Sabtu, 03 Mei 2008

Alam Pasundan, Cantik Tapi Sarat Potensi Bencana Alam


Menghadapi Bencana Alam
Oleh Harjoko Sangganagara *)

Bencana alam mesti dihadapi dengan tegar, disertai langkah penanggulangan oleh pemerintah daerah bersama pusat secara sistematis dan melibatkan partisipasi rakyat.

Secara regulatif sudah dibentuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang itu dibuat karena negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Karena itu, negara harus memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan, termasuk perlindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum.
Namun, masih ada kepincangan di sana-sini ketika bencana alam datang menerjang. Prinsip-prinsip dasar dalam penanggulangan bencana yang cepat dan tepat, transparan dan akuntabel, nondiskriminasi dan nonproletis, mangkus dan sangkil, serta bersifat prioritas, koordinasi, keterpaduan, kemitraan, dan pemberdayaan selama ini belum terwujud. Padahal, tujuan penanggulangan bencana adalah untuk melindungi masyarakat dengan menyelaraskan peraturan, membuat langkah-langkah yang terencana dan sinergis, menghargai budaya lokal, dan mengembangkan semangat gotong royong.
Mitigasi yang merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, nuansanya masih sebatas teori di atas kertas. Padahal, kegiatan mitigasi seharusnya secara konsisten diterapkan melalui penataan ruang, pembangunan infrastruktur, tata bangunan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, baik secara konvensional maupun modern.
Sosialisasi tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam penanggulangan bencana alam adalah perlu. Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan, pendidikan mengenai penanggulangan bencana, memperoleh informasi, dan berperan serta dalam program bantuan pelayanan kesehatan dan dukungan psikososial, serta berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan melakukan pengawasan. Setiap orang yang terkena bencana berhak memperoleh bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dan berhak memperoleh ganti rugi akibat bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi. Hak pengungsi
Langkah dasar atau standar yang dilakukan pemerintah daerah dalam menanggulangi bencana alam meliputi penjaminan pemenuhan hak pengungsi dengan standar pelayanan minimum; pengurangan risiko bencana yang dipadukan dengan program pembangunan; serta pengalokasian dana penanggulangan bencana alam dalam APBD secara memadai. Begitu pula fungsi DPRD dalam penanggulangan bencana harus dioptimalkan.
Fungsi itu meliputi pertama, membuat peraturan daerah yang sesuai dengan kemajuan zaman. Selama ini bersama-sama kepala daerah telah dibuat serangkaian peraturan daerah (perda) yang di dalamnya mengatur mengenai penanggulangan bencana alam, yaitu Perda tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah, Pengurusan Hutan, Perlindungan Lingkungan Geologi, Kawasan Lindung, Lahan Kritis, Sempadan Air, Penanggulangan Pencemaran Udara, dan Kawasan Bandung Utara.
Kedua, mengawasi kinerja pemerintah daerah. DPRD melalui berbagai alat kelengkapan DPRD, seperti komisi dan kepanitiaan khusus, telah mencermati masalah penanggulangan bencana mulai dari aspek kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaannya. Ketiga, mengalokasikan dana melalui APBD. Untuk tahun 2007 DPRD menganggarkan dana sebesar Rp 60 miliar. Dana tersebut digunakan untuk membantu korban bencana dan perbaikan infrastruktur yang rusak akibat bencana.
Provinsi Jawa Barat yang termasuk kawasan rawan bencana alam harus secepatnya menata sistem dan mengokohkan kebijakan. Dalam skala bencana yang besar, anggaran APBD tersebut bisa jadi kurang memadai. Untuk itu, perlu dibangkitkan jiwa gotong royong untuk menghadapi bencana. Potensi rawan bencana suatu daerah yang telah dideteksi oleh lembaga ilmiah hendaknya diperkuat oleh jiwa gotong royong masyarakat untuk membuat prasarana dan prosedur mitigasi dalam menghadapi bencana.
Gotong royong yang telah digali pendiri Republik Indonesia menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, satu karya, satu gawe. Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua. Holopis kuntul baris buat kepentingan bersama. Gotong royong bukanlah sesuatu yang given, seperti yang kita duga. Gotong royong memerlukan komitmen bersama. Seperti pandangan Anand Krishna yang multikulturalis, gotong royong berarti memikul bersama beban negara dan bangsa ini.
Selain itu, penting juga bagi pemerintah daerah untuk mengonsolidasikan tagana (taruna siaga bencana). Tagana adalah suatu organisasi atau gugus tugas berbasis masyarakat yang berorientasi di bidang kesejahteraan sosial untuk menangani penanggulangan bencana.
Pengangkatan anggota tagana berdasarkan usulan yang disampaikan oleh kecamatan, kabupaten, kota, atau provinsi secara berjenjang. Untuk selanjutnya disahkan guna mendapatkan penetapan dari Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Departemen Sosial atas nama Menteri Sosial. Tagana mendapatkan pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana berkala oleh Balai Diklat Departemen Sosial berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat dan mendapatkan sertifikat dan insentif sebesar Rp 50.000 per bulan. Besaran insentif itu dapat berubah sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah. Berbagai biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan operasional tagana dibebankan pada APBN dan APBD penanggulangan bencana. "Crash" manajemen proyek
Pengalaman dalam hal manajemen menghadapi bencana alam skala besar, seperti di Nanggroe Aceh Darussalam dan di luar negeri seperti di Los Angeles, Amerika Serikat, sangat berguna aplikasinya untuk Provinsi Jabar. Manajemen tersebut juga meliputi metode untuk menjalankan crash manajemen proyek guna memperpendek atau mempersingkat durasi dari sebuah aktivitas atau proyek di luar waktu normal yang diperlukan. Penanggulangan gempa bumi di Kota Los Angeles, yang menghancurkan sebagian besar infrastruktur, dengan menggunakan crash manajemen proyek bisa dengan cepat memulihkan kondisi infrastruktur yang sebelumnya rusak parah.
Mengokohkan kebijakan daerah dalam menghadapi bencana alam, selain dengan regulasi, konsolidasi SDM, memompa jiwa gotong royong, juga dibutuhkan perangkat teknologi informasi. Dalam hal ini teknologi sistem informasi geografis (SIG) sangat berguna untuk membantu mengantisipasi bencana serta perencanaan yang cepat dalam hal tanggap darurat saat terjadi bencana alam.
Di negara maju SIG sering digunakan untuk mengatasi bencana polusi, potensi pergerakan tanah, dan mencari wetland (lahan basah) untuk mengatasi bencana kekeringan. Pada prinsipnya SIG adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial atau bereferensi keruangan.

*) Budayawan; Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat
**) Artikel pernah dimuat oleh harian KOMPAS

Tidak ada komentar: