Minggu, 04 Mei 2008

Semua Kitab Suci Menyatakan "Dilangit Banyak Tanda Peringatan"


Konsistensi dan Efektifitas Perda PPU

Oleh HARJOKO SANGGANAGARA *)

Orang bijak menyatakan lebih baik mengembangkan ruang terbuka hijau dari pada harus repot-repot menambah fasilitas rumah sakit dikemudian hari. Pernyataan diatas merupakan sepotong filosofi pembentukan Peraturan daerah tentang Pengendalian Pencemaran Udara ( Perda PPU ).

Fakta telah menunjukkan bahwa sistem transportasi yang buruk berdampak tingginya tingkat polusi udara. Yang pada gilirannya menyebabkan bertambah pesatnya jumlah penderita infeksi saluran pernafasan akut atau ISPA. Masalah polusi udara menjadi persoalan yang sangat serius. Karena selain menguras dana dan menurunkan tingkat kesehatan rakyat, juga akan menciptakan bencana lingkungan. Didorong oleh faktor diatas maka Pansus DPRD Jawa Barat telah bekerja keras guna membahas dan menetapkan Perda tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Esensi dari Perda PPU tersebut adalah untuk menjamin hak setiap warga atas udara yang bersih dan sehat. Untuk itu pentingnya pengendalian pencemaran udara yang dilaksanakan secara sistematis dan terus menerus.
Istilah “pengendalian” atau kontrol dalam perda tersebut mengandung konsekuensi sebuah upaya yang terus menerus atau konsisten. Karena dari pengalaman perda yang serupa, misalnya yang telah diberlakukan di DKI Jakarta esensi pengendalian masih menjadi “macan kertas”. Sehingga pasal-pasal dalam perda belum bisa diterapkan semestinya. Pengertian pengendalian atau kontrol dalam ilmu manajemen adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas yang sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang telah direncanakan. Makna pengendalian juga menuntut pihak eksekutif untuk senantiasa memonitor manajemen operasionalnya. Sebuah perda akan efektif jika rakyat merasakan langsung manfaat pastinya. Serta mampu menghentikan praktik-praktik yang tidak sesuai dengan pasal-pasalnya.

Tidak Bisa Parsial

Tidak banyak yang menyadari bahwa rata-rata proporsi emisi pencemaran udara sudah sangat mengkawatirkan. Sebagai contoh adalah kasus kota Bandung dan sekitarnya yang semakin dikepung oleh sumber pencemaran udara, baik yang bergerak maupun diam. Sumber emisi bergerak atau kendaraan bermotor telah menyebabkan ancaman serius bagi warga kota Bandung. Data kendaraan bermotor di kota Bandung hingga bulan Nopember 2006 menunjukkan bahwa jumlah kendaraan bermotor telah mencapai 670.000 buah. Hal tersebut masih ditambah dengan operasi rutin kendaraan bermotor dari luar kota yang setiap harinya rata-rata mencapai 20.000 buah. Masih ditambah lagi pada saat liburan akhir pekan kendaraan bermotor dari luar yang masuk kota Bandung rata-rata mencapai 70.000 buah. Dengan kondisi prasarana jalan yang masih jauh dari memadai ditambah dengan titik kemacetan yang terus bertambah, maka cekungan Bandung merupakan produsen emisi gas buang terbesar.
Mengatasi masalah pencemaran udara tidak bisa dilakukan secara parsial. Karena ada keterkaitan berbagai faktor, antara lain kondisi dan jumlah kendaraan bermotor, kandungan bahan bakar, penataan kawasan industri, serta sistem tata bangunan kota. Jika kita amati kondisi ruang parkir tertutup gedung-gedung di kota Bandung, akan terlihat situasi yang mengabaikan prinsip pengendalian pencemaran udara. Sepertinya kita dipaksa menghirup gas beracun pada area basement yang tertutup. Banyak basement dan ruang parkir yang membuat sesak nafas karena tidak dilengkapi dengan fasilitas sirkulasi udara yang baik. Begitu pula masih cukup banyak sekolah yang ruang belajarnya sangat berdekatan atau berhimpitan dengan sumber pencemaran udara dan kebisingan kota. Kondisi sekolah dan basement seperti diatas tidak boleh terjadi lagi jika Perda PPU telah berlaku efektif. Bagaimanapun juga pemkot harus mencari solusi terhadap lokasi sekolah yang berdekatan dengan sumber pencemaran udara. Idealnya pengembangan ruang hijau terbuka diprioritaskan terhadap lokasi pendidikan.
Pencemaran udara mengakibatkan dampak kesehatan yang sangat serius bagi warga kota. Zat pencemar udara yang timbul dapat digolongkan menjadi zat kimia, zat fisik dan zat biologik. zat pencemar kimia terbanyak berupa karbon monoksida (CO), oksida sulfur, oksigen nitrogen, hidrokarbon dan partikel lainnya. Produsen Karbon monoksida sekitar 80 persennya berasal dari kendaraan bermotor. Dampak CO terhadap kesehatan adalah merusak hemoglobin. Kerusakan itu berakibat penyediaan oksigen pada jaringan tubuh berkurang. Selain kandungan kimia CO, asap kendaraan itu juga mengandung nitrogen oksida dan hidrokarbon. Kedua zat ini juga sangat berbahaya bagi manusia. Efek dari kedua zat ini bergantung dari seberapa besar zat itu dihirup oleh seseorang. Jika konsentrasi 50 - 100 ppm bisa menyebabkan peradangan paru-paru. Konsentrasi 150 - 200 ppm dapat menyebabkan pemampatan bronkhiolo ( bronkhiolitis fibrosis obliterans ). Biasanya setelah terjadi pemampatan selama tiga hingga lima minggu penderita akan meninggal dunia.

Hari Tanpa Mengemudi

Dalam pasal-pasal Perda PPU terdapat implikasi yang mendasar. Antara lain tentang kewajiban melakukan uji emisi dan uji kebisingan bagi kendaraan bermotor ( pasal 25 ). Juga tentang pengendalian pencemar industri dengan kewajiban memiliki manager pengelola lingkungan yang bersertifikat ( pasal 23 ). Dan tindakan antisipatif dengan pengembangan ruang terbuka hijau ( pasal 27 ). Ketiga pasal yang penting itu sangat menentukan efektifitas Perda dikemudian hari. Sehingga perlu rumusan yang benar-benar konkrit dan aplikatif. Pengalaman selama ini telah menunjukkan bahwa prosedur dan klasifikasi lulus uji emisi kendaraan bermotor begitu mudah dimanipulasikan. Selain itu prosedur dan teknis pengujian emisi yang dijalankan standarnya kurang ketat dan menstimulir timbulnya pungutan liar. Operasional infrastruktur laboratorium dan alat uji yang mampu melayani jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi tetap di Propinsi Jawa Barat juga bisa menjadi masalah yang krusial. Dengan mengacu kepada keberhasilan negara-negara maju untuk menanggulangi pencemaran udara, idealnya semua kendaraan yang potensial menjadi pencemar harus di scrapping. Implikasinya pembatasan umur kendaraan bermotor harus ditempuh. Namun, langkah di negara maju tersebut mustahil bisa dilakukan disini karena ongkos sosialnya sangat besar.
Dibutuhkan konsistensi, strategi dan inovasi untuk memberlakukan Perda PPU. Strategi itu misalnya menentukan zona larangan parkir dibeberapa lokasi serta berani membuat terobosan dengan mengadakan hari tanpa mengemudi untuk segmen kota tertentu. Selain itu juga sudah waktunya melakukan kendali pencemaran yang canggih di pusat-pusat pembangkit tenaga. Salah satunya dengan cara mengaplikasikan teknologi penggosok cerobong atau saluran asap. Karena metoda ini dapat menghilangkan sampai 95% pencemaran gas sulfur dari gas cerobong asap. Asap kendaraan bermotor jelas merupakan sumber karbon monoksida. Karena itu dibutuhkan teknik penurunan kadar karbon monoksida lewat pengendalian emisi otomatis seperti peralatan pengubah katalis. Dimana prinsip kerja alat itu adalah mengubah sebagian besar karbon monoksida menjadi karbon dioksida. Alat semacam itu secara nyata telah menurunkan emisi dan kadar konsentrasi karbon monoksida yang menyelimuti kota. Hasilnya tingkat kadar karbon monoksida di udara bisa menurun sampai 50 persen. Bahaya pencemaran udara selalu mengintip kawasan industri di sekitar Bandung raya. Karena umur operasi infrastruktur pabrik banyak yang sudah tua. Semakin tua komponen dalam sebuah instalasi pabrik semakin berpotensi menjadi pencemar udara dan mudah menyebabkan kecelakaan kerja. Apalagi pada saat ini kalangan pengusaha sedang didera oleh biaya perawatan yang sangat tinggi. Sehingga banyak industri yang menunda-nunda jadwal perawatan berkala dan penggantian komponen yang sudah tidak bisa beroperasi semestinya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa 70 persen penduduk kota-kota besar telah terancam pencemaran udara diatas batas marjinal. Bahkan penelitian Universitas Harvard menunjukkan bahwa kematian akibat pencemaran udara mencapai jumlah 100.000 per-tahunnya. Lebih mengenaskan lagi bahwa pencemaran udara lebih rentan terhadap anak-anak daripada orang dewasa. Riset telah membuktikan bahwa anak-anak yang tinggal di kota dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi mempunyai paru-paru yang lebih kecil dan mudah terserang ISPA. Untuk itulah seluruh rakyat Jawa Barat sangat berharap terhadap konsistensi dan efektifitas Perda PPU. Jangan sampai Perda tersebut nantinya hanya menjadi “macan kertas”.

*) Budayawan, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Wakil Ketua Pansus Perda PPU
**) Artikel pernah dimuat di harian KOMPAS

1 komentar:

Achmad Firdaus mengatakan...

Wah artikel bagus neh