Rabu, 17 Februari 2016

Urgensi KEK Pariwisata Jabar Selatan 

( Tribun Jabar 26 Februari 2015)
Oleh : Harjoko Sangganagara *)




Presiden Joko Widodo meresmikan operasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung, Banten. Eksistensi Tanjung Lesung merupakan KEK sektor pariwisata terpadu. Pembangunannya searah pengembangan industri pariwisata nasional yang kini terfokus kepada wisata maritim.
Mestinya Provinsi Jawa Barat jangan kalah dengan provinsi lainnya. Karena memiliki potensi yang luar biasa. Urgensi KEK pariwisata di Jabar Selatan yang menekankan pengembangan destinasi laut, ekowisata pantai dan pulau kecil.

Pemprov Jabar perlu membuat paket wisata kemaritiman terpadu. Perlu destinasi terintegrasi dimana setiap pulau kecil yang tergabung dalam gugusan di perairan Jabar Selatan menawarkan satu minat khusus yang masuk dalam paket wisata maritim. Paket tesebut membutuhkan kapal pesiar yang beroperasi keliling perairan dan ditunjang dengan perahu tradisional atau perahu kecil yang telah dimodernisasi sehingga bisa membawa wisatawan yang turun dari kapal pesiar.

Beberapa obyek wisata maritim dan ekowisata di Jabar Selatan belum tertangani potensinya. Padahal memiliki variabel daya saing yang sangat unik dan perpaduan alam yang luar biasa yakni antara gunung, hutan dan lautan yang amat menakjubkan.

Sungguh minim promosi untuk mendongkrak potensi di kawasan selatan Jabar dari pesisir Cimanuk hingga pesisir Cipatujah di Tasikmalaya Selatan. Minimnya promosi juga terjadi untuk ekowisata Ranca Upas dan kawasan perkebunan teh warisan kolonial Belanda yang sangat eksotik. Tak jemu-jemunya dari ketinggian itu mata telanjang bisa melihat horizon garis pantai Samudera Hindia dengan deburan ombaknya. Kontur alam pantai selatan Jawa Barat yang berbukit-bukit dan secara ekstrem menurun tajam ke bibir pantai merupakan lanskap alam yang sangat indah bak nirwana.

Sudah waktunya obyek di sepanjang pantai selatan mulai dari daerah Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, sampai Ciamis dikelola secara sungguh-sungguh. Agar jutaan pasang mata wisatawan bisa menikmati panorama nirwana dan merasakan kedahsyatan tantangannya dan keunikan budaya dan ekosistemnya.

Sungguh ironis, pemerintah kolonialisme Belanda dahulu mampu mengembangkan potensi kawasan selatan Jawa Barat. Salah satu petanda infrastruktur yang merupakan bukti kejelian kolonial Belanda tersebut adalah pelabuhan di Cilaut Eureun. Pada saat itu Belanda sudah memproyeksikan potensi perikanan, pertanian, ekowisata dan budaya di wilayah Garut Selatan. Ironisnya, justru pada saat ini potensi pantai Bungbulang, Sayang Heulang, dan Pantai Cilaut Eureun masih terabaikan.

Provinsi Jawa Barat sudah waktunya membangun KEK berupa infrastruktur pelabuhan di sekitar Teluk Cilaut Eureun. Sehingga bisa dibuat pelabuhan dengan kapasitas sekurang-kurangnya 150.000 DWT. Dengan terbangunnya infrastruktur itu maka kapal-kapal pesiar mewah yang lalu-lalang di Samudera Hindia menuju Pulau Christmas Australia bisa berlabuh di Pelabuhan Cilaut Eureun untuk menurunkan para wisatawan dunia.

Potensi wisata maritim membentang di wilayah Jawa Barat bagian selatan hingga kini masih tertidur lelap. Pemerintah daerah perlu melakukan perubahan skala prioritas kebijakan sehingga peran sebagai fasilitator dapat dioptimalkan. Wilayah Provinsi Jawa Barat bagian selatan memiliki potensi kelautan dan ekowisata yang luar biasa. Sayangnya potensi itu terus terdegradasi. Kurangnya niat dan langkah strategis dalam mengembangkan potensi diatas. Penting untuk kita renungkan bahwa secara filosofis potensi wisata Jabar Selatan adalah lukisan Tuhan yang eksistensinya mesti dijaga dan dikembangkan sekuat tenaga. Namun, fakta menunjukkan bahwa lukisan itu mudah rusak dan musnah oleh tangan keji manusia.

Sangat memprihatinkan kondisi obyek ekowisata yang sekaligus cagar alam dan cagar budaya hutan Sancang di Garut Selatan sekarang ini yang dalam kondisi rusak parah. Dahulu, ribuan Banteng Sancang terlihat begitu riang dan bebas berkeliaran di hutan itu. Sekarang satwa itu benar-benar musnah. Ekosistem hutan yang dahulu begitu perawan kini menjadi gersang meradang. Hutan Sancang sebenarnya sarat dengan nilai spiritual dan daya magis. Apalagi tempat itu dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat ngahiyang atau sirnanya Prabu Siliwangi. Namun, sekarang ini menjadi kawasan kritis yang sewaktu-waktu bisa mendatangkan bencana ekologis.

Betapa pongahnya kita semua sehingga Jawa Barat kehilangan begitu saja harta karun yang luar biasa nilainya. Sementara, bangsa lain sekarang ini begitu getolnya menciptakan hutan buatan lengkap dengan aneka satwa di dalamnya dengan tujuan untuk mengeruk devisa dari kantong wisatawan. Seperti halnya langkah Singapura yang telah merancang ekowisata buatan untuk paket wisata Safari Night yang beroperasi pada malam hari. Dalam paket itu para wisatawan dibawa masuk hutan belantara di waktu malam sehingga bisa menyaksikan tajamnya kilau mata Harimau dan hiruk pikuk satwa lainnya di kegelapan malam. Setiap harinya ribuan wisatawan dari mancanegara rela antri untuk menjelajah dan menikmati atraksi satwa. Bahkan, bisa juga melakukan perjalanan di antara kerimbunan pohon bakau dan berbaur dengan kelelawar di sepanjang Leopard Trail.

Perlu insentif untuk mengembangkan wisata maritim di Jabar Selatan. Utamanya untuk pengadaan kapal pesiar domestik. Apalagi baru-baru ini pemerintah telah menyiapkan sederet insentif untuk industri perkapalan atau galangan kapal. Insentif diharapkan bisa mendorong pembuatan kapal pesiar domestik.
Kebutuhan untuk kapal yang merupakan infrastruktur wisata maritim sebaiknya tarifnya dinolkan. Juga diikuti dengan kebijakan non fiskal antara lain berupa pengembangan SDM perkapalan. Upaya itu dilakukan dengan pengembangan pusat desain kapal nasional guna membantu industri galangan kapal terkait kapal pesiar. Apalagi kebutuhan kapal pesiar domestik tipenya sangat spesifik dan harus bernuansa destinasi wisata Nusantara

Dalam paket wisata maritim, selain kapal pesiar domestik juga harus mampu melayani kapal wisata global berukuran besar yang dapat berlabuh atau membuang sauh di pelabuhan terdekat. Selanjutnya para wisatawan dialihkan menggunakan speedboat atau perahu tradisional menuju pulau-pulau kecil yang memiliki obyek khusus dengan tema yang berlainan. Seperti diving, rafting, maupun obyek ekowisata

Tidak ada komentar: