Senin, 24 November 2008

Mensejahterakan dunia dengan TERTAWA TULUS



Budaya Tertawa Tulus
Oleh : HARJOKO SANGGANAGARA *)


Tertawa merupakan obat yang paling ampuh dalam menghadapi krisis ekonomi global. Krisis menyebabkan rasionalitas menjadi tumpul dan kecemasan semakin menyembul. Tertawa yang berkualitas atau tertawa secara tulus menjadi urusan penting, baik secara pribadi, korporasi maupun dalam kepemimpinan bangsa. Begitu pentingnya makna tertawa tulus, sampai-sampai dalam kesempatan jamuan makan malam antara Presiden terpilih USA ke-44 Barack Obama dengan rivalnya John McCain menjadi tontonan kelas dunia yang sangat menarik. Dalam jamuan makan malam itu keduanya melontarkan humor-humor bermutu yang bisa meledakkan tawa. Bersamaan dengan itu para pakar psikologi menganalisa apakah senyuman kubu Obama dan McCain benar-benar tulus. Berbahagialah bangsa Amerika, karena kedua pihak yang sengit dalam persaingan Pilpres itu secara ilmiah terbukti benar-benar tertawa secara tulus.
Budaya tertawa tulus ternyata semakin penting bagi sektor korporasi, birokrasi dan edukasi pada saat krisis ekonomi seperti ini. Bahkan, menurut hasil riset kompetensi SDM oleh konsultan internasional yang bernama Hay Group menyatakan bahwa tipe kepemimpinan atau manajemen yang paling efektif pada era sekarang ini adalah yang sarat humoris dan bukan eksentrik. Tak pelak lagi, budaya tertawa tulus telah menjadi obat penawar krisis ekonomi global. Sebagai catatan, pada saat depresi ekonomi dunia tahun 30-an Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt begitu getolnya menumbuhkan budaya tertawa di tengah bangsanya. Roosevelt juga memberikan peran yang luas kepada para seniman dan budayawan untuk menghibur sekaligus menumbuhkan optimisme rakyat. Antara lain aktor besar Charlie Chaplin yang sangat berperan menghalau hantu malaise dan membentang cakrawala baru. Hal serupa juga pernah dilakukan di Indonesia ketika menghadapi krisis pangan pada tahun 70-an. Lagu ”Ayo Ngguyu” ( Ayo Tertawa ) yang dinyanyikan oleh biduan legendaris Waljinah telah menjadi spirit bagi masyarakat, utamanya kaum tani untuk bekerja keras mewujudkan swasembada pangan atau beras. Lagu ”Ayo Ngguyu” yang tak henti-hentinya berkumandang di pedesaan dan perkotaan itu telah mendorong berkembangnya budaya tertawa tulus dan pada gilirannya telah mewujudkan rasa tentram dan percaya diri. Kondisinya sangat berbeda dengan saat ini, dimana para petani terus didera gundah gulana akibat sederet persoalan seperti merosotnya daya beli, kesulitan benih dan pupuk dan bencana alam. Orang di desa telah kehilangan budaya tertawa tulus. Ironisnya, pemerintah justru mengganti budaya itu dengan iklan layanan di TV berupa eufimisme program pemberdayan masyarakat yang terlihat klise dan bombastis.
Selain menghadapi krisis dengan instrumen keuangan dan inovasi produk, perusahaan multinasional sekarang ini juga telah menggencarkan budaya tertawa tulus. Terapi tertawa, senam tertawa, dan eksploitasi humor telah menjadi trend di perusahaan multinasional. Dalam konsteks tersebut terlihat adanya transformasi budaya kerja dari yang serba kaku dan terburu waktu, menjadi ruang atau situasi kerja yang mampu berbagi emosi. Salah satu fenomena diatas terlihat di industri automotif Ford’s River Rouge. Beberapa waktu yang lalu, tindakan tertawa ( termasuk bersenandung, bersiul, dan tersenyum ) yang dilakukan oleh karyawan merupakan sebuah kesalahan atau indisipliner yang harus diberi sangsi. Cukup banyak karyawan Ford yang dipecat gara-gara kepergok sedang tertawa bersama kawan-kawannya. Disiplin manajerial yang kaku itu adalah refleksi dari gaya manajemen Henry Ford. Namun, pada era sekarang ini, dimana industri automotif sedang terancam kebangkrutan menimbulkan depresi yang menghantui pabrik Ford River Rouge. Ternyata, terapi tertawa untuk memelihara produktivitas dan stamina beban kerja menjadi sangat penting. Budaya tertawa tulus bagi kemajuan korporasi hasilnya sangat positif. Salah satu contohnya adalah perusahaan penerbangan Southwest Airlines yang sudah cukup lama mendorong budaya tertawa dalam mengelola SDM. Para pilot, pramugari hingga teknisi yang sehari-harinya didera beban kerja dengan impact yang sangat tinggi mampu bersinergi secara baik dengan terapi tertawa sebelum menjalankan tugas. Hasilnya, perusahaan itu sekarang ini masih bisa survive dan berkinerja sangat baik. Dilain pihak, para pesaingnya banyak yang di tepi jurang kebangkrutan. Terapi tertawa juga sangat berguna bagi profesi kedokteran. Para dokter banyak yang belajar terapi tertawa dan terus menambah perbendaharaan humornya untuk menghadapi pasiennya. Apalagi fakta menunjukkan bahwa banyak pasien yang sembuh lebih cepat ketika mereka sering tertawa dengan tulus. Ikwal tertawa pada saat ini mendapat porsi yang sangat berarti dalam penyelidikan pikiran atau otak manusia. Bahkan perguruan tinggi terkemuka di dunia seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT) sedang gencar melakukan riset mengenai budaya tertawa.
Untuk mendorong budaya tertawa para pemimpin mempunyai tanggungjawab tertawa tiga kali lebih banyak. Secara ilmiah tertawa tulus sangat berbeda efek dan maknanya dengan tertawa palsu. Tertawa tulus sangat berguna untuk memompa motivasi diri, terapi penyembuhan jasmani dan rohani, serta obat pengusir stress atau depresi yang paling ampuh. Tertawa tulus bisa dideteksi secara ilmiah, begitu pula dengan tertawa palsu. Tertawa tulus atau senyuman sejati oleh pakar psikologi Ekman disebut dengan istilah tertawa “Duchenne”. Istilah tersebut diambil dari nama seorang neurologis asal Perancis Duchenne de Boulogne. Yang melakukan riset pertama dalam bidang tersebut pada 1980-an. Teorinya menyatakan bahwa senyuman yang tulus melibatkan secara simultan dua otot wajah : yakni otot zygomatic major, yang memanjang dari tulang pipi dan mengangkat sudut-sudut mulut. Dan yang kedua bagian luar dari otot obicuralis oculi, yang mengelilingi mata, dan terlibat dalam “menarik ke bawah alis mata dan kulit di bawah alis mata, dan menarik ke atas kulit di bawah mata, dan mengangkat pipi-pipinya.” Tertawa atau senyuman yang artificial alias palsu hanya melibatkan otot zygomatic major. Tesis menyatakan bahwa kita dapat mengontrol otot itu, namun kita tidak dapat mengontrol bagian yang relevan dari otot obicuralis oculi. Karena otot itu berkontraksi secara spontan alias tidak bisa dimanipulasi, dan hanya ketika kita benar-benar mengalami “kesenangan” otot itu akan bergerak. Duchenne menyimpulkan bahwa emosi dari kesenangan yang jelas diekspresikan pada wajah oleh kontraksi gabungan antara otot zygomatic major dan obicuralis oculi. Yang pertama mematuhi keinginan kita, namun yang kedua hanya dimainkan oleh emosi-emosi yang manis oleh misteri jiwa.
Dalam krisis ekonomi global sekarang ini tertawa merupakan virus yang sangat berguna. Oleh sebab itu perlu tercipta epidemi tertawa yang bisa menjaga kesehatan, bahkan tidak mustahil bisa menciptakan perdamaian dunia. Ada yang berpendapat bahwa urang Sunda sekarang ini semakin sulit tertawa. Padahal, urang Sunda umumnya tergolong tukang heureuy. Ada apa dengan si tukang heureuy ? Ayo, tertawa tulus ! Dunia belum kiamat.

*) PENULIS, Budayawan, Anggota DPRD Provinsi Jabar.

Tidak ada komentar: