Jumat, 27 Juni 2008

...biarpun diatas kuburan, tak ada maut bagi cinta, tak akan layu bunga-bunga kehidupan...



Usaha Florikultura Menggapai Aalsmeer

Oleh : HARJOKO SANGGANAGARA *)

Dalam situasi dunia yang semakin sengit, komoditas florikultura tetap mekar, semerbak dan mewangi. Tidak ada istilah resesi bagi usaha florikultura. Karena warna-warni bunga bisa menyihir, mencerahkan suasa hati dan melahirkan segudang inspirasi bagi warga dunia. Potensi usaha florikultura kususnya bunga potong (cut flower) di Jawa Barat sebenarnya sangat besar. Untuk itulah pentingnya upaya keras yang cerdas sesuai dengan proses bisnis modern untuk mendongkrak usaha tersebut. Bantuan permodalan usaha yang selama ini sering diributkan memang perlu, tetapi ada faktor yang lebih utama yakni pentingnya menciptakan leverage atau daya ungkit usaha.
Bisnis florikultura di tanah air hingga saat ini masih tergantung kepada hari baik. Pada saat hari baik seperti hari besar keagamaan, musim pesta pernikahan atau hari besar nasional, pasar sangat bergairah. Namun, selain hari itu pasar domestik sangat lesu. Meskipun permintaan bunga potong untuk konsumsi di dalam negeri terus meningkat hingga 15 % per tahun, namun jumlah tersebut masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan potensi pasar dunia. Sebagai gambaran potensi ekspor dunia untuk florikultura pada 2007 mencapai 120 miliar US dollar. Sedangkan permintaan dalam negeri pada 2007 mencapai Rp 600 miliar. Ironisnya, negara-negara yang menikmati rezeki ekspor florikultura justru mereka yang wilayahnya tidak terlalu luas dengan kondisi alam yang kurang bersahabat. Produsen florikultura yang terbesar di dunia adalah negeri Belanda. Sejak 1995, negeri kincir angin itu telah menguasai sekitar 59 % dari pangsa pasar dunia. Negara lain yang berhasil dalam ekspor florikultura antara lain Kolumbia (10 %), Italia (6 %), Israel (4 %), Spanyol (2 %), dan Kenya (1 %) Di kawasan Asia Tenggara, negara yang berhasil menjadi produsen florikultura adalah Thailand dan Malaysia.
Keberhasilan negeri Belanda menjadi eksportir florikultura terbesar di dunia mestinya menjadi inspirasi bagi negeri kita untuk mendongkrak usaha florikultura. Apalagi usaha tersebut merupakan sektor padat karya yang mengedepankan imajinasi dan inovasi. Program untuk mengembangkan sektor usaha florikultura khususnya bunga potong tidak cukup hanya dengan bantuan permodalan. Dibutuhkan juga pengetahuan praktis seperti proses kreatif, manajemen mutu, pencitraan produk, jaringan pemasaran dan teknik pengemasan. Selain itu pentingnya pola kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara para petani dan pengusaha, karena pada umumnya pengusaha besar bunga potong selain menguasai pasar juga menguasai teknik budidaya. Pola kemitraan mengarah kepada simbiosis mutualisme dimana pengusaha besar akan mendapatkan pasokan bunga yang bermutu dengan volume yang cukup, sehingga pengusaha tidak perlu harus mengeluarkan dana untuk membuka kebun sendiri. Sementara bagi para petani, pemasaran hasil produksinya akan lebih terjamin dan juga adanya pembinaan untuk alih teknologi budidaya yang lebih maju. Selain itu pengusaha besar tersebut juga dapat bertindak sebagai avalis kredit bagi para petani sebagai mitra usahanya.
Menciptakan daya ungkit bisnis adalah salah satu tantangan bagi seorang entrepreneur dalam menjaga stamina bisnisnya. Menurut pakar entrepreneur Robert Kiyosaki dan pengusaha kelas dunia Donald Trump untuk bisa survive dan berkembang, seorang pengusaha harus kreatif menciptakan daya ungkit dan menjaga reputasi perusahaannya. Lebih lanjut menciptakan daya ungkit inovasi dengan trik-trik bisnis yang kreatif merupakan kiat yang lebih efektif ketimbang dua faktor lainnya yakni finansial dan fasilitas fisik. Untuk mewujudkan daya ungkit inovasi harus memaksimalkan lahirnya ide-ide kegiatan. Diperlukan perhatian khusus yang didasarkan atas ketrampilan seni, penguasaan teknologi budidaya dan kemampuan dalam memperdagangkan hasil produksi. Pengusaha bunga potong juga dituntut untuk dapat memperdagangkan produksinya dalam keadaan segar. Konsumsi bunga potong lokal, nasional dan global semakin meningkat. Namun tantangannya juga semakin kompleks, untuk itu diperlukan teknologi yang bisa menghasilkan bunga potong berwarna-warni, bentuk yang menarik, tahan lama dan harganya kompetitif. Juga adanya segmen pasar untuk masyarakat golongan tertentu yang mempunyai selera eksklusif dan fanatik terhadap jenis bunga tertentu yang belum dapat dihasilkan di dalam negeri, hal itu menyebabkan semakin meningkatnya impor bunga potong. Di lain pihak, lembaga-lembaga penelitian dan para nursery di dalam negeri telah mengembangkan varietas-varietas baru yang mempunyai daya saing yang kuat dengan produk impor, juga dengan adanya teknologi budidaya yang semakin dikuasai dan efisien menyebabkan harga jual bunga potong mampu bersaing dengan produk impor.
Peran pemerintah daerah sangat berarti dalam menciptakan leverage usaha bunga potong. Peran tersebut bisa melalui berbagai event seperti pawai atau festival bunga. Juga pentingnya peningkatan fungsi pasar bunga potong, seperti pasar Wastukencana di kota Bandung sehingga menjadi sentra perdagangan modern. Eksistensi pasar Wastukencana di kota Bandung mestinya segera direvitalisasi. Sehingga pasar ini tidak lagi termenung lesu menunggu datangnya bulan raya agung atau Dzulhijah. Sebagai salah satu leverage usaha bunga potong yang efektif dan modern adalah penerapan perdagangan dan bursa lewat internet. Sebagai contoh di benua Eropa perdagangan bunga begitu bergairah dan kemakmuran petani bunga terus terjaga sepanjang jaman. Tengok saja kota Amsterdam negeri Belanda. Negeri itu memiliki pasar bunga terbesar di Eropa sekaligus pintu gerbang ekspor-impor komoditas bunga potong, yaitu Pelelangan Bunga Aalsmeer (Aalsmeer Flower Auction). Untuk memperluas pengaruhnya di luar pasar regional, bursa bunga tersebut telah menggabungkan e-Commerce (perdagangan elektronik) ke dalam sistem lelangnya. Sekarang, para pembeli dari Jerman, Prancis, dan negara-negara Uni Eropa lainnya dapat memantau lelang Tulip, Mawar, Krisan dengan menggunakan layar komputernya tanpa perlu bepergian ke Amsterdam. Situs lelang elektronik atau e-Procurement yang disediakan oleh pemerintah kota Amsterdam juga dapat dipakai untuk melakukan pemesanan. Dengan memadukan teknologi informasi terkini ke dalam lelang tradisionalnya. Pelelangan Bunga Aalsmeer memproyeksikan dirinya menjadi pasar bunga paling penting di dunia dimasa mendatang. Begitu luar biasanya eksistensi Aalsmeer sampai-sampai Menteri Pertanian RI Anton Apriyantono berupaya mengetuk hati sejawatnya Mentan Belanda Gerda Verburg agar produk florikultura dari Indonesia bisa ikutan menangguk devisa melalui Aalsmeer. Namun, ada ketentuan teknis untuk menerobos pasar Aalsmeer yakni persyaratan Mutual Recognition Agreement (MRA) antar kedua bangsa.
Melalui situs lelang elektronik terbuka kemungkinan transaksi langsung dan transfer pengetahuan budidaya bunga potong antara petani dan pengusaha florikultura yang ada di Jawa Barat dengan petani bunga dan pembeli yang memakai jasa pelelangan bunga Aalsmeer. Pada hari-hari biasa pelelangan yang terletak di dekat Bandara Schiphol itu mampu menjual puluhan juta bunga dan tanaman, sehingga terus meningkatkan volume transaksi dan likuiditas pasarnya. Sudah saatnya Dinas Indag Agro Jawa Barat dan Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) mencari terobosan dan menciptakan leverage usaha bunga potong. Yang pada gilirannya nanti penciptaan leverage itu bisa mentransformasikan orientasi pasar lokal menuju pasar ekspor dengan volume yang optimal. Selain itu dengan adanya komoditas bunga potong Jawa Barat yang beragam, diantaranya kelompok Anggrek (Dendrobium, Catleya, Vanda Dauglas, James storie dll), kelompok Bunga Gunung (Gladiol, Krisant, Mawar, Sedap Malam, dll), kelompok Tanaman Hias (Palem, Cemara, Soka, Sikas dll), kelompok Bunga Rampai (Kenanga, Melati, Cempaka, Tihong, Daun Pandan dll), dan perlengkapan rangkaian bunga (Mosh, Pakis, Mayang, Pinang, Asparagus dll) dibutuhkan kios-kios pasar bunga yang lebih representatif. Ada baiknya petani dan pedagang bunga diberi dispensasi khusus untuk dapat menggunakan koridor-koridor pedestrian di beberapa ruas jalan sebagai lokasi pamer. Penggunaan koridor pedestrian tersebut tentu saja memperhaatikan aspek keindahan dan kebersihan kota, serta dikoordiansikan dengan Dinas Pertamanan dan pihak ketertiban kota. Agar dibelakang hari penggunaannya tidak menimbulkan masalah. (***)

*) Budayawan, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari PDI Perjuangan
**) Artikel pernah dimuat di harian Pikiran Rakyat


Tidak ada komentar: