Minggu, 31 Agustus 2014

Menkeu Prorakyat

Pikiran Rakyat |30 Agustus 2014





Oleh : Harjoko Sangganagara *)

 Sosok Menteri Keuangan (Menkeu) bisa menjadi gambaran publik seperti apa haluan ekonomi pemerintahan baru dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Melihat kondisi APBN 2015, terbayang betapa beban berat Menkeu baru sudah didepan mata. Publik berharap adanya revolusi fiskal agar APBN dan kebijakan fiskal betul-betul bisa menjadi alat yang efektif untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kewenangan luar biasa yang ada ditangan Menkeu yang termaktub dalam undang-undang harus diakselerasi sehingga bisa membawa kesejahteraan rakyat. Antara lain kewenangan yang terkait dengan insentif fiskal. Apalagi jika nantinya ada kenaikan harga BBM bersubsidi, beberapa sektor tentunya membutuhkan insentif yang tepat. Seperti insentif terhadap usaha angkutan penumpang dan barang terkait dengan pengadaan suku cadang, kredit usaha, pajak dan lain-lainnya. Karena tanpa insentif yang benar sektor usaha tertentu akan terpuruk dan mati.

Revolusi fiskal terkait dengan tiga aspek, yakni revolusi penerimaan negara, alokasi dan efisiensi belanja secara ketat, serta manajemen pengelolaan APBN yang anti bocor. Terkait dengan revolusi penerimaan negara, perlunya membongkar kebiasan lama yang buruk terkait dengan tatakelola pajak. Pentingnya merancang ulang pajak progresif pada kelompok berpendapatan atas. Dibutuhkan mekanisme yang tegas terkait ketaatan bayar pajak dan penurunan kebocoran pajak harus dibuat maksimal lewat perubahan fundamental sistem maupun teknologinya. Terutama untuk mengatasi kebocoran pajak di sektor migas, pertambangan, impor dan barang mewah. Revolusi fiskal juga harus mencegah alokasi belanja yang selama ini habis untuk kepentingan birokrasi (belanja pegawai dan barang), juga untuk sektor-sektor yang kurang terkait dengan hajat hidup rakyat luas. Dalam situasi penyelenggaraan negara yang kurang efektif dan disana-sini masih terlihat boros seperti sekarang ini, dibutuhkan sosok Menkeu yang pro-rakyat dan sekaligus mampu menciptakan inteligensi keuangan negara. Pro-rakyat dalam arti memiliki mahzab yang kuat dalam hal pembagian kue pembangunan yang berbasis keadilan sosial. Hal itu tercermin dalam politik anggaran nasional dan daerah. Selama ini proses penyusunan anggaran kurang menyerap aspirasi rakyat luas. Akibatnya, postur anggaran belum menampakan harapan baru dari sisi kepentingan rakyat luas. Bahkan mencuatkan berbagai kekawatiran sehubungan dengan lemahnya elemen pengendalian dan pengawasan. Pentingnya menyehatkan politik anggaran di daerah agar tidak terjadi ketimpangan dan kebocoran. Jika dilihat dari volumenya maka kebanyakan APBD kurang signifikan dibandingkan dengan faktor demografi, geografis serta pertumbuhan IPM. Para penguasa daerah cenderung memutuskan belanja untuk sektor publik masih dibawah belanja birokrasi. Buruknya proses dan kualitas penyusunan APBD merupakan indikasi bahwa kebijakan keuangan di negeri ini belum pro-rakyat.

Terkait dengan nilai tukar rupiah Menkeu baru perlu mengadopsi pemikiran Herman Minsky seperti yang tersirat dalam bukunya yang berjudul “Stabilizing the unstable economy”. Buku tersebut bisa dijadikan referensi untuk menghadapi turbulensi perekonomian yang mungkin akan mengguncang bangsa Indonesia lagi. Selama ini para akademisi dan praktisi ekonomi mengenal istilah Minsky Moment untuk menggambarkan ekonomi yang berada dalam kondisi turbulensi. Kini istilah tersebut menjadi relevan kembali setelah sekian lama tertimbun oleh keangkuhan neoliberalisme. Selama ini pasar telah berjalan di jalur bebas hambatan. Hampir semua rejim pemerintahan di muka bumi ini menciptakan kondisi yang memungkinkan pasar bekerja dengan sempurna, termasuk di antaranya membuat UU yang memuluskan pergerakan barang, jasa, dan keuangan, pembentukan lembaga-lembaga pendukung, serta mencegah segala rupa gangguan yang datang dari individu atau kelompok terhadap bekerjanya mekanisme pasar tersebut. Intinya, dalam rejim neoliberal, peran negara adalah tut wuri handayani, mendukung dari belakang.

 Namun, setelah sekian lama apa yang terjadi. Ternyata daya dan upaya diatas justru mengakibatkan turbulensi yang tiada henti-hentinya. Dengan kondisi diatas, banyak pihak yang merekomendasikan inversi atau membalik situasi yang menyebabkan turbulensi tersebut. Yakni memberlakukan kebijakan dimana sebaiknya pasar tidak lagi dilepas sebebas-bebasnya. Dibalik rekomendasi tersebut, bekerja model analisis yang melihat krisis yang terjadi selama ini bersifat siklikal yang bersandar pada teori siklus bisnis (bussines cycle), yang populer disebut Minsky Moment. Teori siklus bisnis itu secara sederhana dinyatakan adanya dua periode. Pada mulanya adalah periode optimisme dalam pasar finansial, yang ditandai oleh tindakan agresif dan ekspansif dari pemberi dan penerima pinjaman karena adanya peluang keuntungan besar di masa depan yang bisa diraih segera. Akibatnya, dalam periode ini, kehati-hatian dalam pasar diabaikan, praktek spekulasi sangat dominan sehingga menggiring pada periode yang disebut “the death of business cylce”. Lalu muncul periode yang pesimis, yang ditandai oleh hilangnya kepercayaan pada pelaku pasar yang kemudian menyebabkan terjadinya krisis finansial.

Jika Keyness dikenal dengan rekomendasi untuk mengedepankan kebijakan moneter dibandingkan dengan stimulus fiskal. Dan kebijakan untuk melahirkan surplus budget ketika periode pertumbuhan sehingga ada ruang pergerakan untuk membawa siklus bisnis ke wilayah soft landing jika terjadi ketidak stabilan atau gangguan turbulensi. Maka Minsky mengusulkan cara yang berbeda. Ia lebih menekankan pada bahaya yang dihadapi oleh suatu bangsa yang mengalami turbulensi ekonomi, yakni apa yang disebutnya dengan fenomena ketidak pastian aliran investasi yang dapat mengganggu aliran dana segar atau cash flow pada saat terjadi turbulensi atau gangguan perekonomian. Gangguan ini melahirkan apa yang disebutnya dengan tajuk volatility of investment. Dalam bukunya Minsky menjelaskan mengapa ekonomi suatu bangsa bisa rentan jika berhadapan dengan fluktuasi dan bagaimana mungkin kita memiliki instrument untuk memagari perambatan fluktuasi yang terjadi. Menurutnya proses yang menyebabkan financial fragility bersifat alamiah yang inheren ada sebagai kekuatan tersembunyi yang bekerja dalam sistem ekonomi suatu bangsa. Minsky lebih mengedepankan peranan inovasi dan daya entrepreneurship untuk mengambil resiko sebagai faktor penggerak utama dari siklus bisnis. Hanya dengan program inovasi yang tepat dan menularkan entreprenuership kepada rakyat luas yang mampu mengatasi turbulensi ekonomi.

 Tantangan lain bagi Menkeu baru adalah bagaimana mewujudkan inteligensi sistem keuangan negara. Sehingga ekosistem keuangan negara bisa menjadi sistem cerdas yang bisa membantu secara baik proses pembangunan. Beberapa rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa penyerapan anggaran khususnya pada akhir tahun selalu bermasalah dan penuh resiko merupakan penyakit lama yang perlu dituntaskan Menkeu baru. Banyaknya temuan yang menyatakan bahwa penyerapan anggaran sering tidak sesuai dengan ketentuan harus dielaborasi secara detail. Begitu juga dengan perilaku penyerapan anggaran belanja yang menumpuk pada akhir tahun, yang notabene merupakan kesempatan empuk bagi koruptor harus dicegah secara sistemik.


 *) Dosen STIA Bagasasi Bandung.

Industri Batik dan Ancaman Produk Impor


Kontan Harian Bisnis dan Investasi | Selasa 19 Agustus 2014



Oleh : Harjoko Sangganagara *)

 Hari raya keagamaan merupakan peluang emas bagi industri atau pengrajin batik dan produk turunannya. Selama bulan Ramadan hingga Hari Raya Idul Fitri permintaan produk batik meningkat pesat. Sayangnya, momentum ini terancam dan tergerus oleh serbuan batik impor yang jauh hari sudah menduduki pasar domestik. Pentingnya insentif bagi pengrajin batik, terutama batik tulis di sentra kerajinan batik yang ada di negeri ini. Agar entitas tersebut bisa meningkatkan produknya untuk menambah stok guna menghadapi lebaran 2014. Apalagi pada saat itu banyak wisatawan nusantara yang berkunjung ke sentra kerajinan batik tulis. Para perajin saat memasuki bulan puasa sudah mulai meningkatkan produksinya untuk kepentingan stok menghadapi kunjungan wisatawan lebaran tahun ini. Namun begitu, volumenya kurang memadai bila dibandingkan dengan volume batik impor. Kondisinya semakin memprihatinkan karena volume produk batik selundupan dari luar negeri juga cukup signifikan.


Data yang dilansir Badan Pusat Statisik (BPS ) menyebutkan bahwa setiap tahunnya impor batik cap mencapai 677,4 ton senilai 23,3 juta dolar AS. Dan kain tenun yang dicetak dengan proses batik berjumlah 199,2 ton, senilai 1,8 juta dolar AS. Volume impor yang cukup besar itu juga disertai dengan harga yang lebih murah dibanding batik lokal. Kondisi tersebut jelas menggerus keuntungan usaha dan mengancam usaha batik lokal. Pemerintah hendaknya jangan terlena dan menghibur diri dengan asumsi bahwa batik Tiongkok bukanlah batik, melainkan kain bermotif batik. Asumsi itu bisa berakibat fatal. Pasalnya selain harganya murah, batik Tiongkok juga memiliki bermacam motif yang menarik dan desainnya terus berkembang. Tak pelak lagi, batik Tiongkok telah menguasai sekitar 30 % pangsa pasar domestik. Dan diprediksi akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Ironisnya, pemerintah belum melakukan langkah yang berarti menghadapi kondisi diatas.

 Pentingnya pragmatisasi sistem usaha dan produksi batik lokal lewat berbagai inovasi dan perbaikan proses kreatif. Bangsa Indonesia kurang bisa mempertahankan momentum tahun keemasan produk batik Indonesia pada 2009. Saat United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization atau UNESCO mendeklarasikan Batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Momentum tersebut juga kurang berhasil dimanfaatkan untuk meningkatkan harkat hidup para pengrajin dan buruh batik tradisional. Mestinya, selain menjadi warisan budaya yang termashur batik juga harus bisa menjadi leverage ekonomi kerakyatan. Apalagi banyak daerah yang mulai mengembangkan industri batik dengan motif khas daerahnya. Dari aspek budaya, hukum, ilmu pengetahuan dan teknologi batik adalah asli Indonesia . Teknologi pembuatan batik di Indonesia pada prinsipnya berdasarkan resist dyes technique atau teknik celup rintang. Untuk membuat motif batik umumnya dilakukan dengan cara tulis tangan dengan canting tulis (batik tulis atau batik painting), menggunakan cap dari tembaga disebut (batik cap), dengan jalan dibuat motif pada mesin printing (batik printing), dengan cara dibordir disebut batik bordir, serta dibuat dengan kombinasi.

Dimasa mendatang perlunya eksplorasi motif-motif unik untuk meningkatkan daya saing global. Motif unik itu bisa mengambil bentuk-bentuk bangunan bersejarah, flora, fauna dan keindahan alam di Indonesia . Pemerintah dan pengusaha batik seringkali kurang menghargai para pembatiknya. Status pembatik belum dikategorikan sebagai profesi formal ataupun seniman. Mereka adalah pekerja informal yang mudah dicampakkan karena tidak tersentuh peraturan ketenagakerjaan. Masih banyak diantara mereka yang upahnya masih dibawah UMR. Upah atau imbalan buruh industri batik masih dibawah buruh industri TPT. Timpangnya besaran upah karena sistem kerja dan sistem pengupahan yang berdasarkan borongan. Selama ini jaringan bisnis perajin batik merupakan jaringan tradisional yang sangat rentan. Jaringan itu mulai pengadaan bahan baku hingga pemasaran. Sampai saat ini masih jarang lembaga sejenis koperasi yang dapat membantu perajin batik mengatasi masalah penyediaan bahan baku dan bahan pendukung serta mekanisme pemasaran.

 Pemerintah pusat dan daerah mestinya memberikan insentif berupa bantuan konkrit kepada industri batik tradisional. Bantuan itu antara lain memberikan pelatihan yang berkaitan desain produk. Memberikan perlindungan hak paten pada motif batik khas daerah. Membantu penerapan standardisasi mutu produk melalui pelatihan Standar Nasional Indonesia (SNI). Pemerintah juga harus ikut berperan memperluas pemasaran yaitu melalui terobosan pasar dan pameran lokal dan internasional. Industri batik tradisional merupakan usaha home industry yang mengandung nilai ketahanan budaya yang strategis dilihat dari sudut integrasi antar etnis. Masalah serius yang menghadang industri batik tradisional antara lain adalah yang menyangkut desain produk yang monoton alias kurang kreatif. Demikian juga dalam penggunaan bahan baku dan pewarna belum banyak variasi. Kurangnya kreativitas yang stagnasi produk disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor usia pengusaha yang relatif sudah tua, faktor minimnya pengetahuan tentang disain, dan takut rugi bila membuat produk kreasi baru.

Pemerintah harus mampu mendorong dan menyegarkan motif dan selera estetik para pengrajin batik tradisional. Juga Memperkenalkan tenik pengerjaan yang lebih efisien dan efektif serta penggunaan alat bantu produksi yang mampu meminimalisir cacat produksi. Pentingnya meningkatkan diversifikasi produk batik dalam berbagai fungsi sehingga tidak monoton sambil mempertimbangkan kebutuhan pasar. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah bekerja sama dengan pengrajin bordir, pengrajin tas dompet kulit, pengrajin kayu, dan lain-lain. Untuk memanfaatkan sisa kain sebagai bahan pendukung pembuatan souvenir yang memiliki ciri khas daerah maupun membatik dengan medium non kain.


*) Budayawan, Dosen STIA Bagasasi Bandung

Selasa, 19 Agustus 2014

Kemerdekaan dan Kabinet Power of Glance - Jokowi

 Daily Investor | 16 Agustus 2014


Jokowi: Menteri di kabinet saya harus lepas dari parpol. Karikatur Investor Daily 11 Agustus 2014

Tema Peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69, tanggal 17 Agustus 2014 adalah tentang suksesi kepemimpinan nasional hasil Pemilu 2014. Tema tersebut menyambut Presiden terpilih Joko Widodo yang akan mengendalikan pemerintahan lima tahun kedepan. Tak kurang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga akan menyampaikan pidato kenegaraan yang terakhir dengan konten yang istimewa. 
Terkait dengan suksesi kepemimpinan nasional yang diharapkan bisa mulus dan bisa langsung tangkas melanjutkan program-program pembangunan yang telah dilakukan selama pemerintahannya. Tak bisa dimungkiri, bahwa suksesi kepemimpinan nasional selalu diwarnai oleh masalah klasik, yakni terjadinya kasak-kusuk pemilihan kabinet dan masalah berat membenahi kondisi birokrasi pusat dan daerah. Mestinya semua pihak memberi apresiasi kepada presiden terpilih dalam menyusun kabinetnya. Apalagi. pada saat ini jabatan menteri bisa dianalogikan dengan kursi panas. Karena seribu satu masalah langsung menghadang begitu sang menteri dilantik. 
Pemerintahan Jokowi-JK membutuhkan sosok menteri yang memiliki karakter blink factor dalam mengelola portofolionya. Tidak peduli sosok menteri itu berlatar belakang partai politik, kalangan professional, akademisi, bahkan dari kalangan jurnalis sekalipun. Semuanya dituntut memiliki karakter diatas. Blink factor menggambarkan sosok yang pandai mengambil keputusan yang tepat dan cepat. Publik berharap agar Presiden terpilih Joko Widodo membentuk kabinet kerja. Yakni kerja detail untuk rakyat dan tidak menduakan tugasnya dengan urusan partai politik atau organisasi lainnya. 
Banyaknya persoalan krusial yang menyangkut portofolionya hanya bisa diselesaikan oleh sosok menteri yang memiliki power of glance, yakni kemampuan melihat dan memahami secara detail medan penugasannya. Serta mampu membuat keputusan sekejap atau snap judgment dan pemahaman yang cepat atau rapid cognition terhadap persoalan bangsa yang aktual dan mendesak dalam situasi yang serba sulit dan sumber daya yang sangat terbatas. Jika semua sosok menteri yang membantu 
Pemerintahan Jokowi-JK memiliki kemampuan diatas, maka bisa disebut Kabinet Power of Glance. Gaya kepemimpinan Presiden terpilih Joko Widodo yang merakyat dan menekankan aspek gerak cepat membutuhkan menteri dan postur birokrasi dibawahnya yang andal dan suka melayani. Sayangnya, kondisi postur birokrasi saat ini tampak kedodoran menghadapi gaya kepemimpinan diatas. Pentingnya treatmen revolusi mental bagi birokrasi yang didahului dengan cara menerapkan reward dan punishment secara tegas dan ketat. Birokrasi yang notabene adalah Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) itu juga harus dihadapkan sangsi yang keras dan tanpa pandang bulu jika kinerjanya buruk. Dengan demikian tindakan mutasi hingga sanksi pemecatan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) sangat dimungkinkan bagi birokrasi. 
Moralitas dan kejiwaan para birokrasi pusat dan daerah harus segera dibenahi. Searah dengan tren global bahwa korporasi dan birokrasi harus memiliki tingkatan eupsychian management. Istilah eupsychian berasal dari akar kata “eu” yang berarti baik dan “psyche” yang berarti jiwa. Eupsychian management menjadikan pemerintahan dan korporasi bisa survive ditengah krisis dan semakin kompetitif dalam persaingan global. Dari sudut etos kerja dan situasi bangsa Indonesia yang masih terpuruk dalam berbagai bidang sekarang ini, mestinya birokrasi lebih bekerja keras dengan waktu kerja yang ketat. 
 Pemerintah Jokowi-JK jangan lagi memanjakan birokrasi dengan seringnya memberi hari libur. Seharusnya pemerintah mengoptimalkan beban kerja PNS serta memperpanjang jam kerja dengan merevisi Keppres No 68 Tahun 1995. Jam kerja PNS yang cuma 37,5 jam per minggu adalah paling rendah di Asia Tenggara. Apalagi, dengan pengawasan yang amat buruk jelas tidak mungkin bisa menyelenggarakan roda pemerintahan secara efektif. Idealnya jam kerja PNS di Indonesia minimal 45 jam per minggu dengan deskripsi beban kerja yang lebih jelas dan terukur. Kajian domain psikologi menyatakan bahwa birokrat di Indonesia kebanyakan tidak bisa mencintai pekerjaanya setulus hati alias memiliki integritas yang rendah. Mereka sehari-harinya terkena sindrom "5-ng" yakni ngeluh, ngedumel, ngegosip, ngomel, dan ngeyel. Masih relevan tesis dari M.A.W Brouwer penulis buku “Indonesia Negara Pegawai”. Yang intinya menyatakan bahwa masih banyak PNS pemalas, tidak inovatif, gila hormat, konsumtif, sering melakukan pungli, dan suka korupsi. Tesis Brouwer diperkuat oleh Fernando De Soto seperti dalam bukunya “The Mystery of The Capital” yang secara gamblang menyingkap mental birokrasi dunia ketiga yang pemalas, pemeras, dan suka korupsi. Hal itu menjadi kendala utama pembangunan di dunia ketiga. 
 Para birokrat atau PNS sebaiknya menyadari bahwa esensi kepemimpinan Jokowi-JK pada hakekatnya adalah new deal atau tawaran baru yang lebih konkrit, realistis dan egaliter kepada rakyat. New deal itu bukanlah slogan atau janji politik biasa. Tetapi merupakan revolusi mental dengan mengedepankan langkah terobosan yang cerdas dan progresif guna mengatasi krisis. Dan secara terus menerus dikomunikasikan dengan segenap rakyat. Sistem komunikasi tersebut akan dilengkapi dengan perangkat e-Blus atau sistem informasi blusukan berbasis internet yang akan dikelola oleh kantor kepresidenan. 
Begitu menduduki kursi kepresidenan RI, Joko Widodo akan langsung menghadapi dampak turbulensi perekonomian global yang masih terasa dampaknya hingga saat ini. Turbulensi tersebut telah memorakporandakan teori-teori di bidang ekonomi keuangan. Ada buku menarik berjudul “Stabilizing the unstable economy” karya Herman P Minsky yang bisa dijadikan referensi untuk menghadapi turbulensi perekonomian. Selama ini para akademisi dan praktisi ekonomi mengenal istilah Minsky Moment untuk menggambarkan ekonomi yang berada dalam kondisi turbulensi. Kini istilah tersebut menjadi relevan kembali setelah sekian lama tertimbun oleh keangkuhan neoliberalisme. 
 Selama ini pasar telah berjalan di jalur bebas hambatan. Hampir semua rejim pemerintahan di muka bumi ini menciptakan kondisi yang memungkinkan pasar bekerja dengan sempurna, termasuk di antaranya membuat undang-undang yang memuluskan pergerakan barang, jasa, dan keuangan, pembentukan lembaga-lembaga pendukung, serta mencegah segala rupa gangguan yang datang dari individu atau kelompok terhadap bekerjanya mekanisme pasar tersebut. Intinya, dalam rejim neoliberal, peran negara adalah tut wuri handayani alias mendorong dari belakang. Setelah sekian lama, apa yang terjadi ? ternyata daya dan upaya diatas justru mengakibatkan turbulensi yang tiada henti. 
Dengan kondisi diatas, ada pemikiran yang merekomendasikan inversi atau membalik situasi yang menyebabkan turbulensi tersebut. Yakni memberlakukan kebijakan dimana sebaiknya pasar tidak lagi dilepas sebebas-bebasnya.

Selasa, 05 Agustus 2014

Skema Pembiayaan Mahasiswa


Koran Jakarta |Gagasan |  Rabu, 06 Agustus 2014  02:20:24
Skema Pembiayaan Mahasiswa


Pemerintah meluncurkan program beasiswa jenjang pascasarjana ke luar negeri, The Indonesian Presidential Scholarship (IPS). Mestinya program ini diperluas agar semakin banyak mahasiswa Indonesia yang dapat melanjutkan kuliah di luar negeri. Banyak mahasiswa kesulitan biaya kuliah, sementara beasiswa seperti Bidikmisi masih terbatas. Maka, perlu dikenalkan skema kredit mahasiswa yang bisa diakses secara mudah. Bank dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi (PT) agar merekomendasikan mahasiswa yang pantas menerima kredit.

Program beasiswa IPS dibuka untuk umum. Saat ini sudah mencapai seleksi gelombang kedua. Program ini memberi beasiswa pendidikan untuk studi strata dua (S2) dan S3 di 50 universitas terkemuka di luar negeri. Program beasiswa dirancang untuk menyiapkan pemimpin masa depan, baik pemerintahan maupun korporasi, yang autentik dan mumpuni dari berbagai latar belakang disiplin ilmu.

Program pemberian kredit mahasiswa saat ini sangat relevan yang tidak sekadar untuk membayar biaya kuliah, tetapi juga buat star up atau memulai kegiatan usaha sesuai dengan kompetensi dan bakat. Tak bisa dimungkiri, biaya kuliah banyak memberatkan orang tua. Kredit mahasiswa akan membantu buat biaya kuliah, masuk perguruan tinggi, SPP semester, dan hidup sehari-hari mahasiswa. Kelak setelah berpenghasilan mahasiswa akan melunasi kredit tersebut. Perlu juga skema kredit untuk mencetak young entrepreneurs atau pengusaha muda agar para mahasiswa dapat memulai usaha.

Kredit mahasiswa di negeri ini memiliki arti yang strategis karena akan membentuk sejak dini lapisan entrepreneur yang mampu berbisnis secara sehat. Bank sentral Amerika Serikat juga mengalokasikan dana hingga 300 miliar dollar AS kepada pemegang surat berharga yang ditopang berbagai jenis pinjaman, termasuk kredit mahasiswa. Kebijakan bank sentral tersebut telah membantu para mahasiswa sehingga bisa menyelesaikan kuliah dengan baik lalu menjadi pengusaha tangguh.

 Skema pembiayaan pendidikan dengan cara komersial, termasuk peluang PT untuk menerbitkan surat obligasi guna menutup biaya operasional, pengembangan infrastruktur, hingga beasiswa, dan skema kredit mahasiswa telah menjadi agenda penting negara maju. Bahkan, publik Amerika Serikat menilai risiko obligasi terbitan PT terbilang kecil. Sukses PT Amerika dalam meraup dana obligasi diperlihatkan Princeton University, Cornell University, University of Notre Dame, dan lain-lainnya. Princeton telah sukses melepas obligasi senilai 1 miliar dollar AS.

Di Indonesia sudah banyak usulan bahwa ijazah yang berhasil diraih mahasiswa mestinya bisa menjadi jaminan mendapat Kredit Usaha Rakyat. Namun, mekanismenya masih belum berjalan secara baik. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit dan pelaksanaannya masih angin-anginan.

Perbankan nasional juga belum serius dalam mengucurkan pinjaman untuk pembayaran uang kuliah per semester. Ada bank yang telah mencoba menyalurkan, tapi sayang waktunya sangat mepet, prosedurnya bertele-tele, serta belum sinkron dengan kalender akademis.



 Setiap tahun pengangguran intelektual Indonesia meningkat 20 persen. Masalah itu diperparah lagi mereka tidak memiliki soft skill atau keterampilan di luar kompetensi utama para sarjana. Indonesia setiap tahun mencetak sekitar 300 ribu sarjana dari 2.900 PT negeri dan swasta. Ironisnya, pemerintah belum memiliki program tepat guna untuk mengatasi kondisi tersebut.

Pakar ekonomi, David Mike Dallen, menyatakan suatu negara akan menjadi makmur bila jumlah pengusaha mencapai sedikitnya 2 persen dari jumlah penduduk. Dalam konteks tersebut, lulusan PT sebetulnya merupakan segmen ideal untuk diarahkan menjadi pengusaha.

Sebagai gambaran, jumlah pengusaha Singapura telah mencapai 7,2 persen, sedangkan Indonesia, menurut hasil riset pada 2010, baru mencapai 0,19 persen. Dengan demikian, untuk mencapai negara makmur, perlu meningkatkan sepuluh kali lipat atau mencetak sekitar 5 juta pengusaha lagi.

Amerika

Pemerintah semestinya bertindak cepat mengatasi pengangguran intelektual agar tidak memperburuk daya saing bangsa. Diperlukan kerja sama antara PT, lembaga keuangan, dan pengusaha untuk mengembangkan semacam young entrepreneurs society di setiap PT. Pada saat ini berlaku prinsip ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge economy) dan sebuah masyarakat berpengetahuan (knowledge society).

Dalam konteks ini ekonomi pengetahuan bertumbuh karena adanya kreativitas dan kemampuan mencipta yang memungkinkan pemecahan masalah secara praktis. Apalagi tren teknologi informasi dan komunikasi diwarnai dengan optimasi penggunaan teknologi cloud computing. Teknologi tersebut secara optimal dapat menumbuhkan digitalpreneur di daerah-daerah.

Berbagai produk dan jasa yang dihasilkan daerah bisa dipasarkan secara global secara murah dan efektif. Selain itu, manfaat pasti teknologi cloud computing bagi entitas industri daerah sebagai Enterprise Application Integration (EAI) framework dengan kemampuan mengelaborasi integrasi aplikasi pada industri proses.

Di Amerika Serikat, hampir seluruh PT memunyai suatu program khusus dalam mempelajari bidang kewirausahaan sehingga melahirkan pengusaha muda andal. Pada prinsipnya, program khusus tersebut mengidentifikasi dan mempersiapkan civitas akademika sebagai calon entrepreneur. Mereka juga mempersiapkan pembuatan business plan untuk usaha baru dan perilaku pengambilan risiko.

Menurut data statistik, 30 persen wirausaha Amerika Serikat berusia sekitar 30 tahun. Mereka dikategorikan sebagai kaum muda. Jadi, sesungguhnya peran PT sangat siginifikan untuk mengarahkan mahasiswa menjadi wirausahawan. Pendidikan wirausaha di Amerika mulai dikenalkan tahun 1960-an.

 Pada era ekonomi kreatif sekarang ini langkah tepat untuk mendorong kelahiran pengusaha muda atara lain dengan memperbanyak workshop usaha dan ruang kreativitas di sekitar kampus. Ini akan memperbaiki daya inovasi para mahasiswa, yang pada gilirannya akan melahirkan jenis-jenis usaha baru. Workshop memiliki nilai lebih strategis bila dikaitkan dengan produk lokal yang tengah ditingkatkan standarnya.

Metode pendidikan wirausaha sangat bervariasi dan tidak mudah dibakukan karena menyangkut aspek kreativitas sehingga tidak ada satu metode yang cocok untuk semua. Namun demikian, pendidikan wirausaha PT sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi dengan bidang studi bersangkutan. Entrepreneurship sebagai instrumen pendidikan hendaknya direncanakan secara berbeda, tergantung pada tujuan dan kompetensi mahasiswa.

Dr H Harjoko Sangganagara MPd
Penulis mengajar di STIA Bagasasi, Bandung