Selasa, 05 Agustus 2014

Skema Pembiayaan Mahasiswa


Koran Jakarta |Gagasan |  Rabu, 06 Agustus 2014  02:20:24
Skema Pembiayaan Mahasiswa


Pemerintah meluncurkan program beasiswa jenjang pascasarjana ke luar negeri, The Indonesian Presidential Scholarship (IPS). Mestinya program ini diperluas agar semakin banyak mahasiswa Indonesia yang dapat melanjutkan kuliah di luar negeri. Banyak mahasiswa kesulitan biaya kuliah, sementara beasiswa seperti Bidikmisi masih terbatas. Maka, perlu dikenalkan skema kredit mahasiswa yang bisa diakses secara mudah. Bank dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi (PT) agar merekomendasikan mahasiswa yang pantas menerima kredit.

Program beasiswa IPS dibuka untuk umum. Saat ini sudah mencapai seleksi gelombang kedua. Program ini memberi beasiswa pendidikan untuk studi strata dua (S2) dan S3 di 50 universitas terkemuka di luar negeri. Program beasiswa dirancang untuk menyiapkan pemimpin masa depan, baik pemerintahan maupun korporasi, yang autentik dan mumpuni dari berbagai latar belakang disiplin ilmu.

Program pemberian kredit mahasiswa saat ini sangat relevan yang tidak sekadar untuk membayar biaya kuliah, tetapi juga buat star up atau memulai kegiatan usaha sesuai dengan kompetensi dan bakat. Tak bisa dimungkiri, biaya kuliah banyak memberatkan orang tua. Kredit mahasiswa akan membantu buat biaya kuliah, masuk perguruan tinggi, SPP semester, dan hidup sehari-hari mahasiswa. Kelak setelah berpenghasilan mahasiswa akan melunasi kredit tersebut. Perlu juga skema kredit untuk mencetak young entrepreneurs atau pengusaha muda agar para mahasiswa dapat memulai usaha.

Kredit mahasiswa di negeri ini memiliki arti yang strategis karena akan membentuk sejak dini lapisan entrepreneur yang mampu berbisnis secara sehat. Bank sentral Amerika Serikat juga mengalokasikan dana hingga 300 miliar dollar AS kepada pemegang surat berharga yang ditopang berbagai jenis pinjaman, termasuk kredit mahasiswa. Kebijakan bank sentral tersebut telah membantu para mahasiswa sehingga bisa menyelesaikan kuliah dengan baik lalu menjadi pengusaha tangguh.

 Skema pembiayaan pendidikan dengan cara komersial, termasuk peluang PT untuk menerbitkan surat obligasi guna menutup biaya operasional, pengembangan infrastruktur, hingga beasiswa, dan skema kredit mahasiswa telah menjadi agenda penting negara maju. Bahkan, publik Amerika Serikat menilai risiko obligasi terbitan PT terbilang kecil. Sukses PT Amerika dalam meraup dana obligasi diperlihatkan Princeton University, Cornell University, University of Notre Dame, dan lain-lainnya. Princeton telah sukses melepas obligasi senilai 1 miliar dollar AS.

Di Indonesia sudah banyak usulan bahwa ijazah yang berhasil diraih mahasiswa mestinya bisa menjadi jaminan mendapat Kredit Usaha Rakyat. Namun, mekanismenya masih belum berjalan secara baik. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit dan pelaksanaannya masih angin-anginan.

Perbankan nasional juga belum serius dalam mengucurkan pinjaman untuk pembayaran uang kuliah per semester. Ada bank yang telah mencoba menyalurkan, tapi sayang waktunya sangat mepet, prosedurnya bertele-tele, serta belum sinkron dengan kalender akademis.



 Setiap tahun pengangguran intelektual Indonesia meningkat 20 persen. Masalah itu diperparah lagi mereka tidak memiliki soft skill atau keterampilan di luar kompetensi utama para sarjana. Indonesia setiap tahun mencetak sekitar 300 ribu sarjana dari 2.900 PT negeri dan swasta. Ironisnya, pemerintah belum memiliki program tepat guna untuk mengatasi kondisi tersebut.

Pakar ekonomi, David Mike Dallen, menyatakan suatu negara akan menjadi makmur bila jumlah pengusaha mencapai sedikitnya 2 persen dari jumlah penduduk. Dalam konteks tersebut, lulusan PT sebetulnya merupakan segmen ideal untuk diarahkan menjadi pengusaha.

Sebagai gambaran, jumlah pengusaha Singapura telah mencapai 7,2 persen, sedangkan Indonesia, menurut hasil riset pada 2010, baru mencapai 0,19 persen. Dengan demikian, untuk mencapai negara makmur, perlu meningkatkan sepuluh kali lipat atau mencetak sekitar 5 juta pengusaha lagi.

Amerika

Pemerintah semestinya bertindak cepat mengatasi pengangguran intelektual agar tidak memperburuk daya saing bangsa. Diperlukan kerja sama antara PT, lembaga keuangan, dan pengusaha untuk mengembangkan semacam young entrepreneurs society di setiap PT. Pada saat ini berlaku prinsip ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge economy) dan sebuah masyarakat berpengetahuan (knowledge society).

Dalam konteks ini ekonomi pengetahuan bertumbuh karena adanya kreativitas dan kemampuan mencipta yang memungkinkan pemecahan masalah secara praktis. Apalagi tren teknologi informasi dan komunikasi diwarnai dengan optimasi penggunaan teknologi cloud computing. Teknologi tersebut secara optimal dapat menumbuhkan digitalpreneur di daerah-daerah.

Berbagai produk dan jasa yang dihasilkan daerah bisa dipasarkan secara global secara murah dan efektif. Selain itu, manfaat pasti teknologi cloud computing bagi entitas industri daerah sebagai Enterprise Application Integration (EAI) framework dengan kemampuan mengelaborasi integrasi aplikasi pada industri proses.

Di Amerika Serikat, hampir seluruh PT memunyai suatu program khusus dalam mempelajari bidang kewirausahaan sehingga melahirkan pengusaha muda andal. Pada prinsipnya, program khusus tersebut mengidentifikasi dan mempersiapkan civitas akademika sebagai calon entrepreneur. Mereka juga mempersiapkan pembuatan business plan untuk usaha baru dan perilaku pengambilan risiko.

Menurut data statistik, 30 persen wirausaha Amerika Serikat berusia sekitar 30 tahun. Mereka dikategorikan sebagai kaum muda. Jadi, sesungguhnya peran PT sangat siginifikan untuk mengarahkan mahasiswa menjadi wirausahawan. Pendidikan wirausaha di Amerika mulai dikenalkan tahun 1960-an.

 Pada era ekonomi kreatif sekarang ini langkah tepat untuk mendorong kelahiran pengusaha muda atara lain dengan memperbanyak workshop usaha dan ruang kreativitas di sekitar kampus. Ini akan memperbaiki daya inovasi para mahasiswa, yang pada gilirannya akan melahirkan jenis-jenis usaha baru. Workshop memiliki nilai lebih strategis bila dikaitkan dengan produk lokal yang tengah ditingkatkan standarnya.

Metode pendidikan wirausaha sangat bervariasi dan tidak mudah dibakukan karena menyangkut aspek kreativitas sehingga tidak ada satu metode yang cocok untuk semua. Namun demikian, pendidikan wirausaha PT sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi dengan bidang studi bersangkutan. Entrepreneurship sebagai instrumen pendidikan hendaknya direncanakan secara berbeda, tergantung pada tujuan dan kompetensi mahasiswa.

Dr H Harjoko Sangganagara MPd
Penulis mengajar di STIA Bagasasi, Bandung

Tidak ada komentar: