Kamis, 24 November 2011

Museum, Pusat Ekonomi Kreatif

Oleh Harjoko Sangganagara |Daily Investor, Sabtu, 19 November 2011 | 22:19




Penggabungan bidang kebudayaan ke dalam Kementerian Pendidikan Nasional menimbulkan keruwetan dan tumpang tindih di lapangan. Restrukturisasi organisasi tersebut di level bawah bisa menyebabkan pemborosan dan disorientasi program.

Selain itu, penggabungan bisa menyebabkan terjadinya devaluasi atau penurunan nilai ekonomi kreatif nasional. Akhir-akhir ini kebudayaan nasional mulai bergairah karena tatakelolanya mulai menyentuh aspek komersialisasi yang sistemik.

Banyak entitas kebudayaan seperti museum, taman budaya, sanggar seni tradisi dan lain-lain mulai menggeliat ketika diurus oleh Kementerian Budaya dan Pariwisata. Namun, dengan berpindahnya urusan kebudayaan ke Kementerian Pendidikan, dikhawatirkan terjadi perlambatan dalam mengurus entitas kebudayaan. Karena untuk mengurus pendidikan saja sudah kalang kabut, apalagi politik anggaran di daerah selama ini kurang berpihak terhadap entitas kebudayaan. Dengan demikian entitas kebudayaan diibaratkan seperti hidup segan mati tak mau.

Entitas kebudayaan, seperti halnya museum yang di negeri ini jumlahnya ribuan, dikawatirkan akan mengalami kesulitan dana lalu telantar. Ini benarbenar terjadi pada waktu yang lalu, ketika entitas kebudayaan membeku karena terkalahkan oleh sektor pendidikan.

Lembaga Nonprofit
Setelah terpisah dari sektor pendidikan, entitas kebudayaan mulai menggeliat, seperti terlihat dengan adanya program Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) terkait dengan 90% dari jumlah museum di Indonesia pemeliharaannya masih jauh dari harapan.

Gerakan tersebut pada prinsipnya merupakan revitalisasi museum untuk mewujudkan museum Indonesia yang dinamis dan berdayaguna sesuai dengan standar ideal pengelolaan dan pemanfaatan museum. Ini karena para pengelola museum di negeri ini kebanyakan kurang kreatif dan inovatif.

Akibatnya, kesan museum tetap saja usang dan membosankan. Eksistensi museum belum mampu mencuatkan nilai-nilai unggul koleksi yang tersimpan dan tersaji kepada publik. Karena itu, betapa pentingnya mentransformasikan sistem pengelolaan museum agar lebih adaptif dengan perkembangan zaman serta kompatibel dengan ekonomi kreatif dan industri pariwisata.

Sistem pengelolaan museum harus bisa mengemas koleksi, sehingga bisa mendongkrak segmentasi pasar, promosi, serta nilai estetika dan ilmiahnya. Transformasi pengelolaan museum hendaknya jangan mengganggu fungsi dasar museum dalam konteks keilmuan, yakni museologi.

Ini berarti mencakup penelitian, konservasi atau pelestarian, serta komunikasi yang merupakan aspek mediasi dengan masyarakat. Fungsi dasar tersebut menempatkan museum sebagai lembaga nonprofit yang bertugas menyimpan, merawat, meneliti, dan memamerkan koleksi.

Pada era konvergensi teknologi informasi sekarang ini pentingnya repositioning museum sebagai pusat industri kreatif dan sebagai wahana untuk memicu daya kreativitas. Dengan demikian fungsi yang hakiki dari museum bisa terwujud, yakni museum sebagai inspirator bagi warga bangsa dalam berkreasi dan berinovasi sehingga tangguh menghadapi persaingan global.

Entitas kebudayaan mestinya bisa menjadi leverage atau daya ungkit kemajuan bangsa. Masalah kebudayaan menjadi hal yang strategis bagi perjalanan bangsa ke depan, terutama usaha untuk menumbuhkan budaya inovasi sebagai kunci persaingan bangsa ke depan. Selain itu, kebudayaan juga bisa membentuk dan memajukan korporasi dan ketatanegaraan. Oleh sebab itu pentingnya strategi kebudayaan yang fokus terhadap pertumbuhan industri kreatif dan peningkatan daya inovasi.

Menumbuhkan daya inovasi hendaknya jangan hanya bersifat seremonial dan terlalu birokratif. Kegiatan untuk menumbuhkan daya inovasi sebaiknya dilakukan oleh masyarakat luas dalam bentuk yang bervariasi. Pada prinsipnya, sumber inovasi, baik itu produk atau proses merupakan proses belajar. Dalam konteks ekonomi makro, learning itu sebagai salah satu komoditas ekonomi yang penting sementara prosesnya dapat terjadi melalui berbagai mekanisme, baik secara perorangan, kelompok, maupun kelembagaan.

Agar rakyat mampu melakukan kegiatan inovatif yang bernilai tambah maka harus ada upaya meningkatkan kemampuan ilmu dan teknologinya yaitu dengan memperkuat kapasitas learning-nya. Jadi, aliran informasi dan knowledge dari sumber-sumber ilmu dan teknologi ke masyarakat perlu terus menerus difasilitasi lewat wahana pendidikan formal maupun yang berupa pendidikan non-formal.

Tumbuhkan Daya Kreatif
Di negara-negara maju, tak bisa dimungkiri bahwa entitas kebudayaan, seperti halnya museum, merupakan wahana untuk menumbuhkan daya kreativitas dan inovasi bagi warganya. Oleh sebab itu pentingnya langkah untuk menjadikan museum sebagai kiblat kebudayaan dan ekonomi kreatif.

Ada baiknya kita melihat sistem dan tata kelola museum oleh Smithsonian. Berbagai macam kebudayaan yang pernah ada di bumi, fenomena alam, proses inovasi, semuanya ada dalam koleksi Smithsonian. Kita juga bisa menelusuri proses kreatif yang terkait tentang inventing yang berkontribusi terhadap kemajuan dunia. Hal itu sangat penting untuk merangsang daya pikir masyarakat mengenai bagaimana para penemu atau inovator kelas dunia bekerja.

Tak bisa dimungkiri lagi Smithsonian American Art Museum selama ini mampu menyuburkan kreativitas bangsa Amerika. Eksistensi museum tersebut juga sangat strategis untuk menumbuhkan ekonomi kreatif yang tengah dikembangkan oleh entitas pendidikan tinggi terkemuka di Amerika Serikat seperti contohnya Massachusetts College of Art. (*)

Penulis dosen STIA Bagasasi Bandung

Tidak ada komentar: