Rabu, 04 September 2019

HUT ke-74 RI

Menjaga Keutuhan dan Kesatuan NKRI sebagai Cita-cita Proklamasi
BALEENDAH, Balebandung.com - Pada tanggal 17 Agustus 1945, 74 tahun yang lalu, upacara Proklamasi Kemerdekaan RI berlangsung sederhana saja. Tanpa protokol, Latief Hendraningrat, salah seorang anggota PETA, segera memberi aba-aba kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu sejak pagi untuk ber
www.balebandung.com

Menyambut Tahun Baru 1441 H

Menyambut Tahun Baru 1441 H, Mengenang Nabi Muhammad SAW (570 - 632)
by HARJOKO SANGGANAGARA, Dosen STIA Bagasasi Bandung dan Program Pascasarjana Universitas Galuh Ciamis. Balebandung.com - Islam secara umum dipahami sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Karena itu beberapa penulis barat menyebutnya Mohammedanism. Istilah ini dipopulerkan oleh H.A.R.
www.balebandung.com

Jumat, 10 Mei 2019

Menyambut Hari Pendidikan Nasional 2019

https://belajartop.com/ikatan-sarjana-rakyat-indonesia/

Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI) Memandang Perlu Penguatan Pendidikan Karakter ke-Indonesia-an

Belajartop.com – Peran pendidikan sangat dibutuhkan untuk menguatkan kebudayaan nasional. Melalui pendidikan karakter bangsa, diharapkan bisa menangkal munculnya kelompok-kelompok identitas yang menurunkan semangat kebangsaan. 
“Saat ini ada kecendurungan menurunnya semangat kebangsaan Indonesia dengan munculnya kelompok-kelompok identitas dengan simbol dan jargon dari golongan atau kelompok identitas tersebut,” terang Dr. Tarto Sentono, M.Pd, Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI) dalam rilis yang disampaikan ke redaksi Belajartop.com, kemarin. 
Dr. Tarto yang sudah lama berkecimpung di Perguruan Taman Siswa ini menyayangkan, pendidikan karakter ke-Indonesia-an masih sebatas wacana. Bahkan residu radikalisme saat ini yang dirasakan adalah buah dari sistem pendidikan selama ini berjalan. 
“Justru saat Menteri Pendidikan Sarmidi Mangunsarkoro, konsep pendidikan karakter ke-Indonesia-an itu dapat terealisasi, yang mana ciri khas Indonesia dengan Pancasila dan budi pekerti selalu melekat dalam dunia pendidikan Indonesia,” papar Dr Tarto dalam sebuah diskusi dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional di Jakarta.

Pendidikan Menghasilkan Manusia Cerdas

Dia mengatakan, persoalanya bagaimana pendidikan nasional bisa mewujudkan kesejahteraan bangsa (Bangsa Indonesia yang sejahtera) dan menghasilkan manusia-manusia yang cerdas seperti amanat alenia ke IV Pembukaan UUD 1946, tidak sekedar pandai. 
“Manusia cerdas yang dimaksud pada pembukaan UUD 1945 yaitu manusia yang mempunyai komitmen Kebangsaan Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945,” urainya.  
Menurutnya, manusia cerdas yang diinginkan dalam UUD 1945 adalah manusia yang mempertahankan dan melaksanakan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. 
“Tantangan yang dihadapi Pendidikan Nasional saat ini yaitu pendidikan di zaman 4.0 yang serba digital, dan global dengan segala masalah dan kemudahannya,” ujarnya.  

Kekuatan dan Peluang 

Sementara Ketua Bidang Pendidikan Dewan Pengurus Nasional Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia, Dr. Harjoko Sangganagara, M.Pd menjelaskan, Indonesia memiliki potensi (kekuatan) sebagai modal memajukan bangsa. 
“Kekuatan bangsa Indonesia adalah memiliki falsafah gotong royong dan falsafah silih asuh, silih asih, dan silih asah. Suatu filosofi yang mengajarkan manusia untuk saling mengasuh yang dilandasai sikap saling mengasihi dan saling berbagi pengetahuan (pengalaman). Hal itu suatu konsep kehidupan demokratis yang berakar pada kesadaran dan keluhuran akal budi,” paparnya.
Tak hanya kekuatan, Indonesia juga memiliki peluang yang menarik sebagai bangsa yang besar. 
“Industrialisasi yang terus berlangsung di Indonesia pada era perdagangan bebas, menuntut peningkatan kualitas pendidikan pada setiap jenjang dan jenis, baik sekolah negeri maupun swasta,” katanya.  
Peningkatan kualitas ini, menurut dia, meliputi pengetahuan keahlian dan kepribadian peserta didik serta tenaga kepentidikan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat juga menuntut efektivitas dan efisiensi pelaksanaan sistem serta aktivitas pendidikan, penelitian dan penerapan pengetahuan dan teknologi. (*)

Kamis, 07 Maret 2019

Ideagora Dalam Pilkada

Kontan | 31 Oktober 2016



Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak diharapkan memunculkan fenomena yang disebut Ideagora. Masyarakat berharap agar pasangan yang ikut pilkada tidak sekedar menjadi penyalur aspirasi politik belaka. Melainkan juga sebagai pasar bagi gagasan, inovasi, dan pikiran unik yang bermutu bagi kepentingan publik. 

Ideagora merupakan salah satu kajian Don Tapscott dalam bukunya yang berjudul Wikinomics. Berasal dari kata agora dalam bahasa Yunani kuno. Adalah arena yang menjadi pusat aktivitas politik dan perdagangan bagi warga Athena pada era itu. 

Pesatnya teknologi informasi membuat ideagora menjadi fungsi yang sangat strategis. Karena menjadikan gagasan, inovasi, dan penemuan yang dapat diakses dan dikembangkan lebih lanjut oleh siapapun. Mekanisme diatas disebut pasar ideagora. Pasar tersebut semakin membesar berkat pemberitaan media masa dan jejaring sosial. 

Lewat Pilkada rakyat menunggu seorang pemimpin yang memiliki segudang gagasan, kreativitas dan daya inovasi untuk mengangkat harkat dana martabat warganya.

Munculnya pasar Ideagora dalam pilkada juga bisa mendongkrak partisipasi publik dalam pemungutan suara. Tak bisa dimungkiri lagi bahwa rakyat semakin jenuh dengan proses pemungutan suara yang telah menguras dana, tenaga dan emosi. Rakyat mulai jenuh dengan hiruk pikuk demokrasi yang nyatanya tidak mampu merubah nasib mereka menjadi lebih baik. Selama ini marketing politik yang dijalankan oleh parpol kurang diwarnai dengan kekuatan perhatian publik lewat pasar gagasan yang muncul dari tengah rakyat. 

Calon kepala daerah yang bertarung dalam pilkada serentak sebaiknya melakukan kampanye yang larut ditengah kehidupan rakyat secara apa adanya dengan pemikiran yang generik sehingga bisa dicerna oleh rakyat kecil sekalipun. 

Strategi kampanye pilkada mestinya mengandung sesuatu yang bernama faktor kelekatan dan kekuatan konteks. Faktor kelekatan adalah sejumlah cara tertentu untuk membuat sebuah kesan mudah menular dan terus diingat. Faktor kelekatan menyiratkan perubahan atau aksi langsung dan berulang-ulang untuk memicu epidemik positif. 

Saat ini rakyat membutuhkan kepemimpinan yang transformatif. Yakni kepemimpinan yang tidak sekedar kepemimpinan politik, tetapi juga kepemimpinan yang memiliki kapasitas dan daya kreativitas. Apalagi masa depan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya kreatifnya. Kepemimpinan transformatif harus mampu mendefinisikan kembali orientasi dan strategi pembangunan daerah agar tidak usang dan sesuai dengan semangat jaman. Perlu strategi pembangunan daerah yang lebih membumi dan lebih rasional. 

Mestinya calon kepala daerah itu harus mampu menyusun konsep dan dokumen pembangunan yang sesuai dengan tantangan jaman. Serta mampu menyusun metode untuk mewujudkan kekuasaan atau pemerintahan yang efektif dan bersih.

Ada baiknya calon kepala daerah yang terpilih mengevaluasi dan mencari faktor penyebab kegagalan atau kemandulan sistem yang ada selama ini, yakni eksistensi Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Jangka Menengah Daerah. Selama ini rakyat menilai bahwa RPJMD dan RPJPD seperti pepesan kosong, kurang realistis, bahkan bombastis. 

Pada era globalisasi, kecepatan menjadi tuntutan utama terhadap pemerintahan. Jika kita cermati ada sederet kelemahan yang mendasar dalam Perda RPJPD dan RPJMD yang dibuat oleh hampir semua pemerintah daerah bersama DPRD. Dimana isinya belum menekankan faktor efektifitas dan kecepatan. Serta belum tampak milestones pembangunan secara sistematik. Hal itu disebabkan belum adanya dukungan expert system sebagai alat yang andal untuk menyusun rencana pembangunan, pembuatan keputusan dan pengendalian pembangunan.

Eksistensi UU Nomor 25 tahun 2004 menyatakan bahwa dalam Perda RPJPD harus tertuang rumusan visi untuk merancang masa depan pembangunan daerah. Namun, rumusan RPJPD kebanyakan hanya berisi kompilasi data-data yang sumir dan tidak aspiratif. Padahal, RPJPD merupakan dokumen perencanaan yang mengandung unsur kebijakan publik. Dan selanjutnya sebuah kebijakan publik tidak hanya menjadi barang pajangan tetapi harus diimplementasikan. 

Arti lebih lanjut dari hal diatas adalah bahwa RPJPD harus mempunyai keterkaitan nyata atau tangible dengan dokumen RPJMD. Setidaknya harus ada indikator dan korelasi positif terhadap sasaran lima tahunan. Kekuatan RPJPD sebagai satu dokumen perencanaan akan terwujud jika ada kejelasan mengenai faktor-faktor yang akan dikembangkan sebagai pendukung pencapaian visi dalam kurun 20 tahun kedepan yang terdistribusi bebannya secara baik dalam 5 tahunan.

Untuk menggambarkan realitas dan membentuk masa depan menurut Thurow dari Massachusets Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat terdapat dua kata kunci. Dimana keduanya memberikan gambaran langsung dari tantangan yang akan membentuk masa depan. Kedua kata kunci tersebut adalah : pertama, semakin berkurangnya arti dan peran sumber daya alam dan buruh sebagai modal dasar pembangunan. Dan yang kedua semakin meningkatnya peran dari kreatifitas dan daya inovasi manusia (human ingenuity) sebagai unsur pokok dalam menentukan keunggulan dan keberhasilan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Disisi yang lain isi RPJPD kebanyakan justru menempatkan sumberdaya alam dan melimpahnya buruh sebagai modal dasar pembangunan daerah.

Dalam hal ketenagakerjaan, mestinya RPJPD mampu mentransformasikan profesi atau jenis pekerjaan rakyat yang tidak lagi memiliki prospek masa depan. Serta pentingnya reinventing atau menemukan kembali masa depan industri budaya atau industri kreatif dengan langkah-langkah yang lebih progresif dan sistemik. Sebagai catatan, hingga kini lapangan pekerjaan utama rakyat masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Kemudian disusul sektor industri dan jasa. 

Melihat postur pekerjaan utama penduduk Indonesia yang dalam kondisi rapuh, ditambah semakin meningkatnya jumlah pengangguran intelektual lulusan perguruan tinggi, diperlukan terobosan dalam penciptaan lapangan kerja baru terutama yang berbasis industri kreatif atau industri budaya.

*) Pengajar STIA Bagasasi Bandung dan Pascasarjana di Universitas Galuh Ciamis