular itu sesuai dengan teori Gladwell yang mengkaji tren-tren dalam dunia untuk menemukan petunjuk-petunjuk tentang cara membuat sebuah ide menjadi sangat menular.

Hasil Pemilukada DKI Jakarta putaran pertama juga mengindikasikan bahwa rakyat kini membutuhkan kepemimpinan yang transformatif, yakni kepemimpinan yang tidak sekadar kepemimpinan politik, tapi juga kepemimpinan yang memiliki kapasitas dan daya kreativitas. Tampaknya kepemimpinan yang transformatif telah diidam-idamkan oleh warga Ibu Kota. Apalagi masa depan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya kreatifnya.

Ekonomi kreatif akan menjadi pilar kelangsungan hidup bangsa. Tentunya, mulai sekarang para pemimpin bangsa mesti berpikir keras dan cerdik. Selain itu, mereka harus memiliki konsep pembangunan yang hebat untuk mengarahkan dan memfasilitasi rakyat untuk mengembangkan ekonomi kreatif yang menjadi andalan masa depan. Ekonomi kreatif yang berbasis lokalitas akan menjadi mata pencaharian sebagian warga negara. Dengan demikian ekonomi kreatif harus bisa bersaing secara global.

Konsepsi dan langkah inovasi dari Jokowi yang ditumpahkan dalam entitas Solo Technopark telah berlangsung secara sukses. Ini akan menjadi modal kepercayaan rakyat bahwa dirinya merupakan pemimpin yang transformatif. Dukungan Jokowi terhadap mobil Esemka hasil karya anak negeri semakin memperbesar kapasitas kepemimpinan transformatif itu.

Pemikiran dan agenda aksi Jokowi terkait dengan kreativitas dan daya inovasi warga kota sejalan dengan pemikiran Lester Carl Thurow, seorang guru besar dari Massachusets Institute of Technology (MIT) Amerika Serikat. Dia mengatakan, di masa mendatang peran sumber daya alam sebagai modal dasar untuk keunggulan suatu bangsa akan berkurang bahkan akan habis. Peran itu akan berada di tangan sumber daya manusia yang cerdas dan kreatif.

Strategi Lompatan Katak
Kepemimpinan transformatif Jokowi juga mampu mendefinisikan kembali orientasi dan strategi pembangunan daerah agar sesuai dengan semangat zaman. Bahkan boleh dikatakan strategi pembangunan Jokowi lebih membumi dan lebih rasional dibandingkan dengan strategi pembanguan pemerintah pusat yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Strategi pembangunan Jokowi berhasil mentransformasikan pasar tradisional di Solo menjadi entitas ekonomi yang modern dan berdaya saing. Tak mengherankan jika Jokowi kemudian berhasil menempatkan dirinya sebagai salah satu walikota terbaik di dunia. Sementara itu, strategi MP3EI yang terkesan eksklusif dan texbook thinking itu hingga kini belum menjadi strategi yang ampuh untuk meningkatkan nilai tambah bangsa.

MP3EI masih menjadi barang asing bagi rakyat dan kurang menarik bagi kalangan investor. Kita bisa analogikan strategi pembangunan Jokowi yang progresif dan transformatif di atas dengan istilah leapfrogging atau lompatan katak. Menurut Murphy, istilah leapfrogging pada mulanya digunakan untuk menunjukkan betapa cepatnya dua negara yang kalah perang, yakni Jerman dan Jepang dalam mengejar kemajuan teknologi dan industri.

Dalam konteks lompatan katak di atas, jika Jokowi nantinya terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta, ada baiknya ia harus membebaskan dirinya dari beban dan jeratan partai politik. Ini penting, agar dia bisa memperbaiki strategi sebelumnya, untuk selanjutnya mampu melakukan lompatan besar demi kemajuan DKI Jakarta.

Senin, 02 Juli 2012

Eupsychian Management dalam BUMN


Oleh Harjoko Sangganagara |Daily Investor.  Kamis, 14 Juni 2012 | 10:31

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, hanya 30% badan usaha milik negara (BUMN) mendapatkan proyek dengan cara jujur. Selebihnya, para pengelola BUMN itu kongkalikong alias menyuap calon mitra kerja untuk mendapatkan proyek.

Kondisi BUMN yang rawan suap dan intervensi politik itu disebabkan oleh pola rekrutmen direksi dan komisaris yang mengabaikan aspek moralitas, kejiwaan, dan gaya hidupnya. Padahal, betapa pentingnya aspek moralitas dan kejiwaan dari pengelola BUMN.

Arti penting kejiwaan dan moralitas seorang eksekutif juga sangat relevan dengan kondisi korporasi global saat ini. Para eksekutif perusahaan multinasional akhir-akhir ini memang sering dituding culas dan tidak peka terhadap kondisi yang tengah mendera perekonomian global.

Tak kurang dari Presiden Amerika  Serikat Barack Obama sering mengecam sikap para eksekutif perusahaan yang suka bancakan bonus, padahal perusahaannya minta bailout. Publik di sana juga berang melihat gaya hidup supermewah para chief excecutiv officer (CEO) yang notabene adalah pengemis dana talangan.

Jangan Hanya Kulitnya
Moralitas dan kejiwaan para eksekutif BUMN di negeri ini harus segera dibenahi. Searah dengan tren global, pentingnya pengelola BUMN yang memiliki tingkatan eupsychian management. Istilah eupsychian berasal dari akar kata eu yang berarti baik dan psyche yang berarti jiwa. Eupsychian management menjadikan korporasi bisa survive di tengah krisis dan semakin kompetitif dalam persaingan global.

Beberapa korporasi yang boleh dikatakan kebal krisis adalah korporasi yang para CEO-nya memiliki tingkatan eupsychian management yang sudah teruji. Mereka antara lain Google, Apple, dan IBM. Jiwa korporasi Google tercermin dalam slogan “Don’t be evil”, yang mengokohkan dirinya dalam tren ekonomi dunia ke knowledge based economy.

Selama ini, Menteri BUMN Dahlan Iskan kerap mencuri perhatian public dengan pernyataannya yang khas. Sebaiknya gaya manajemen Dahlan Iskan untuk membenahi BUMN jangan hanya menyentuh kulit-kulitnya saja. Perihal praktik suap yang banyak dilakukan oleh pengelola BUMN, proses hukum sebaiknya diterapkan secara keras kepada mereka.

Lebih dari itu, proses perekrutan dan mekanisme seleksi pengelola BUMN harus dilakukan secara fair dan kredibel. Cara Dahlan Iskan yang suka main tunjuk pengelola BUMN dengan alasan masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu II yang tinggal sebentar lagi memang tidak bisa diterima akal sehat. Kinerja BUMN hingga kini masih belum membaik secara signifikan, tak sebanding dengan total aset seluruh BUMN. Kontribusi melalui dividen yang mencapai Rp 29,9 triliun, pajak Rp 100,7 triliun, dan privatisasi Rp 2,1 triliun perlu diteliti lebih lanjut.

Tak bisa dimungkiri lagi bahwa kondisi BUMN di negeri ini sedang diwarnai oleh perilaku direksi dan komisaris yang gemar menyembunyikan realitas dan mengabaikan fakta buruk yang harus dihadapi. Pada era globalisasi sekarang ini sebetulnya sebuah BUMN tidak perlu dikelola oleh sosok yang kuat atau populer. Yang lebih dibutuhkan adalah pengelola BUMN yang tidak banyak bicara, tidak terlibat politik praktis, tidak suka mengeluh dan berani mendobrak birokrasi yang eksistensinya membelit jalannya korporasi.

Bahkan dalam postulat bisnisnya yang saat ini menjadi referensi utama para CEO kaliber dunia, Jack Welch secara tegas menyerukan agar para eksekutif harus bisa membebaskan diri dari belenggu birokrasi. Celakanya, pada era sekarang ini birokrasi BUMN justru menjadi semakin tambun. Birokrasi yang tambun itu, selain tidak efektif, juga bisa membangkrutkan keuangan perusahaan.

Kredo kepemimpin BUMN yang efektif adalah yang kuat mengonsumsi fakta dalam menjalankan tugasnya, bukan yang lihai merekayasa citra dirinya dengan hal-hal klise. Banyak pengelola BUMN saat iniyang menyembunyikan fakta-fakta yang sebenarnya. Filosofi “Menyelamatkan pasien Cito” yang dulu merupakan visi dan misi Dahlan Iskan untuk membenahi ketenagalistrikan nasional masih relevan dijalankan. Istilah pasien Cito tersebut mengibaratkan BUMN seperti pasien yang harus segera dirawat secara intensif.

Jauhi Konflik Kepentingan
Konsepsi dan kebijakan tentang postur jabatan pengelola BUMN sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan zaman. Jumlah komisaris dan direksi BUMN pada saat ini masih terlalu banyak. Ironisnya, BUMN yang tergolong tidak sehat karena sepanjang waktu tidak bisa mencetak keuntungan juga dijejali oleh sederet komisaris dengan gaji tinggi.

Proses penjaringan komisaris BUMN pada saat ini juga seperti “arisan” bagi para mantan menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan para tim sukses pemilu presiden. Proses itu jauh dari sifat transparansi dan tanpa ukuran yang jelas. Kinerja para komisaris BUMN jadinya sulit diukur. Apalagi mereka tidak bekerja secara teratur. Kedudukan dan fungsi komisaris di BUMN dinilai oleh banyak pihak justru sering menjadi ganjalan.

Masih relevan survei terhadap ratusan perusahaan multinasional yang dilakukan oleh majalah Fortune. Hasil survei itu menyatakan bahwa 40% dewan pengawas atau komisaris di perusahaan multinasional hanya berfungsi sebagai tukang stempel. Memang ada langkah reformasi BUMN, namun semuanya masih berjalan di tempat karena terbelit oleh persoalan conflict of interest dari pengelola.

Penerapan praktik good corporate governance tidak bisa berjalan dengan baik dan hanya sekadar menjadi hiasan. Kinerja komisaris BUMN terlihat mandul karena kurang memiliki kompetensi bisnis dalam mengelola perusahaan. Kondisinya sangat kontradiktif dengan definisi corporate governance yang dirumuskan Thomas L Wheelen & J David Hunger, yakni bagaimana pihak-pihak inti yang berkepentingan dengan perusahaan saling berinteraksi dan bersinergi secara cepat. Pihak-pihak itu adalah pemegang saham (shareholders), pengelola (top management), dewan pengawas atau komisaris (board of directors).

Model komisaris yang ideal bagi BUMN adalah model Catalyst, yakni model yang pro-aktif dalam melakukan kontrol dan evaluasi kinerja korporasi. Cara yang efektif untuk mendapatkan komisaris model Catalyst adalah dengan merekrut mereka yang berasal dari luar birokrasi atau di luar sistem kekuasaan.

Rabu, 23 Mei 2012

Menciptakan Karakter Lokal Sebuah Bandara



Oleh Harjoko Sangganagara | Daily Investor. Minggu, 6 Mei 2012 | 13:09

Pembenahan bandar udara (bandara) untuk menghadapi persaingan global perlu terus dilakukan. Selain harus memenuhi regulasi dan teknologi terkini, pembangunan bandara harus juga memperhatikan karakter lokal.

Karakter lokal itu penting bagi semua kategori atau klasifikasi bandara yang ada di negeri ini. Karakter lokal tersebut menyangkut arsitektur bangunan, aplikasi customer relationship management (CRM) penerbangan dan juga mengenai aspek konvergensi informasi yang bisa menggambarkan potensi lokal sebaik-baiknya.

Konsep dan karakter lokal bandara sangat penting diperhatikan. Bandara mestinya bisa menjadi ikon lokalitas. Oleh sebab itu, bangunan terminal utama bandara sebaiknya memiliki konsep yang modern tapi tetap memiliki filosofi tradisional. Begitu juga teknologi informasi di bandara harus mampu menyajikan secara praktis tentang potensi daerah dan konten lokal berupa destinasi wisata, event budaya, keanekaragaman hayati, dan produk lokal.

Arsitektur bandara sebaiknya dirancang dengan filosofi sederhana tapi indah, supaya bandara itu tidak menjadi tempat yang semrawut dan membingungkan. Orientasi dan arah antara bagian darat seperti bagian check-in dan bagian udara seperti ruang tunggu mesti dikonsep dengan nuansa budaya lokal.

Filosofi dan konsep bangunan utama bandara dengan nuansa local mesti diaplikasikan dengan rancangan atap tinggi namun tetap mengalir di kedua sayap yang menuju ke pintu pemberangkatan. Rancangan atap yang mengalir adalah terjemahan dari konsep fisika teknik, yaitu peluruhan aliran semburan udara. Aliran udara itu untuk mengatur suhu udara (air conditioning). Konsep AC di bangunan terminal utama untuk menyediakan tingkat kenyamanan umum bagi keseluruhan bangunan atau yang biasa disebut dengan sistem makro environmental.

Menyambut Era ‘Open Sky’
Reputasi bandara di negeri ini mestinya tidak tercoreng oleh gangguan keamanan di sekitar bandara, seperti kasus penembakan pesawat di Papua baru-baru ini yang menewaskan beberapa orang. Selain itu, kasus pilot yang memakai narkoba beberapa waktu yang lalu juga sangat mencoreng.

Untuk itu, betapa pentingnya membenahi eksistensi klinik kesehatan awak pesawat di seluruh bandara negeri ini. Klinik kesehatan sebaiknya berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk general medical check up yang ditunjang dengan laboratorium.

Kasus pilot narkoba sebagaimana pernah terjadi beberapa waktu lalu tidak boleh terjadi lagi karena hal itu dapat menjadi batu sandungan bagi penerbangan sipil di Indonesia terkait dengan strategi untuk meningkatkan keselamatan penerbangan. Kasus tersebut merupakan pukulan telak menjelang era open skies, yakni era yang memberikan kebebasan kepada maskapai penerbangan negara lain.

Dalam situasi darurat, seperti terjadinya gangguan listrik, bencana alam, kerusuhan politik, hingga blokade bandara oleh demonstran, aktivitas di bandara harus tetap dijaga agar bisa di-running dengan baik. Begitupun pelayanan prima terhadap konsumen harus tetap bisa dijalankan.

Untuk itulah pentingnya modul-modul CRM yang terintegrasi antara maskapai dengan otoritas bandara. Dalam kasus terjadinya kelumpuhan di Bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu, misalnya, maka modul CRM bisa menjadi dewa penolong bagi para penumpang yang jadwal perjalanannya dilanda ketidakpastian.

Tidaklah mengherankan jika perusahaan penerbangan terkemuka seperti Singapore Airline  menerapkan CRM yang salah satu modulnya bernama frequent flyer. Dalam CRM itu data membership dapat dikelola menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kepuasan bagi pelanggannya. Segala bentuk interaksi pelanggan dikumpulkan, entah itu lewat telepon, email, masukan situs, atau hasil pembicaraan langsung dengan stafnya.

Strategi bisnis menyeluruh dari CRM Singapore Airline ini memungkinkan perusahaan secara efektif bisa mengelola hubungan baik dengan para pelanggan. Modul frequent flyer yang dijalankan oleh Singapore Airline juga online dengan berbagai maskapai penerbangan lainnya, seperti Silk Air, Virgin Atlantic, Star Alliance Airlines.

Belajar dari Suvarnabhumi
Tahapan pembangunan dan pengembangan bandara di negeri ini bisa mencontoh Bandara Suvarnabhumi di Thailand. Kemilau Suvarnabhumi telah menjadi pusat kargo terbesar di Asia Tenggara. Prestasi itu terwujud karena adanya visi dan misi yang tangguh dalam membangun bandara di tengah persaingan ketat.

Visi yang tangguh tersebut terlihat dengan adanya beberapa event yang melibatkan berbagai entitas bisnis penerbangan. Event tersebut, antara lain Air Freight Asia Conference Exhibition, Star Alliance, dan event lainnya yang bertujuan menyinergikan jasa bandara.

Dalam acara itu, Cargo and Mail Commercial Department Thai Airliner mengadakan pameran dengan display dan mempresentasikan kegiatan serta layanannya di Bandara Suvarnabhumi. Kargo Thai Airliner di Bandara Suvarnabhumi meliputi wilayah seluas 90.000 meter persegi dengan kemampuan menyediakan layanan kargo hingga dua juta ton per tahun.

Visi yang tangguh dalam membangun Bandara Suvarnabhumi juga terlihat dengan kegigihan dalam membentuk Star Alliance yang merupakan sinergi penerbangan bersama dengan Thai Airways International Public Company Limited. Mereka bersinergi guna menentukan serangkaian proyek yang memberikan keuntungan bersama dalam konteks operasional Bandara Suvarnabhumi.

Star Alliance merupakan sinergi penerbangan terbesar di dunia dengan anggotanya 15, yang merupakan jaringan penerbangan gabungan dunia terdiri atas Air Canada, Air New Zealand, All Nippon Airways, Austrian Airways, Asiana Airlines, Lufthansa German Airlines, LOT Polish Airlines, Mexicana Airlines, SAS, Spanair, Singapore Airlines, Thai Airways International, United Airlines serta VARIG Brailian Airlines. Star Alliance melayani jaringan dunia lebih dari 700 bandara dari 128 negara dengan akses meliputi 500 lounge di seluruh dunia

Penulis adalah dosen STIA Bagasasi Bandung

Minggu, 08 April 2012

Kesenjangan Mutu Pendidikan dan Bisnis Bimbingan Belajar

Oleh Harjoko Sangganagara |Daily Investor. Sabtu, 31 Maret 2012 | 21:56

Permintaan Wantimpres agar pelaksanaan ujian nasional (UN) dihentikan memiliki dasar yang kuat. Apalagi sudah ada putusan Mahkamah Agung agar pemerintah menghentikan dulu pelaksanaan UN jika syarat-syarat pemerataan kualitas dan layanan pendidikan di semua sekolah belum terpenuhi.

Tak bisa dimungkiri bahwa selama ini pelaksanaan UN telah melenceng dari tujuan yang sebenarnya. Itulah sebabnya berbagai pihak termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menuntut segera penghapusan UN. Hingga kini penyelenggaraan UN belum bisa dilakukan secara efektif.

Bahkan penyelenggaraan UN terkesan mubazir karena hasilnya belum bisa menjadi faktor penentu masuk perguruan tinggi negeri. Penyelenggaraan UN belum memuaskan masyarakat, baik dari aspek pembiayaan maupun sebagai metode evaluasi pendidikan yang digunakan sebagai standardisasi kelulusan tingkat sekolah.

Semua ini terjadi mulai dari jenjang sekolah dasar, menengah, hingga atas. Sudah begitu anggaran ujian nasional terus meningkat dan semakin menyedot pembiayaan masyarakat.

Kesenjangan Mutu Pendidikan
Anggaran UN tahun 2012 senilai Rp 580 miliar dinilai beberapa kalangan jumlahnya terlalu tinggi dan bernuansa pemborosan. Angka tersebut tidak realistis karena hanya untuk menentukan kelulusan siswa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) seharusnya bisa melakukan efi-siensi anggaran UN. Selain menyedot anggaran Negara yang cukup besar, UN juga menyedot anggaran masyarakat dan anggaran sekolah terkait dengan kegiatan siswa sebelum pelaksanaan UN.

Ada beban tambahan yang cukup signifikan bagi orangtua murid dan sekolah untuk menyongsong UN. Meskipun pemerintah menyatakan bahwa UN di semua tingkatan gratis, tetap saja orangtua murid dan sekolah mengeluarkan biaya yang cukup besar dalam bentuk seperti pembayaran uang bimbingan belajar dan try out untuk menghadapi UN. Pelaksanaan UN juga mendorong tumbuhnya bisnis bimbingan belajar (bimbel) yang eksklusif dan mahal. Padahal, esensi bimbel dan try out sebenarnya bisa dilakukan secara murah dan efektif lewat internet.

Ketidakberesan dalam tahapan penyelenggaraan UN masih saja terjadi. Seperti kasus dimana sejumlah siswa yang prestasinya dalam setiap semester bagus, tetapi justru tidak lulus dalam UN. Bahkan, masih ada SMA dan SMK yang seluruh siswanya tidak lulus UN. Keganjilan tersebut bisa jadi disebabkan oleh ketidakberesan sistem informasi elektronik yang digunakan untuk mengoreksi lembar jawaban komputer (LJK).

Selama ini UN juga banyak diwarnai dengan kebocoran soal dan modus kecurangan lain yang justru dilakukan oleh para guru karena takut jika anak didiknya banyak yang tidak lulus, sehingga bisa menjatuhkan reputasi sekolah dan reputasi pemerintah daerah. Ketidakberesan di atas menyebabkan panitia pusat seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri menolak menggunakan nilai ujian nasional sebagai acuan untuk penerimaan mahasiswa baru.

Apalagi validitas hasil UN hingga kini masih diragukan mengingat Kemendikbud merilis wilayahwilayah mana yang tingkat kejujurannya rendah. Selain itu, sering dijumpai siswa lulus ujian nasional dengan nilai tinggi di suatu daerah, tetapi ternyata prestasinya tidak berbanding lurus ketika mendaftar di perguruan tinggi negeri.

Penyelenggaraan UN juga memiliki dampak ekonomi yang cukup besar. Selain biaya yang besar dan sistem logistik yang ruwet. UN juga berdampak menjamurnya bisnis bimbel hingga ke pelosok-pelosok daerah. Bisnis bimbel mendatangkan keuntungan yang cukup besar dan bisa menyerap sarjana pengangguran sebagai tenaga kerja bisnis bimbingan belajar.

Ironisnya, masyarakat justru menganggap bahwa bisnis bimbel memiliki metode dan fasilitas pengajaran yang lebih baik dibanding sekolah. Sayangnya, bisnis bimbel yang kredibel memasang tarif yang sangat tinggi, sehingga sulit terjangkau siswa kebanyakan. Kemajuan teknologi informasi sebetulnya bisa dimanfaatkan untuk menyelenggarakan bimbel yang bersifat online yang bisa diakses lewat internet.

Bimbingan Belajar Online
Eksistensi bisnis bimbel menjadi dilematis. Di satu sisi eksistensi bisnis bimbel mendorong terjadinya liberalisme pendidikan, di sisi yang lain eksistensi bimbel bisa mendorong para guru untuk memperbaiki mutu dan metode pengajaran. Apalagi, sekarang ini banyak guru yang sibuk dengan urusan pribadinya terkait dengan program sertifikasi guru.

Tak bisa dimungkiri bahwa metodologi pengajaran bimbel memberikan daya tarik tersendiri dengan penemuan-penemuan khusus berupa rumus-rumus jitu yang dapat menyelesaikan soal secara kilat dan akurat. Selain itu faktor penunjang berupa teknologi informasi dan komunikasi seperti peraga multimedia pendidikan dan e-Learning. Hal ini karena market driven strategy dari bisnis bimbel berorientasi pada kepuasan siswa melalui pelayanan yang unggul. Faktor itu mestinya diterapkan oleh manajemen sekolah.

Sehingga penyelenggaraan pendidikan bisa semakin efektif dan bermutu. Pentingnya penyelenggaraan bimbel yang bersifat online yang bisa diakses seluruh siswa dengan biaya yang murah. Sistem bimbel online bersifat modular dan object based (berbasis objek) sehingga prosesnya dapat interoperable dan dapat menawarkan bermacam-macam platform teknologi.

Selain itu, materi bimbel sebaiknya bisa secara rutin diposkan dalam jejaring sosial seperti Facebook. Terintegrasinya bimbel dengan social media dan pendekatan inovatif untuk pembelajaran online maka penyelenggaraannya menjadi efektif, digemari siswa, dan sangat murah. Sudah saatnya pemerintah menjadikan bimbel online sebagai infrastruktur yang strategis untuk mengatasi kesenjangan mutu pendidikan nasional.

Melihat animo masyarakat yang begitu tinggi terhadap lembaga bimbel sekarang ini, mestinya Kemendiknas serius membangun infrastruktur bimbel online. Ironisnya, lembaga di bawah Kemendiknas yang berkompeten dengan hal di atas, yakni Jardiknas yang operasionalnya di bawah Pustekkom pada saat ini justru dalam kondisi stagnan alias mati suri.

Senin, 26 Maret 2012

Pendidikan Nonformal dan Gerakan Antipengangguran

Oleh Harjoko Sangganagara |Daily Investor. Sabtu, 3 Maret 2012 | 19:22

Maraknya tindak kekerasan di masyarakat merupakan indikasi adanya frustrasi sosial. Hal itu terjadi karena beberapa faktor yang saling memengaruhi, antara lain kemiskinan struktural, bertambahnya jumlah pengangguran akibat sempitnya lapangan kerja, dan ketimpangan sistem pendidikan.

Salah satu langkah untuk mengurangi frustrasi sosial adalah dengan penyelenggaraan pendidikan nonformal bagi generasi muda berpendidikan rendah. Penyelenggaraan pendidikan nonformal itu harus terkait dengan lapangan kerja dengan prinsip link and match dengan potensi sumber daya lokal.

Mestinya kebijakan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) yang meluncurkan Gerakan Penanggulangan Pengangguran (GPP) jangan sebatas program eksesif dan politis yang hanya membagi-bagikan uang ala sinterklas. Program GPP yang selama ini dilakukan pemerintah terlihat kurang sistemik sehingga dampaknya kurang meluas.

Tak bisa dimungkiri, gerakan antipengangguran yang dilakukan oleh Kemnakertrans baru sebatas acara seremonial bagi-bagi uang berupa dana dekonsentrasi bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian serta dana tugas perbantuan. Mestinya dana dekonsentrasi bidang ketenagakerjaan itu penggunaannya dilandasi oleh kondisi aktual di masyarakat.

Dimulai Krisis Pendidikan
Gerakan antipengangguran mestinya dilandasi oleh kondisi objektif dan kualifikasi para pengangguran sekarang ini. Fakta menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di negeri ini yang paling kritis dan kompleks persoalannya adalah para lulusan SLTA, SLTP hingga tidak tamat SD. Mereka itu belum mendapatkan skema dan program ketenagakerjaan yang layak. Nasib mereka terabaikan oleh negara dan dibiarkan begitu saja mengais rejeki sedapat-dapatnya.

Mestinya gerakan antipengangguran diawali dengan reinventing pendidikan nonformal yang bermuatan produktivitas dan kreativitas sesuai dengan kemajuan zaman. Reinventing dalam arti menemukan kembali arti penting pendidikan nonformal sesuai dengan semangat dan kemajuan zaman akan bisa memberikan bekal praktis bagi para penganggur.

Sayangnya, pendidikan nonformal yang diselenggarakan pada saat ini terlihat asal-asalan dengan muatan atau content yang sudah usang. Organisasi pendidikan nonformal di tingkat kecamatan yang disebut pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) dan di tingkat kabupaten/kota yang disebut sanggar kegiatan belajar (SKB) tidak mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman. Sialnya lagi, organisasi di atas terbelenggu oleh penyakit birokrasi yang kronis. Melihat kondisi di atas pentingnya sinergi antara Kemnakertrans dengan Kemdikbud untuk reinventing pendidikan nonformal di negeri ini.

Semua pihak harus sadar bahwa akar dari masalah pengangguran itu karena adanya krisis pendidikan. Ada baiknya kita menengok sejarah dunia, di mana pada 1967 di Williamburg, Virginia AS diselenggarakan konferensi internasional tentang “Krisis Kependidikan Dunia”. Inisiatif itu datang dari mantan guru sekolah dasar yang nantinya berhasil menjadi Presiden Amerika Serikat, yakni Lyndon B Johnson. Pelaksanaan konferensi diorganisasi oleh James A Perkin, Rektor Universitas Cornell.

Berdasarkan kertas kerja dari konferensi yang diikuti oleh 150 pemimpin negara maju maupun berkembang itu diambil beberapa langkah dan kesepakatan global. Pertama, pentingnya merangkai satu kesatuan fakta mendasar dari krisis kependidikan, lalu dibuatkan strategi untuk menghadapinya.

Kedua, mencari metoda yang sistematik dan tidak terkeping-keping. Perubahan lingkungan yang fantastik terjadi akibat sejumlah revolusi dunia dalam bidang iptek, politik, ekonomi, demografi, dan tatanan sosial. Sistem pendidikan juga tumbuh dan berubah dengan cepat, namun tidak mampu beradaptasi dengan perubahan di sekitarnya.

Konsekuensinya timbul kesenjangan antara sistem pendidikan dan lingkungannya, yang merupakan esensi dari krisis kependidikan dunia. Rekomendasi penting dari konferensi di atas adalah mengenai peranan penting pendidikan pada lingkungan ketiga yang dikenal dengan lingkungan masyarakat atau biasa disebut pendidikan nonformal.

Pendidikan melalui lingkungan masyarakat atau pendidikan nonformal memiliki berbagai nama, seperti adult education (pendidikan orang dewasa), continuing education (pendidikan lanjutan), on-the-job training (latihan kerja), accelerated training (latihan dipercepat), farmer or worker training (latihan pekerja bagi petani), dan extension service (pelayanan pendidikan tambahan).

Mendekati Negara Maju
Pendidikan nonformal dapat menjadi pelengkap dari pendidikan formal, terlebih jika dikaitkan dengan keterbatasan-keterbatasan yang diakibatkan karena adanya krisis. Efektivitas dan pelaksanaan pendidikan nonformal dapat dilihat perbedaannya pada kasus negara maju/industri dan negara berkembang.

Pada negara maju, seperti di Eropa dan Amerika Utara, pendidikan nonformal dipandang sebagai pendidikan lanjutan bagi kehidupan seseorang. Pendidikan seumur hidup (life long education) sangat berarti dalam memajukan dan mengubah masyarakat karena tiga alasan: (1) untuk memperoleh pekerjaan; (2) menjaga ketersediaan tenaga kerja terlatih dengan teknologi dan pengetahuan baru yang diperlukan untuk melanjutkan produktivitas; (3) memperbaiki kualitas dan kenyamanan hidup individu melalui pengayaan kebudayaan dengan memanfaatkan waktu luang (leisure time).

Pada negara yang sedang berkembang, pendidikan nonformal dijalankan asal-asalan (minimalis), dan perannya baru sebatas mendidik kaum petani, pekerja, usahawan kecil dan lainnya yang tidak sempat bersekolah. Peran lainnya adalah untuk meningkatkan kemampuan dari orang-orang yang memiliki kualifikasi pendidikan rendah agar mereka bekerja lebih efektif. Pada era globalisasi sekarang ini sistem pendidikan nonformal di negeri ini harus ditransformasikan sehingga pelaksanaannya bisa mendekati negara-negara maju

Kamis, 08 Maret 2012

Degradasi Infrastruktur dan Keselamatan Transportasi

Oleh Harjoko Sangganagara | Daily Investor, Selasa, 14 Februari 2012 | 6:50


Malapetaka kecelakaan lalu lintas angkutan darat (bus) sering terjadi belakangan ini. Kondisi operasional angkutan bus antarkota yang riskan dan terdegradasinya infrastruktur jalan raya non-tol merupakan hantu transportasi yang terus bergentayangan mencari mangsa. perasional perusahaan angkutan darat banyak diwarnai oleh pengemudi yang berkelakuan ugal-ugalan. Akibatnya, jalan raya menjadi mesin pembunuh sekaligus pencetak kerugian moril dan materiil yang sangat besar.

Untuk menghadapi masalah tersebut diperlukan berbagai langkah-langkah tegas, antara lain uji kelayakan bus secara ketat serta pencegahan awak bus menggunakan alkohol dan narkoba. Uji kelayakan tersebut terutama untuk bus antarkota antarprovinsi (AKAP) dan antarkota dalam provinsi (AKDP). Petugas harus ekstra tegas melihat beberapa indikator uji kir, antara lain kondisi stir terasa kocak atau tidak, asap kendaraan, kondisi ban, rem lain-lain. Kondisi bus AKAP dan AKDP yang kebanyakan sudah tua dan sarat masalah menjadi ancaman yang terus mengintai.

Eksistensi undang-undang tentang Jalan yang memberikan wewenang besar kepada pemerintah daerah untuk membenahi jalan sesuai dengan semangat otonomi daerah ternyata justru menambah panjang ruas jalan non-tol yang rusak. Padahal, setiap tahunnya pemerintah meraup dana yang sangat besar dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor.

Non-tol Anak Tiri
Kecelakaan angkutan bus selama ini banyak disebabkan oleh faktor human error dan diperparah lagi dengan terdegradasinya konstruksi jalan non-tol dan minimnya rambu-rambu lalu lintas. Ruas jalan raya non-tol di pinggir jurang banyak yang tidak memiliki rambu dan konstruksi pembatas yang layak.

Pemerintah tidak berdaya, sehingga sering mengabaikan perawatan ruas jalan non-tol. Padahal, pertumbuhan kendaraan di negeri ini mencapai sekitar 10% per tahun. Di sisi lain, tingkat kerusakan jaringan jalan nasional semakin bertambah panjang tanpa bisa diatasi. Pemerintah terlalu asyik membangun ruas jalan tol. Akibatnya, jenis jalan nasional, provinsi, dan jalan kabupaten menjadi anak tiri yang kondisinya semakin memburuk.

Kondisi jalan raya non-tol hanya diperbaiki secara tambal sulam alias asal-asalan sehingga menyimpan potensi bahaya yang luar biasa. Pentingnya pemerintah pusat dan daerah mencari metode terbaik dalam melakukan pemeliharaan jalan raya non-tol sehingga memenuhi standar serta mencapai tingkat mutu pelayanan yang baik dengan biaya yang efisien. Hingga saat ini seruan publik yang meminta pengelola jalan non-tol untuk memenuhi standar pelayanan masih terabaikan. Ada masalah fatal dalam pemeliharaan jalan non-tol. Masalah tersebut terkait dengan buruknya inspeksi karena tidak dilakukan secara kontinu dan kurang teliti. Selain itu juga tidak akuratnya data base pemeliharaan karena jarang diperbarui.

Menurut survei Bapennas, ongkos sosial dan ekonomi dari jalan rusak yang diderita oleh masyarakat pengguna jalan mencapai sekitar Rp 200 triliun per tahun. Sedangkan perhitungan yang dilakukan oleh kementerian teknis menunjukkan bahwa untuk merehabilitasi kerusakan jalan setiap tahunnya dibutuhkan dana sekitar Rp 7 triliun. Jumlah di atas tidak pernah terpenuhi, sehingga terjadi backlog maintenance yang berdampak besar bagi kualitas kondisi jaringan jalan nasional.

Selain itu, tingkat kerusakan jalan akibat kelebihan beban dan sistem perawatan yang tidak memadai menyebabkan rusaknya jalan sebelum umur teknis jalan tersebut tercapai. Hal tersebut juga akan menyedot biaya tambahan untuk mempertahankan fungsi jalan tersebut dan mengurangi alokasi dana untuk ruas jalan yang lain.

Sekadar gambaran, infrastruktur jalan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Diperkirakan besarnya Road User Cost (RUC) atau biaya pengguna jalan di seluruh jaringan jalan nasional dan provinsi mencapai Rp 1,5 triliun per hari yang terdiri atas komponen biaya operasi kendaraan dan biaya waktu perjalanan. Secara umum kondisi jaringan jalan nasional beberapa tahun terakhir terus mengalami degradasi. Penyebab utama degradasi adalah kualitas konstruksi jalan yang rendah akibat korupsi anggaran dan penyimpangan proyek.

Beban Kerugian Ekonomi
Pada saat ini pengemudi bus, truk, mobil pribadi hingga sepeda motor telah banyak yang menjelma menjadi komunitas ugal-ugalan yang memerlukan penanganan yang lebih tegas dan konsisten. Menurut data statistik kepolisian, sekitar 84% kecelakaan di jalan raya disebabkan oleh faktor pengemudi. Melihat fakta itu, mestinya kelakuan pengemudi yang bersifat ugal-ugalan segera diperbaiki dengan membudayakan cara mengemudi yang benar. Kerugian ekonomi pertahun akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 3% dari pendapatan nasional bruto.

Mengingat banyaknya korban jiwa dan besarnya kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas, sudah mendesak usaha rekayasa budaya keselamatan jalan (road safety culture). Budaya keselamatan jalan raya sebenarnya sudah cukup lama ada, yakni sejak William Phelps Eno merintis rekayasa keselamatan jalan secara sistematik pada 1920-an di Amerika Serikat. Ia memperkenalkan apa yang disebut dengan Road Safety Management System (Sistem Manajemen Keselamatan Jalan). Sejumlah perguruan tinggi di negeri ini juga sudah memberikan perhatian dengan membuka jurusan manajemen transportasi.

Tapi, secanggih apa pun pengetahuan tentang manajemen transportasi, “budaya keselamatan” tetap harus berakar pada kehidupan masyarakat bangsa ini juga. Negeri ini yang katanya sarat dengan nilai budaya santun, toleran, dan hati-hati dalam bertindak, semestinya memiliki derajat yang tinggi dalam hal budaya keselamatan lalu lintas. Namun, hal itu belum terwujud, salah satunya, diakibatkan buruknya implementasi Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

Penulis adalah dosen STIA Bagasasi Bandung

Selasa, 21 Februari 2012

Menumbuhkan Budaya Inovasi

Harian Jurnal Nasional | Sabtu, 3 Dec 2011

Harjoko Sangganagara
Doktor Pendidikan UPI Bandung, Pengajar di STIA Bagasasi

MASALAH kebudayaan mulai mendapat perhatian serius dengan dibentuknya pos Wakil Menteri untuk menangani kebudayaan Indonesia agar bisa menjadi pilar penting dalam pembangunan bangsa. Bahwa kebudayaan dalam arti luas memerlukan perumusan kebijakan yang diikuti dengan program strategis yang membidangi kebudayaan.

Eksistensi portofolio kebudayaan dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (Kemendikbud) harus artikulatif terhadap perkembangan zaman. Eksistensinya jangan semata-mata untuk mengatasi hal-hal yang eksesif seperti: pencurian benda cagar budaya hingga pembajakan seni tradisi oleh pihak asing. Kebudayaan nasional mestinya bisa menjadi leverage atau daya ungkit kemajuan bangsa.

Masalah kebudayaan menjadi hal yang strategis bagi perjalanan bangsa ke depan. Terutama usaha menumbuhkan budaya inovasi sebagai kunci persaingan bangsa ke depan. Selain itu, kebudayaan juga bisa membentuk dan memajukan korporasi dan ketatanegaraan. Secara teoritis, kebudayaan adalah kumpulan nilai, kepercayaan, perilaku, kebiasaan, dan sikap yang membedakan suatu masyarakat dari yang lainnya.

Kebudayaan mencerminkan perilaku yang dipelajari (learned behaviour) yang ditularkan dari satu anggota masyarakat ke yang lainnya. Kebudayaan suatu masyarakat sangat menentukan ketentuan-ketentuan yang mengatur bagaimana aktivitas bisnis atau perusahaan dijalankan dalam masyarakat. Pada era globalisasi kini, masalah karakteristik kebudayaan masih perlu diperhatikan karena mempunyai relevansi dengan bisnis internasional. Sebab itu, strategi kebudayaan yang fokus terhadap budaya inovasi dirasa penting.

Bicara tentang inovator, kita pihatin lantaran negeri ini ternyata memiliki indeks inovasi yang rendah. Laporan International Innovation Index pada 2009 menempatkan negeri ini berada di posisi ke-71 dari 108 negara yang diukur. Indeks di atas merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sebab, posisi itu pun ternyata berada di bawah negara tetangga, yakni Malaysia dan Thailand.

Rendahnya indeks inovasi bangsa Indonesia diperparah lagi karena birokrasi dan para ilmuwan atau teknolog secara tidak langsung telah menjadi makelar teknologi dan agen vendor asing. Korupsi yang menjamur di negeri ini antara lain juga disebabkan karena ilmuwan adalah tukang yang sering merekomendasikan impor teknologi yang memboroskan keuangan negara.

Impor teknologi, selain memboroskan, juga semakin membuat bangsa ini tersandera oleh vendor asing. Contoh yang aktual adalah megaproyek e-KTP, yang menghabiskan anggaran besar itu, ternyata perangkatnya didominasi oleh komponen impor. Industri dalam negeri dan lembaga ristek hanya dipinjam benderanya. Padahal, teknologi e-KTP mestinya bisa diinovasi dan diproduksi secara mandiri oleh lembaga ristek dan industri dalam negeri.

Menumbuhkan budaya inovasi jangan hanya bersifat seremonial. Kegiatan inovatif sebaiknya dilakukan oleh masyarakat luas dalam bentuk yang bervariasi. Pada prinsipnya, sumber inovasi, baik itu produk atau proses, merupakan proses belajar (learning). Dalam konteks ekonomi makro, learning itu sebagai salah satu komoditas ekonomi yang penting, sementara prosesnya dapat terjadi melalui berbagai mekanisme, baik secara perorangan, kelompok, maupun kelembagaan.

Agar rakyat mampu melakukan kegiatan inovatif maka harus ada upaya meningkatkan kemampuan ilmu dan teknologinya, yaitu dengan memperkuat kapasitas learning-nya. Jadi, aliran informasi dan knowledge dari sumber-sumber ilmu dan teknologi ke masyarakat perlu terus menerus difasilitasi lewat wahana pendidikan formal maupun nonformal.

Budaya inovasi di negeri ini akan membaik jika daya kreativitas masyarakat ditumbuhkan dengan berbagai infrastruktur dan insentif. Pada dasarnya, kreativitas dapat berkembang di semua lini sejauh negeri ini menghargai dan mendorong warga bangsa untuk berkreasi. Dalam persaingan global yang sengat ketat dewasa ini diperlukan berbagai right brain training untuk menggenjot daya kreativitas warga bangsa.

Menurut Steve Jobs, kreativitas berarti kemampuan untuk mengaitkan berbagai macam hal atau bidang sehingga menjadi produk yang memiliki nilai tambah ekonomi. Salah satu alasan mengapa Jobs menjadi orang kreatif ialah karena ia menghabiskan waktunya untuk mengamati perilaku kehidupan dan mencari pengalaman-pengalaman baru. Contoh, ia gemar mengamati rancangan alat dapur atau proses layanan tamu di hotel. Hasilnya, fakta, Job telah mengaplikasikan ide-ide dari berbagai lintas bidang yang telah dilihatnya menjadi produk yang sangat inovatif.

Budaya inovasi dengan titik berat proses kreatif dan inovatif sebaiknya menjadi muatan kurikulum di sekolah-sekolah. Kita ingat, saat yang lalu ada mata pelajaran prakarya atau kerajinan tangan yang mewajibkan siswa berkreasi: membuat produk barang sehari-hari. Mestinya mata pelajaran tersebut digalakkan lagi dengan konten yang lebih relevan dengan tantangan zaman.

Dengan napak tilas proses kreatif Steve Jobs, kita akan menyadari pentingnya penyelarasan pola pikir kreatif warga bangsa dalam berbagai disiplin ilmu. Ternyata, modus kreativitas bisa lahir dari berbagai disiplin ilmu lalu bersenyawa menjadi produk yang luar biasa. Itulah sebabnya, konsultan desain terkemuka di dunia semakin menyinergikan SDM-nya yang latar belakangnya sangat berbeda. Mulai dari seniman, insinyur, ahli material, programer teknologi informasi hingga psikolog. Semuanya bersinergi melakukan proses kreatif untuk melahirkan produk inovatif yang unggul.

Di masa datang, kekuatan ekonomi dunia ditentukan oleh value manusia, yakni talenta, imajinasi, dan kreativitas. Untuk menumbuhkan budaya inovasi diperlukan rekayasa sosial lintas keilmuwan dengan memberikan peran yang berarti kepada para budayawan untuk mengelola kebudayaan sehingga tidak terkesan alot atau pun kuno.

Selasa, 17 Januari 2012

Manajemen Risiko Infrastruktur

Oleh Harjoko Sangganagara | Daily Investor. Rabu, 18 Januari 2012 | 10:34

Banjir yang melumpuhkan jalan tol ruas Jakarta-Merak merupakan potret buram dari betapa buruknya kualitas pembangunan infrastruktur. Pembenahan infrastruktur pascabanjir yang sering dilakukan secara tambal sulam pun hanya akan menjadi bulan-bulanan banjir lagi di kemudian hari

Betapa ironisnya, banjir yang merendam jalan tol tersebut mencapai ketinggian hingga satu meter. Bahkan, di kilometer 57–59, ketinggian air mencapai 1,5 meter. Akibatnya, infrastruktur transportasi yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera terputus.

Fenomena alam berupa air laut pasang dan terjangan banjir akibat meluapnya daerah aliran sungai (DAS) merupakan ancaman serius terhadap infrastruktur transportasi. Ini harus ditangani secara komprehensif. Pemerintah sepertinya tidak berdaya menghadapi fenomena alam di kawasan pantai utara (pantura) itu. Apalagi ekosistem di pantai utara Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat itu sudah rusak.

Hampir setiap musim hujan, kondisi daerah sepanjang pantura Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat seperti tergencet oleh dua fenomena kekuatan alam. Fenomena yang pertama adalah banjir pantai atau ombak pasang lautan yang semakin menggerus garis pantai lalu melibas ke arah selatan hingga merendam jalan tol.

Sedangkan fenomena kedua merupakan banjir kiriman dari hulu DAS yang semakin mengganas. Akibatnya, berbagai infrastruktur di daerah pantura berulang kali mengalami kerusakan yang parah.

Degradasi Infrastruktur
Berbeda dengan penanganan pasca-banjir di DKI Jakarta yang infrastrukturnya begitu cepat dibenahi, maka banjir di pantura, yang masuk wilayah Banten dan Jawa Barat selama ini hanya diatasi secara tambal sulam. Itulah yang mengakibatkan semakin terjadinya degradasi infrastruktur, lingkungan, dan sosial. Ironisnya lagi, hingga saat ini pemerintah juga belum menerapkan risk management secara benar guna meminimalkan kerugian akibat banjir.

Menerapkan manajemen risiko untuk infrastruktur, permukiman, dan pertanian, baik untuk proyek skala besar, sedang, maupun kecil adalah penting, agar, ketika puncak musim hujan datang, daerah pantura memiliki ketahanan yang lebih baik. Dalam menghadapi ancaman banjir Pemprov Banten, misalnya, belum terlihat serius dan belum memiliki contingency plan. Sebagai hilir DAS Cisadane dan lain-lain, daerah Pantura telah menerima beban limpahan banjir akibat rusaknya ekosistem di hulu.

Untuk itulah pentingya pembenahan dan rehabilitasi ekosistem DAS Cisadane dan lainlain secara total dan konsisten. Idealnya, DAS Cisadane membutuhkan beberapa bendungan untuk mengendalikan bencana banjir. Daerah langganan banjir di pantura membutuhkan infrastruktur yang memiliki tingkat keandalan untuk menghadapi banjir. Untuk itu dibutuhkan perancanaan, criteria teknis, dan analisis terhadap banjir.

Dampak komulatif dan frekuensi terjadinya banjir yang diukur secara akurat dalam jangka waktu tertentu sangat berguna untuk menentukan spesifikasi pembangunan infrastruktur. Kerusakan infrastruktur yang sangat parah kini menimpa jalan, bangunan, tanggul, dan pintu air di daerah pantura. Untuk itu, perlu diterapkan konstruksi jalan beton yang dilapisi aspal dengan bahun jalan yang dilengkapi dengan sistem drainase yang volumenya lebih besar untuk mendapatkan ketahanan infrastruktur terhadap terjangan banjir di kemudian hari.

Idealnya, pembangunan infrastruktur di daerah rawan banjir harus memiliki ketahanan konstruksi dan fungsi dalam jangka waktu panjang. Sudah menjadi opini umum bahwa proyek-proyek pasca-banjir yang telah lalu bernuansa tambal sulam dan asal jadi. Ke depan, pemerintah seharusnya menetapkan filter dan standar persetujuan proyek pembangunan infrastruktur penanggulangan banjir yang sangat ketat.

Salah satu contoh pembuatan infrastruktur yang kurang memperhatikan kaedah adalah pintu air. Masih banyak pintu air yang hingga saat ini masih memakai cara-cara yang primitif. Begitu juga dengan system pintu air yang sudah memakai system mekanik ternyata banyak yang sudah rusak akibat kurang andalnya desain dan perawatan yang kurang memadai.

Kehancuran Mangrove
Banjir juga disebabkan oleh hancurnya ekosistem di daerah pantai atau hilir. Kerusakan dan kehilangan areal hutan mangrove atau hutan bakau-payau telah terjadi di sepanjang garis pantai utara provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Usaha reboisasi kawasan pantai yang gundul selama ini belum menunjukkan kemajuan. Akibatnya gerusan abrasi dan terjangan gelombang pasang semakin besar.

Karena kurang adanya langkah yang efektif dan terpadu untuk menjalankan program rehabilitasi, maka jutaan bibit mangrove dan pohon pantai lainnya tidak tertanam semestinya. Akibatnya, keganasan abrasi terus mengancam jalur jalan pantura sebagai sarana transportasi yang vital. Kerusakan hutan mangrove di pesisir pantai utara dari hari kehari semakin parah. Langkah reboisasi masih banyak yang gagal karena berbagai faktor termasuk korupsi.

Itulah yang mengakibatkan jutaan benih mangrove dan tanaman pantai lainnya gagal disemai. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan tidak berdaya menangani kehancuran hutan bakau. Keberadaan hutan mangrove juga dapat menjadi benteng hidup bagi gempuran ombak pasang, termasuk mampu meminimalkan efek bencana tsunami. Berdasarkan hasil penelitian ilmuwan dari Tohoku University Jepang, pohon mangrove dapat meredam energi gelombang tsunami secara signifikan.

Selain mencegah terjadinya abrasi dan erosi akibat gempuran ombak dan aliran sungai, hutan mangrove juga berfungsi sebagai filter biomekanis yang paling ampuh untuk mengurangi efek pencemaran lingkungan. Untuk itulah pemerintah daerah tiga provinsi itu harus serius membuat proteksi pada wilayah pantai utara, di antaranya dengan membuat jalur hijau sekurang-kurangnya 200 meter dari garis pantai berupa hutan mangrove dan tanaman pantai lainnya yang dapat berfungsi sebagai penahan gelombang.

Untuk reboisasi hutan mangrove yang rusak, pemerintah harus segera mengeluarkan aturan teknis menyangkut fungsi lindung, fungsi pelestarian, dan fungsi produksi. Jika tidak, kutukan mangrove berupa bencana akan selalu datang.

Penulis adalah dosen STIA Bagasasi Bandung