Sabtu, 25 Oktober 2014

Rabu, 10 September 2014

Resep Kemesraan Indonesia dengan Singapura


INVESTOR DAILY : 6 September 2014
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerima gelar kehormatan First Class Order of Temasek di Istana Kepresidenan, Singapura. Presiden SBY di depan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dan Presiden Tony Tan Keng Yam menyampaikan pidato penting usai mendapat gelar. Singapura dipandang sebagai salah satu mitra dagang yang sangat penting bagi Indonesia. Dirinya juga menyatakan bahwa gaya politik luar negeri Presiden terpilih Joko Widodo berkomitmen kuat untuk menjaga hubungan baik dengan negara tetangga. Hubungan Indonesia dengan Singapura sering diwarnai dengan pasang surut. Mestinya tantangan globalisasi saat ini memacu sinergitas hubungan kedua negara, sehingga berbagai peluang dan potensi globalisasi bisa dipetik bersama. Reaksi negatif dan berlebihan beberapa waktu lalu oleh pemerintah Singapura terkait dengan penamaan KRI Usman Harun bisa dijadikan indikasi bahwa diwaktu mendatang kedua negara masih harus menemukan resep hubungan yang lebih baik. Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Singapura sering terganggu dengan celotehan petinggi kedua negara. Antara lain celotehan Menteri senior Singapura Lee Kuan Yew yang waktu itu berceloteh bahwa Indonesia adalah sarang teroris. Lee gusar dan menuding ketidakmampuan Indonesia dalam memberantas terorisme. Menurutnya pemerintah Indonesia kewalahan karena tidak memiliki Internal Security Act ( ISA ). Celotehan serupa juga pernah dilakukan oleh mantan Presiden BJ Habibie yang menyatakan bahwa Singapura adalah noktah atau titik kecil ditengah samudra biru. Celotehan Habibie tersebut menyadarkan kepada semua pihak bahwa kegiatan perekonomian Indonesia hendaknya jangan tergantung kepada Singapura. Habibie gusar karena berbagai aktivitas bisnis dan investasi di Indonesia banyak yang berkantor pusat di Singapura. Implikasi terganggunya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Singapura adalah menguatnya sentimen ekonomi bagi rakyat Indonesia. Karena selama ini pihak Singapura telah menikmati begitu banyak keuntungan ekonomi, khusunya keuntungan dalam hal mendapatkan sumber daya alam (SDA) dari bumi Indonesia seperti gas alam, pasir laut, minyak dan lain sebagainya. Mengalirnya gas alam lewat pipa raksasa dengan volume yang sangat besar dari wilayah Indonesia ke Singapura selama ini mengundang kecemburuan sosial bagi rakyat Indonesia dan kalangan industri yang sering mengalami kelangkaan gas. Sangat ironis jika melihat gas alam dari Pulau Sumatera mengalir deras ke Singapura melalui pipa besar. Hingga kini gas alam yang mengalir ke Singapura dijual jauh lebih murah dari minyak dan tentu saja lebih bersih dan ramah lingkungan. Singapura menggunakan gas alam Indonesia untuk bahan bakar pembangkit listrik, industri, perhotelan dan untuk keperluan rumah tangga rakyat di Singapura. Ironisnya, selama bertahun-tahun rakyat Singapura menikmati gas alam Indonesia, dilain pihak rakyat Indonesia terpaksa memakai LPG atau elpiji yang harganya tiga kali lebih mahal dari gas alam dengan pipanisasi langsung ke Singapura. Gas alam itu hanya dijual 5 dollar AS / MMBTU ke negara tetangga. Berarti harga tersebut setara dengan seperempat dari harga BBM solar. Ironisme tersebut semakin mencuatkan rasa ketidak-adilan ketika kalangan industri di Indonesia sering kekurangan dan kesulitan mendapatkan pasokan gas. Dalam berbagai kesempatan dan lain waktu, hubungan Indonesia dengan Singapura memiliki dinamikan tersendiri. Pasang surut hubungan kedua negara itu ditandai dengan munculnya politik “rindu dendam". Fenomena itu terlihat juga pada saat pemerintahan Habibie dan Gus Dur. Secara telanjang Habibie telah memperlihatkan sikap yang kurang cocok atau tidak senang terhadap Lee Kuan Yew. Sedang Gus Dur yang semula menjadikan Lee sebagai penasehatnya, tiba-tiba menuduh Singapura sangat egois hingga melecehkan bangsa Melayu. Politik rindu dendam yang dipertontonkan oleh pejabat kedua negara terus berlangsung hingga saat ini. Pada saat prajurit KKO Usman dan Harun dihukum gantung oleh Pemerintah Singapura, waktu itu Presiden Soeharto sempat geram dan langsung menjadikan Usman dan Harus sebagai Pahlawan Nasional. Tetapi dalam perjalanan sejarah rezim orde baru, Soeharto lebih sering bersikap merindukan kehadiran petinggi Singapura. Bahkan hubungan pribadi Soeharto dengan Lee begitu dekat dan sering terlihat tanpa batas protokoler kenegaraan. Pada akhir tahun kekuasaan SBY juga diwarnai dengan suasana rindu-dendam kedua belah pihak. Namun begitu, pantas dicatat bahwa secara pribadi SBY menempatkan Singapura sangat istimewa. Hal itu terlihat dengan aktivitas pendidikan anak SBY dan kegiatan bisnisnya yang berbasis di negeri singa itu. Pemerintahan SBY juga pernah merasa rindu sekali terhadap berbagai entitas negara kota itu. SBY begitu merindukan untuk berjualan masterplan pembangunan NAD ke Singapura setelah bencana tsunami. Setelah Presiden Soeharto lengser, hubungan kedua negara sering diwarnai ketidak mesraan dan selalu diselimuti oleh sikap emosional. Begitupun, para politisi di Senayan semakin agresif menyerang peran negara kota Singapura yang dinilainya banyak merugikan kepentingan Indonesia. Namun begitu, bangsa Indonesia sebaiknya juga menjunjung tinggi rasionalitas dan kejujuran terkait posisi strategis Singapura. Meskipun wilayahnya kecil namun memiliki peran ekonomi regional yang cukup penting. Kita tidak bisa menutup mata bahwa sebagian besar aktivitas bisnis di Indonesia di kendalikan dari Singapura. Begitu pula basis investasi, perbankan dan pasar modal juga tidak jauh berbeda. Bahkan Singapura hingga kini merupakan surga pelarian bagi koruptor Indonesia. Dimasa mendatang kedua pemerintahan sebaiknya mencari terobosan diplomasi disertai dengan mencari resep kemesraan untuk hubungan kedua negara. Kegiatan perekonomian Indonesia hendaknya tidak tergantung dengan Singapura. Namun demikian, posisi Singapura juga tidak bisa diabaikan. Karena mampu menggalang potensi ekonomi etnis Tionghoa perantauan yang memiliki solidaritas dan potensi yang besar. Solidaritas dan potensi itu terlihat dari kiprah Tionghoa perantauan dalam menyelenggarakan Shijie Huashang Dahui atau Kovensi Wiraswasta Tionghoa sedunia. Konvensi pertama terjadi di Hotel Mandarin di pusat keramaian Orchard Road di Singapura pada 1991. Penyelenggaraan World Chinese Entrepreneurs Convention yang kedua pada tahun 1993. Konvensi internasional etnis Tionghoa perantauan kedua tersebut implementasinya agak istimewa, karena terbentuk wadah dan jaringan bisnis yang kokoh dan solidaritas etnis. Nan Yang Inc merupakan wadah para pengusaha keturunan Tionghoa di Asia Tenggara dan merupakan komponen World Chinesse Entrepreuners Convention ( WCEC ). Diperkirakan wadah diatas memiliki aset setara dengan tiga kali cadangan devisa seluruh negara ASEAN.
*) Dosen STIA Bagasasi Bandung, Doktor Administrasi UPI.

Minggu, 31 Agustus 2014

Menkeu Prorakyat

Pikiran Rakyat |30 Agustus 2014





Oleh : Harjoko Sangganagara *)

 Sosok Menteri Keuangan (Menkeu) bisa menjadi gambaran publik seperti apa haluan ekonomi pemerintahan baru dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Melihat kondisi APBN 2015, terbayang betapa beban berat Menkeu baru sudah didepan mata. Publik berharap adanya revolusi fiskal agar APBN dan kebijakan fiskal betul-betul bisa menjadi alat yang efektif untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kewenangan luar biasa yang ada ditangan Menkeu yang termaktub dalam undang-undang harus diakselerasi sehingga bisa membawa kesejahteraan rakyat. Antara lain kewenangan yang terkait dengan insentif fiskal. Apalagi jika nantinya ada kenaikan harga BBM bersubsidi, beberapa sektor tentunya membutuhkan insentif yang tepat. Seperti insentif terhadap usaha angkutan penumpang dan barang terkait dengan pengadaan suku cadang, kredit usaha, pajak dan lain-lainnya. Karena tanpa insentif yang benar sektor usaha tertentu akan terpuruk dan mati.

Revolusi fiskal terkait dengan tiga aspek, yakni revolusi penerimaan negara, alokasi dan efisiensi belanja secara ketat, serta manajemen pengelolaan APBN yang anti bocor. Terkait dengan revolusi penerimaan negara, perlunya membongkar kebiasan lama yang buruk terkait dengan tatakelola pajak. Pentingnya merancang ulang pajak progresif pada kelompok berpendapatan atas. Dibutuhkan mekanisme yang tegas terkait ketaatan bayar pajak dan penurunan kebocoran pajak harus dibuat maksimal lewat perubahan fundamental sistem maupun teknologinya. Terutama untuk mengatasi kebocoran pajak di sektor migas, pertambangan, impor dan barang mewah. Revolusi fiskal juga harus mencegah alokasi belanja yang selama ini habis untuk kepentingan birokrasi (belanja pegawai dan barang), juga untuk sektor-sektor yang kurang terkait dengan hajat hidup rakyat luas. Dalam situasi penyelenggaraan negara yang kurang efektif dan disana-sini masih terlihat boros seperti sekarang ini, dibutuhkan sosok Menkeu yang pro-rakyat dan sekaligus mampu menciptakan inteligensi keuangan negara. Pro-rakyat dalam arti memiliki mahzab yang kuat dalam hal pembagian kue pembangunan yang berbasis keadilan sosial. Hal itu tercermin dalam politik anggaran nasional dan daerah. Selama ini proses penyusunan anggaran kurang menyerap aspirasi rakyat luas. Akibatnya, postur anggaran belum menampakan harapan baru dari sisi kepentingan rakyat luas. Bahkan mencuatkan berbagai kekawatiran sehubungan dengan lemahnya elemen pengendalian dan pengawasan. Pentingnya menyehatkan politik anggaran di daerah agar tidak terjadi ketimpangan dan kebocoran. Jika dilihat dari volumenya maka kebanyakan APBD kurang signifikan dibandingkan dengan faktor demografi, geografis serta pertumbuhan IPM. Para penguasa daerah cenderung memutuskan belanja untuk sektor publik masih dibawah belanja birokrasi. Buruknya proses dan kualitas penyusunan APBD merupakan indikasi bahwa kebijakan keuangan di negeri ini belum pro-rakyat.

Terkait dengan nilai tukar rupiah Menkeu baru perlu mengadopsi pemikiran Herman Minsky seperti yang tersirat dalam bukunya yang berjudul “Stabilizing the unstable economy”. Buku tersebut bisa dijadikan referensi untuk menghadapi turbulensi perekonomian yang mungkin akan mengguncang bangsa Indonesia lagi. Selama ini para akademisi dan praktisi ekonomi mengenal istilah Minsky Moment untuk menggambarkan ekonomi yang berada dalam kondisi turbulensi. Kini istilah tersebut menjadi relevan kembali setelah sekian lama tertimbun oleh keangkuhan neoliberalisme. Selama ini pasar telah berjalan di jalur bebas hambatan. Hampir semua rejim pemerintahan di muka bumi ini menciptakan kondisi yang memungkinkan pasar bekerja dengan sempurna, termasuk di antaranya membuat UU yang memuluskan pergerakan barang, jasa, dan keuangan, pembentukan lembaga-lembaga pendukung, serta mencegah segala rupa gangguan yang datang dari individu atau kelompok terhadap bekerjanya mekanisme pasar tersebut. Intinya, dalam rejim neoliberal, peran negara adalah tut wuri handayani, mendukung dari belakang.

 Namun, setelah sekian lama apa yang terjadi. Ternyata daya dan upaya diatas justru mengakibatkan turbulensi yang tiada henti-hentinya. Dengan kondisi diatas, banyak pihak yang merekomendasikan inversi atau membalik situasi yang menyebabkan turbulensi tersebut. Yakni memberlakukan kebijakan dimana sebaiknya pasar tidak lagi dilepas sebebas-bebasnya. Dibalik rekomendasi tersebut, bekerja model analisis yang melihat krisis yang terjadi selama ini bersifat siklikal yang bersandar pada teori siklus bisnis (bussines cycle), yang populer disebut Minsky Moment. Teori siklus bisnis itu secara sederhana dinyatakan adanya dua periode. Pada mulanya adalah periode optimisme dalam pasar finansial, yang ditandai oleh tindakan agresif dan ekspansif dari pemberi dan penerima pinjaman karena adanya peluang keuntungan besar di masa depan yang bisa diraih segera. Akibatnya, dalam periode ini, kehati-hatian dalam pasar diabaikan, praktek spekulasi sangat dominan sehingga menggiring pada periode yang disebut “the death of business cylce”. Lalu muncul periode yang pesimis, yang ditandai oleh hilangnya kepercayaan pada pelaku pasar yang kemudian menyebabkan terjadinya krisis finansial.

Jika Keyness dikenal dengan rekomendasi untuk mengedepankan kebijakan moneter dibandingkan dengan stimulus fiskal. Dan kebijakan untuk melahirkan surplus budget ketika periode pertumbuhan sehingga ada ruang pergerakan untuk membawa siklus bisnis ke wilayah soft landing jika terjadi ketidak stabilan atau gangguan turbulensi. Maka Minsky mengusulkan cara yang berbeda. Ia lebih menekankan pada bahaya yang dihadapi oleh suatu bangsa yang mengalami turbulensi ekonomi, yakni apa yang disebutnya dengan fenomena ketidak pastian aliran investasi yang dapat mengganggu aliran dana segar atau cash flow pada saat terjadi turbulensi atau gangguan perekonomian. Gangguan ini melahirkan apa yang disebutnya dengan tajuk volatility of investment. Dalam bukunya Minsky menjelaskan mengapa ekonomi suatu bangsa bisa rentan jika berhadapan dengan fluktuasi dan bagaimana mungkin kita memiliki instrument untuk memagari perambatan fluktuasi yang terjadi. Menurutnya proses yang menyebabkan financial fragility bersifat alamiah yang inheren ada sebagai kekuatan tersembunyi yang bekerja dalam sistem ekonomi suatu bangsa. Minsky lebih mengedepankan peranan inovasi dan daya entrepreneurship untuk mengambil resiko sebagai faktor penggerak utama dari siklus bisnis. Hanya dengan program inovasi yang tepat dan menularkan entreprenuership kepada rakyat luas yang mampu mengatasi turbulensi ekonomi.

 Tantangan lain bagi Menkeu baru adalah bagaimana mewujudkan inteligensi sistem keuangan negara. Sehingga ekosistem keuangan negara bisa menjadi sistem cerdas yang bisa membantu secara baik proses pembangunan. Beberapa rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa penyerapan anggaran khususnya pada akhir tahun selalu bermasalah dan penuh resiko merupakan penyakit lama yang perlu dituntaskan Menkeu baru. Banyaknya temuan yang menyatakan bahwa penyerapan anggaran sering tidak sesuai dengan ketentuan harus dielaborasi secara detail. Begitu juga dengan perilaku penyerapan anggaran belanja yang menumpuk pada akhir tahun, yang notabene merupakan kesempatan empuk bagi koruptor harus dicegah secara sistemik.


 *) Dosen STIA Bagasasi Bandung.

Industri Batik dan Ancaman Produk Impor


Kontan Harian Bisnis dan Investasi | Selasa 19 Agustus 2014



Oleh : Harjoko Sangganagara *)

 Hari raya keagamaan merupakan peluang emas bagi industri atau pengrajin batik dan produk turunannya. Selama bulan Ramadan hingga Hari Raya Idul Fitri permintaan produk batik meningkat pesat. Sayangnya, momentum ini terancam dan tergerus oleh serbuan batik impor yang jauh hari sudah menduduki pasar domestik. Pentingnya insentif bagi pengrajin batik, terutama batik tulis di sentra kerajinan batik yang ada di negeri ini. Agar entitas tersebut bisa meningkatkan produknya untuk menambah stok guna menghadapi lebaran 2014. Apalagi pada saat itu banyak wisatawan nusantara yang berkunjung ke sentra kerajinan batik tulis. Para perajin saat memasuki bulan puasa sudah mulai meningkatkan produksinya untuk kepentingan stok menghadapi kunjungan wisatawan lebaran tahun ini. Namun begitu, volumenya kurang memadai bila dibandingkan dengan volume batik impor. Kondisinya semakin memprihatinkan karena volume produk batik selundupan dari luar negeri juga cukup signifikan.


Data yang dilansir Badan Pusat Statisik (BPS ) menyebutkan bahwa setiap tahunnya impor batik cap mencapai 677,4 ton senilai 23,3 juta dolar AS. Dan kain tenun yang dicetak dengan proses batik berjumlah 199,2 ton, senilai 1,8 juta dolar AS. Volume impor yang cukup besar itu juga disertai dengan harga yang lebih murah dibanding batik lokal. Kondisi tersebut jelas menggerus keuntungan usaha dan mengancam usaha batik lokal. Pemerintah hendaknya jangan terlena dan menghibur diri dengan asumsi bahwa batik Tiongkok bukanlah batik, melainkan kain bermotif batik. Asumsi itu bisa berakibat fatal. Pasalnya selain harganya murah, batik Tiongkok juga memiliki bermacam motif yang menarik dan desainnya terus berkembang. Tak pelak lagi, batik Tiongkok telah menguasai sekitar 30 % pangsa pasar domestik. Dan diprediksi akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Ironisnya, pemerintah belum melakukan langkah yang berarti menghadapi kondisi diatas.

 Pentingnya pragmatisasi sistem usaha dan produksi batik lokal lewat berbagai inovasi dan perbaikan proses kreatif. Bangsa Indonesia kurang bisa mempertahankan momentum tahun keemasan produk batik Indonesia pada 2009. Saat United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization atau UNESCO mendeklarasikan Batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Momentum tersebut juga kurang berhasil dimanfaatkan untuk meningkatkan harkat hidup para pengrajin dan buruh batik tradisional. Mestinya, selain menjadi warisan budaya yang termashur batik juga harus bisa menjadi leverage ekonomi kerakyatan. Apalagi banyak daerah yang mulai mengembangkan industri batik dengan motif khas daerahnya. Dari aspek budaya, hukum, ilmu pengetahuan dan teknologi batik adalah asli Indonesia . Teknologi pembuatan batik di Indonesia pada prinsipnya berdasarkan resist dyes technique atau teknik celup rintang. Untuk membuat motif batik umumnya dilakukan dengan cara tulis tangan dengan canting tulis (batik tulis atau batik painting), menggunakan cap dari tembaga disebut (batik cap), dengan jalan dibuat motif pada mesin printing (batik printing), dengan cara dibordir disebut batik bordir, serta dibuat dengan kombinasi.

Dimasa mendatang perlunya eksplorasi motif-motif unik untuk meningkatkan daya saing global. Motif unik itu bisa mengambil bentuk-bentuk bangunan bersejarah, flora, fauna dan keindahan alam di Indonesia . Pemerintah dan pengusaha batik seringkali kurang menghargai para pembatiknya. Status pembatik belum dikategorikan sebagai profesi formal ataupun seniman. Mereka adalah pekerja informal yang mudah dicampakkan karena tidak tersentuh peraturan ketenagakerjaan. Masih banyak diantara mereka yang upahnya masih dibawah UMR. Upah atau imbalan buruh industri batik masih dibawah buruh industri TPT. Timpangnya besaran upah karena sistem kerja dan sistem pengupahan yang berdasarkan borongan. Selama ini jaringan bisnis perajin batik merupakan jaringan tradisional yang sangat rentan. Jaringan itu mulai pengadaan bahan baku hingga pemasaran. Sampai saat ini masih jarang lembaga sejenis koperasi yang dapat membantu perajin batik mengatasi masalah penyediaan bahan baku dan bahan pendukung serta mekanisme pemasaran.

 Pemerintah pusat dan daerah mestinya memberikan insentif berupa bantuan konkrit kepada industri batik tradisional. Bantuan itu antara lain memberikan pelatihan yang berkaitan desain produk. Memberikan perlindungan hak paten pada motif batik khas daerah. Membantu penerapan standardisasi mutu produk melalui pelatihan Standar Nasional Indonesia (SNI). Pemerintah juga harus ikut berperan memperluas pemasaran yaitu melalui terobosan pasar dan pameran lokal dan internasional. Industri batik tradisional merupakan usaha home industry yang mengandung nilai ketahanan budaya yang strategis dilihat dari sudut integrasi antar etnis. Masalah serius yang menghadang industri batik tradisional antara lain adalah yang menyangkut desain produk yang monoton alias kurang kreatif. Demikian juga dalam penggunaan bahan baku dan pewarna belum banyak variasi. Kurangnya kreativitas yang stagnasi produk disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor usia pengusaha yang relatif sudah tua, faktor minimnya pengetahuan tentang disain, dan takut rugi bila membuat produk kreasi baru.

Pemerintah harus mampu mendorong dan menyegarkan motif dan selera estetik para pengrajin batik tradisional. Juga Memperkenalkan tenik pengerjaan yang lebih efisien dan efektif serta penggunaan alat bantu produksi yang mampu meminimalisir cacat produksi. Pentingnya meningkatkan diversifikasi produk batik dalam berbagai fungsi sehingga tidak monoton sambil mempertimbangkan kebutuhan pasar. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah bekerja sama dengan pengrajin bordir, pengrajin tas dompet kulit, pengrajin kayu, dan lain-lain. Untuk memanfaatkan sisa kain sebagai bahan pendukung pembuatan souvenir yang memiliki ciri khas daerah maupun membatik dengan medium non kain.


*) Budayawan, Dosen STIA Bagasasi Bandung

Selasa, 19 Agustus 2014

Kemerdekaan dan Kabinet Power of Glance - Jokowi

 Daily Investor | 16 Agustus 2014


Jokowi: Menteri di kabinet saya harus lepas dari parpol. Karikatur Investor Daily 11 Agustus 2014

Tema Peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69, tanggal 17 Agustus 2014 adalah tentang suksesi kepemimpinan nasional hasil Pemilu 2014. Tema tersebut menyambut Presiden terpilih Joko Widodo yang akan mengendalikan pemerintahan lima tahun kedepan. Tak kurang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga akan menyampaikan pidato kenegaraan yang terakhir dengan konten yang istimewa. 
Terkait dengan suksesi kepemimpinan nasional yang diharapkan bisa mulus dan bisa langsung tangkas melanjutkan program-program pembangunan yang telah dilakukan selama pemerintahannya. Tak bisa dimungkiri, bahwa suksesi kepemimpinan nasional selalu diwarnai oleh masalah klasik, yakni terjadinya kasak-kusuk pemilihan kabinet dan masalah berat membenahi kondisi birokrasi pusat dan daerah. Mestinya semua pihak memberi apresiasi kepada presiden terpilih dalam menyusun kabinetnya. Apalagi. pada saat ini jabatan menteri bisa dianalogikan dengan kursi panas. Karena seribu satu masalah langsung menghadang begitu sang menteri dilantik. 
Pemerintahan Jokowi-JK membutuhkan sosok menteri yang memiliki karakter blink factor dalam mengelola portofolionya. Tidak peduli sosok menteri itu berlatar belakang partai politik, kalangan professional, akademisi, bahkan dari kalangan jurnalis sekalipun. Semuanya dituntut memiliki karakter diatas. Blink factor menggambarkan sosok yang pandai mengambil keputusan yang tepat dan cepat. Publik berharap agar Presiden terpilih Joko Widodo membentuk kabinet kerja. Yakni kerja detail untuk rakyat dan tidak menduakan tugasnya dengan urusan partai politik atau organisasi lainnya. 
Banyaknya persoalan krusial yang menyangkut portofolionya hanya bisa diselesaikan oleh sosok menteri yang memiliki power of glance, yakni kemampuan melihat dan memahami secara detail medan penugasannya. Serta mampu membuat keputusan sekejap atau snap judgment dan pemahaman yang cepat atau rapid cognition terhadap persoalan bangsa yang aktual dan mendesak dalam situasi yang serba sulit dan sumber daya yang sangat terbatas. Jika semua sosok menteri yang membantu 
Pemerintahan Jokowi-JK memiliki kemampuan diatas, maka bisa disebut Kabinet Power of Glance. Gaya kepemimpinan Presiden terpilih Joko Widodo yang merakyat dan menekankan aspek gerak cepat membutuhkan menteri dan postur birokrasi dibawahnya yang andal dan suka melayani. Sayangnya, kondisi postur birokrasi saat ini tampak kedodoran menghadapi gaya kepemimpinan diatas. Pentingnya treatmen revolusi mental bagi birokrasi yang didahului dengan cara menerapkan reward dan punishment secara tegas dan ketat. Birokrasi yang notabene adalah Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) itu juga harus dihadapkan sangsi yang keras dan tanpa pandang bulu jika kinerjanya buruk. Dengan demikian tindakan mutasi hingga sanksi pemecatan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) sangat dimungkinkan bagi birokrasi. 
Moralitas dan kejiwaan para birokrasi pusat dan daerah harus segera dibenahi. Searah dengan tren global bahwa korporasi dan birokrasi harus memiliki tingkatan eupsychian management. Istilah eupsychian berasal dari akar kata “eu” yang berarti baik dan “psyche” yang berarti jiwa. Eupsychian management menjadikan pemerintahan dan korporasi bisa survive ditengah krisis dan semakin kompetitif dalam persaingan global. Dari sudut etos kerja dan situasi bangsa Indonesia yang masih terpuruk dalam berbagai bidang sekarang ini, mestinya birokrasi lebih bekerja keras dengan waktu kerja yang ketat. 
 Pemerintah Jokowi-JK jangan lagi memanjakan birokrasi dengan seringnya memberi hari libur. Seharusnya pemerintah mengoptimalkan beban kerja PNS serta memperpanjang jam kerja dengan merevisi Keppres No 68 Tahun 1995. Jam kerja PNS yang cuma 37,5 jam per minggu adalah paling rendah di Asia Tenggara. Apalagi, dengan pengawasan yang amat buruk jelas tidak mungkin bisa menyelenggarakan roda pemerintahan secara efektif. Idealnya jam kerja PNS di Indonesia minimal 45 jam per minggu dengan deskripsi beban kerja yang lebih jelas dan terukur. Kajian domain psikologi menyatakan bahwa birokrat di Indonesia kebanyakan tidak bisa mencintai pekerjaanya setulus hati alias memiliki integritas yang rendah. Mereka sehari-harinya terkena sindrom "5-ng" yakni ngeluh, ngedumel, ngegosip, ngomel, dan ngeyel. Masih relevan tesis dari M.A.W Brouwer penulis buku “Indonesia Negara Pegawai”. Yang intinya menyatakan bahwa masih banyak PNS pemalas, tidak inovatif, gila hormat, konsumtif, sering melakukan pungli, dan suka korupsi. Tesis Brouwer diperkuat oleh Fernando De Soto seperti dalam bukunya “The Mystery of The Capital” yang secara gamblang menyingkap mental birokrasi dunia ketiga yang pemalas, pemeras, dan suka korupsi. Hal itu menjadi kendala utama pembangunan di dunia ketiga. 
 Para birokrat atau PNS sebaiknya menyadari bahwa esensi kepemimpinan Jokowi-JK pada hakekatnya adalah new deal atau tawaran baru yang lebih konkrit, realistis dan egaliter kepada rakyat. New deal itu bukanlah slogan atau janji politik biasa. Tetapi merupakan revolusi mental dengan mengedepankan langkah terobosan yang cerdas dan progresif guna mengatasi krisis. Dan secara terus menerus dikomunikasikan dengan segenap rakyat. Sistem komunikasi tersebut akan dilengkapi dengan perangkat e-Blus atau sistem informasi blusukan berbasis internet yang akan dikelola oleh kantor kepresidenan. 
Begitu menduduki kursi kepresidenan RI, Joko Widodo akan langsung menghadapi dampak turbulensi perekonomian global yang masih terasa dampaknya hingga saat ini. Turbulensi tersebut telah memorakporandakan teori-teori di bidang ekonomi keuangan. Ada buku menarik berjudul “Stabilizing the unstable economy” karya Herman P Minsky yang bisa dijadikan referensi untuk menghadapi turbulensi perekonomian. Selama ini para akademisi dan praktisi ekonomi mengenal istilah Minsky Moment untuk menggambarkan ekonomi yang berada dalam kondisi turbulensi. Kini istilah tersebut menjadi relevan kembali setelah sekian lama tertimbun oleh keangkuhan neoliberalisme. 
 Selama ini pasar telah berjalan di jalur bebas hambatan. Hampir semua rejim pemerintahan di muka bumi ini menciptakan kondisi yang memungkinkan pasar bekerja dengan sempurna, termasuk di antaranya membuat undang-undang yang memuluskan pergerakan barang, jasa, dan keuangan, pembentukan lembaga-lembaga pendukung, serta mencegah segala rupa gangguan yang datang dari individu atau kelompok terhadap bekerjanya mekanisme pasar tersebut. Intinya, dalam rejim neoliberal, peran negara adalah tut wuri handayani alias mendorong dari belakang. Setelah sekian lama, apa yang terjadi ? ternyata daya dan upaya diatas justru mengakibatkan turbulensi yang tiada henti. 
Dengan kondisi diatas, ada pemikiran yang merekomendasikan inversi atau membalik situasi yang menyebabkan turbulensi tersebut. Yakni memberlakukan kebijakan dimana sebaiknya pasar tidak lagi dilepas sebebas-bebasnya.

Selasa, 05 Agustus 2014

Skema Pembiayaan Mahasiswa


Koran Jakarta |Gagasan |  Rabu, 06 Agustus 2014  02:20:24
Skema Pembiayaan Mahasiswa


Pemerintah meluncurkan program beasiswa jenjang pascasarjana ke luar negeri, The Indonesian Presidential Scholarship (IPS). Mestinya program ini diperluas agar semakin banyak mahasiswa Indonesia yang dapat melanjutkan kuliah di luar negeri. Banyak mahasiswa kesulitan biaya kuliah, sementara beasiswa seperti Bidikmisi masih terbatas. Maka, perlu dikenalkan skema kredit mahasiswa yang bisa diakses secara mudah. Bank dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi (PT) agar merekomendasikan mahasiswa yang pantas menerima kredit.

Program beasiswa IPS dibuka untuk umum. Saat ini sudah mencapai seleksi gelombang kedua. Program ini memberi beasiswa pendidikan untuk studi strata dua (S2) dan S3 di 50 universitas terkemuka di luar negeri. Program beasiswa dirancang untuk menyiapkan pemimpin masa depan, baik pemerintahan maupun korporasi, yang autentik dan mumpuni dari berbagai latar belakang disiplin ilmu.

Program pemberian kredit mahasiswa saat ini sangat relevan yang tidak sekadar untuk membayar biaya kuliah, tetapi juga buat star up atau memulai kegiatan usaha sesuai dengan kompetensi dan bakat. Tak bisa dimungkiri, biaya kuliah banyak memberatkan orang tua. Kredit mahasiswa akan membantu buat biaya kuliah, masuk perguruan tinggi, SPP semester, dan hidup sehari-hari mahasiswa. Kelak setelah berpenghasilan mahasiswa akan melunasi kredit tersebut. Perlu juga skema kredit untuk mencetak young entrepreneurs atau pengusaha muda agar para mahasiswa dapat memulai usaha.

Kredit mahasiswa di negeri ini memiliki arti yang strategis karena akan membentuk sejak dini lapisan entrepreneur yang mampu berbisnis secara sehat. Bank sentral Amerika Serikat juga mengalokasikan dana hingga 300 miliar dollar AS kepada pemegang surat berharga yang ditopang berbagai jenis pinjaman, termasuk kredit mahasiswa. Kebijakan bank sentral tersebut telah membantu para mahasiswa sehingga bisa menyelesaikan kuliah dengan baik lalu menjadi pengusaha tangguh.

 Skema pembiayaan pendidikan dengan cara komersial, termasuk peluang PT untuk menerbitkan surat obligasi guna menutup biaya operasional, pengembangan infrastruktur, hingga beasiswa, dan skema kredit mahasiswa telah menjadi agenda penting negara maju. Bahkan, publik Amerika Serikat menilai risiko obligasi terbitan PT terbilang kecil. Sukses PT Amerika dalam meraup dana obligasi diperlihatkan Princeton University, Cornell University, University of Notre Dame, dan lain-lainnya. Princeton telah sukses melepas obligasi senilai 1 miliar dollar AS.

Di Indonesia sudah banyak usulan bahwa ijazah yang berhasil diraih mahasiswa mestinya bisa menjadi jaminan mendapat Kredit Usaha Rakyat. Namun, mekanismenya masih belum berjalan secara baik. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit dan pelaksanaannya masih angin-anginan.

Perbankan nasional juga belum serius dalam mengucurkan pinjaman untuk pembayaran uang kuliah per semester. Ada bank yang telah mencoba menyalurkan, tapi sayang waktunya sangat mepet, prosedurnya bertele-tele, serta belum sinkron dengan kalender akademis.



 Setiap tahun pengangguran intelektual Indonesia meningkat 20 persen. Masalah itu diperparah lagi mereka tidak memiliki soft skill atau keterampilan di luar kompetensi utama para sarjana. Indonesia setiap tahun mencetak sekitar 300 ribu sarjana dari 2.900 PT negeri dan swasta. Ironisnya, pemerintah belum memiliki program tepat guna untuk mengatasi kondisi tersebut.

Pakar ekonomi, David Mike Dallen, menyatakan suatu negara akan menjadi makmur bila jumlah pengusaha mencapai sedikitnya 2 persen dari jumlah penduduk. Dalam konteks tersebut, lulusan PT sebetulnya merupakan segmen ideal untuk diarahkan menjadi pengusaha.

Sebagai gambaran, jumlah pengusaha Singapura telah mencapai 7,2 persen, sedangkan Indonesia, menurut hasil riset pada 2010, baru mencapai 0,19 persen. Dengan demikian, untuk mencapai negara makmur, perlu meningkatkan sepuluh kali lipat atau mencetak sekitar 5 juta pengusaha lagi.

Amerika

Pemerintah semestinya bertindak cepat mengatasi pengangguran intelektual agar tidak memperburuk daya saing bangsa. Diperlukan kerja sama antara PT, lembaga keuangan, dan pengusaha untuk mengembangkan semacam young entrepreneurs society di setiap PT. Pada saat ini berlaku prinsip ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge economy) dan sebuah masyarakat berpengetahuan (knowledge society).

Dalam konteks ini ekonomi pengetahuan bertumbuh karena adanya kreativitas dan kemampuan mencipta yang memungkinkan pemecahan masalah secara praktis. Apalagi tren teknologi informasi dan komunikasi diwarnai dengan optimasi penggunaan teknologi cloud computing. Teknologi tersebut secara optimal dapat menumbuhkan digitalpreneur di daerah-daerah.

Berbagai produk dan jasa yang dihasilkan daerah bisa dipasarkan secara global secara murah dan efektif. Selain itu, manfaat pasti teknologi cloud computing bagi entitas industri daerah sebagai Enterprise Application Integration (EAI) framework dengan kemampuan mengelaborasi integrasi aplikasi pada industri proses.

Di Amerika Serikat, hampir seluruh PT memunyai suatu program khusus dalam mempelajari bidang kewirausahaan sehingga melahirkan pengusaha muda andal. Pada prinsipnya, program khusus tersebut mengidentifikasi dan mempersiapkan civitas akademika sebagai calon entrepreneur. Mereka juga mempersiapkan pembuatan business plan untuk usaha baru dan perilaku pengambilan risiko.

Menurut data statistik, 30 persen wirausaha Amerika Serikat berusia sekitar 30 tahun. Mereka dikategorikan sebagai kaum muda. Jadi, sesungguhnya peran PT sangat siginifikan untuk mengarahkan mahasiswa menjadi wirausahawan. Pendidikan wirausaha di Amerika mulai dikenalkan tahun 1960-an.

 Pada era ekonomi kreatif sekarang ini langkah tepat untuk mendorong kelahiran pengusaha muda atara lain dengan memperbanyak workshop usaha dan ruang kreativitas di sekitar kampus. Ini akan memperbaiki daya inovasi para mahasiswa, yang pada gilirannya akan melahirkan jenis-jenis usaha baru. Workshop memiliki nilai lebih strategis bila dikaitkan dengan produk lokal yang tengah ditingkatkan standarnya.

Metode pendidikan wirausaha sangat bervariasi dan tidak mudah dibakukan karena menyangkut aspek kreativitas sehingga tidak ada satu metode yang cocok untuk semua. Namun demikian, pendidikan wirausaha PT sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi dengan bidang studi bersangkutan. Entrepreneurship sebagai instrumen pendidikan hendaknya direncanakan secara berbeda, tergantung pada tujuan dan kompetensi mahasiswa.

Dr H Harjoko Sangganagara MPd
Penulis mengajar di STIA Bagasasi, Bandung

Jumat, 11 April 2014

Reinventing GBHN

Daily Investor | Kamis, 20 Februari 2014 | 2:46

Sejumlah kalangan Merekomendasikan agar Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dihidupkan kembali. Namun begitu, GBHN yang akan dihidupkan atau dirumuskan tersebut harus sesuai dengan semangat zaman.

Pada era globalisasi sekarang ini, GBHN jangan lagi menjadi dokumen yang bombastis dalam merumuskan realitas dan meneropong masa depan bangsa. Haluan negara sebaiknya mengandung semangat yang analoginya bisa berpacu dalam konteks persaingan global.

Dalam beberapa waktu belakangan ini, wacana untuk reinventing GBHN menguat di kalangan MPR dan entitas perguruan tinggi ser ta para politikus. Ketiadaan GBHN diakui telah menyebabkan semacam proses simplifikasi dan pendangkalan dalam menghadapi problem bangsa yang sebenarnya spektrumnya sangat besar. Mestinya nasib bangsa yang wilayahnya sangat luas ini jangan hanya diserahkan pada visi dan misi calon presiden yang disampaikan pada masa kampanye pemilu.

Begitu pula langkah menghidupkan kembali GBHN sebaiknya tidak sekadar menyusun naskah atau dokumen pembangunan, tetapi juga termasuk menyusun metode untuk mewujudkan kekuasaan atau pemerintahan yang efektif dan bersih. Karena rumusan GBHN sebagus apa pun, akan percuma jika sistem kekuasaan yang tidak efektif.
 

Selama ini masyarakat berpendapat bahwa problematika bangsa bukan pada membuat dokumen pembangunan, tapi bagaimana mewujudkan perilaku kekuasaan yang jujur, bersih dan konsisten dengan dokumen-dokumen yang telah dibuat serta perlunya sinergi yang baik diantara penyelenggara negara.

Pepesan Kosong RPJM
Sebelum menghidupkan kembali GBHN ada baiknya kita mengevaluasi dan mencari faktor penyebab kegagalan atau kemandulan sistem yang ada selama ini, yakni Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Evaluasi tersebut juga termasuk eksistensi Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Jangka Menengah Daerah. Selama ini, rakyat menilai RPJMD dan RPJPD seperti pepesan kosong, kurang realistis, bahkan bombastis.

Jika GBHN dihidupkan kembali, maka dokumen itu harus memilki faktor pemacu kecepatan sehingga bisa menyamai lajunya gazela (sejenis binatang kijang) dan faktor keteguhan layaknya seekor singa. Dokumen GBHN tidak boleh ada lagi kalimat klise yang meninabobokan rakyat seperti era kekuasaan Orde Baru yang lalu. Fakta kini menunjukkan bahwa persaingan usaha semakin sengit dan dalam tempo yang sangat cepat. Kondisi persaingan di era globalisasi bisa dianalogikan bahwa kita sedang berlomba lari dengan gazela.

Tantangan mencari devisa juga sangat berat karena kita harus berhadapan dengan “singa” yang sedang beraksi di lapangan ekonomi. Faktor gazela dan singa juga merupakan filosofi dari dromokrasi yang berarti sistem pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi sebenarnya terletak pada faktor kecepatan.

Istilah dromokrasi berasal dari kata
 dromo – dalam bahasa Latin berarti berpacu atau cepat – serta kata kratos yang berarti pemerintahan. Pada era globalisasi, kecepatan menjadi tuntutan utama terhadap pemerintahan. Jika kita cermati ada sederet kelemahan yang mendasar dalam Perda RPJPD dan RPJMD yang dibuat oleh hampir semua pemerintah daerah dan lembaga legislatif.

Lihat saja isi Perda RPJPD dan RPJMD yang belum menekankan secara tegas pentingnya faktor kecepatan. Milestones pembangunan belum tampak secara sistematik. Hal itu disebabkan oleh belum adanya dukungan
 expert systems sebagai alat yang andal untuk menyusun rencana pembangunan, membuat keputusan, dan mengendalikan pembangunan. Sebagai catatan, expert systems yang banyak dipakai negara-negara maju biasanya dibuat atas kerangka kerja fakta dan jawaban terhadap situasi yang sudah dianalisasis secara valid dan terstandarisasi.

Eksistensi UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyatakan bahwa dalam Perda RPJPD harus tertuang rumusan visi untuk merancang masa depan pembangunan daerah. Namun, rumusan RPJPD kebanyakan hanya berisi kompilasi data-data yang sumir dan tidak aspiratif. Padahal, RPJPD merupakan dokumen perencanaan yang mengandung unsur kebijakan publik.

Selanjutnya, sebuah kebijakan publik tidak hanya menjadi barang pajangan tetapi harus diimplementasikan. Arti lebih lanjut dari hal di atas adalah bahwa RPJPD harus mempunyai keterkaitan nyata atau tangible dengan dokumen RPJMD. Setidaknya harus ada indikator dan korelasi positif terhadap sasaran lima tahunan. Kekuatan RPJPD sebagai satu dokumen perencanaan akan terwujud jika ada kejelasan mengenai faktor-faktor yang akan dikembangkan sebagai pendukung pencapaian visi dalam kurun 20 tahun ke depan yang terdistribusi bebannya secara baik dalam lima tahunan.

Kreativitas dan Inovasi 
Menurut Profesor Thurow dari Massachusets Institute of Technology (MIT), ada dua hal yang menjadi kunci untuk pembangunan masa depan. Keduanya memberikan gambaran langsung tentang tantangan yang akan membentuk masa depan. Kunci pertama adalah semakin berkurangnya arti dan peran sumber daya alam (SDA) dan buruh berupah murah sebagai modal dasar pembangunan. Kunci kedua yakni semakin meningkatnya peran dari kreativitas dan daya inovasi warga bangsa sebagai faktor utama dalam menentukan kemajuan bangsa. Di sisi lain, isi RPJPD kebanyakan justru menempatkan sumber daya alam dan melimpahnya buruh sebagai modal dasar pembangunan daerah.
 

Mestinya RPJPD juga memberikan perhatian terhadap pertumbuhan lapangan kerja dengan cara mendorong sektor pertanian multiaktivitas. Sayangnya, sektor pertanian multiaktivitas belum terdefinisi secara jelas, masih bersifat amorfik atau bentuknya masih berubah-ubah. Itulah yang membuat produksi dan pengadaan pangan rakyat menjadi masalah yang tak pernah dituntaskan seperti sekarang ini.

Dalam hal ketenagakerjaan, RPJPD harus mampu mentransformasikan profesi atau jenis pekerjaan rakyat yang tidak lagi memiliki prospek masa depan. Pada saat bersamaan perlulah mengambil langkah reinventing atau menemukan kembali masa depan industri budaya atau industri kreatif dengan langkahlangkah yang lebih progresif dan sistemik. Sebagai catatan, hingga kini lapangan pekerjaan utama rakyat masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan, disusul sektor industri dan jasa.
 

Melihat postur pekerjaan utama penduduk Indonesia dalam kondisi rapuh, ditambah semakin meningkatnya jumlah pengangguran intelektual lulusan perguruan tinggi, maka sangat diperlukan terobosan dalam menciptakan lapangan kerja baru, terutama yang berbasis industri kreatif atau industri budaya.

Pada akhirnya, GBHN adalah sebuah visi pembangunan bangsa. Isinya harus mengandung data-data statistik yang jujur (bebas rekayasa politik) serta kumpulan deskripsi tentang langkah-langkah strategis pembangunan ke depan.

Langkah tersebut harus ada ukuran dan standarnya. Hal itu harus selaras dengan isu global terkait dengan
 gross national happiness (GNH), terkait dengan strategi pertumbuhan bangsa yang berfokus pada upaya memperbaiki pendidikan, kesehatan, dan kualitas hidup rakyat. Haruslah disadari bahwa dalam perspektif global, kini produk domestik bruto (PDB) bukan lagi segalanya bagi pembangunan bangsa


- Reinventing GBHN, Investor Daily, 20 Pebruari 2014 http://www.investor.co.id/home/reinventing-gbhn/78442