Selasa, 29 April 2008

Jawa Barat Pasca PILKADA 2008



New Deal Bangkitkan Energi Kolektif

Oleh HARJOKO SANGGANAGARA *]

Pasca Pilkada jangan biarkan rakyat menelan janji-janji palsu. Siapapun Gubernur dan Wagub Jawa Barat terpilih hendaknya tidak menepuk dada karena 1001 rintangan telah menghadang. Mereka harus sadar bahwa dirinya bukanlah Gubernur partai melainkan seluruh warga. Euforia kemenangan dari parpol pemenang Pilkada bisa menjadi bumerang. Karena rakyat menuntut perbaikan secara cepat padahal sumber daya semakin sempit dan persaingan dunia yang semakin sengit. Faktor pemimpin berusia muda tidak ada artinya jika pemikirannya usang ketinggalan jaman. Pemimpin muda baru dikatakan hebat jika langkahnya berani vivere pericoloso, gandrung kebhinekaan dan ide atau inovasinya melesat jauh kedepan seperti Sergey Brin dan Larry Page sang belia pendiri Google.
Penting untuk dicatat, sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kondisi Jawa Barat sarat dengan berbagai krisis. Dari krisis infrastruktur, daya beli, kinerja birokrasi hingga krisis budaya yang berupa memudarnya energi kolektif warga Jabar. Energi kolektif itu berupa modal sosial untuk mengatasi masalah secara bersama-sama atau biasa disebut gotong royong. Pentingnya Gubernur dan Wagub terpilih membuat semacam New Deal ( tawaran baru ) yang lebih konkrit, realistis dan egaliter kepada rakyat untuk membangkitkan energi kolektif. New Deal bukanlah pernyataan politik murahan yang mudah hilang tertiup angin. Tetapi merupakan langkah terobosan yang brilian guna mengatasi krisis dan secara terus menerus dikomunikasikan dengan seluruh rakyat. Sejarah telah mengisahkan bagaimana New Deal yang digagas Presiden Franklin Delano Roosevelt bisa mengatasi The Great Depression yang melanda bangsa Amerika Serikat pada dekade 1930-an. Langkah Roosevelt sangat hebat untuk mengatasi ledakan pengangguran dengan berbagai program pembangunan infrastruktur baru. Seperti Civilian Conservation Corps, Civil Work Administration, dan Work Progress Administration (WPA). Dengan itu puluhan juta orang yang sebelumnya menganggur dipekerjakan untuk pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, bendungan, lapangan terbang, sekolah, perpustakaan, rumah sakit, dan sebagainya. Hasil New Deal dari Roosevelt dibidang infrastruktur tercatat dalam tinta emas. Lima ratus ribu mil jalan raya berhasil dibangun. Selain itu, 100.000 jembatan di seluruh Amerika berhasil dibuat, termasuk jembatan Golden Gate. Juga, 110.000 gedung publik, 600 pelabuhan udara kategori besar dan kecil, dan masih banyak lagi jenis infrastruktur yang terbangun. lainnya. Salah satu program terbesar dalam New Deal adalah Tennessee Valley Authority (TVA) yakni program untuk merehabilitasi kawasan kumuh dan kantong-kantong kemiskinan. Untuk menjalankan New Deal Roosevelt selalu berkomunikasi secara intens dan terus menerus kepada rakyatnya melalui forum interaktif yang disebut Fireside Chat atau obrolan santai di samping perapian. Forum itu berupa obrolan radio yang ia gunakan untuk menjelaskan apa saja yang telah dan akan dilakukan pemerintahannya. Dengan forum itu dia bisa memompa semangat dan berbicara dari hati ke hati dengan rakyatnya.
Tidak bisa dimungkiri lagi bahwa krisis infrastruktur semakin mendera warga Jawa Barat sekarang ini. Kerusakan infrastruktur kategori besar, menengah dan kecil terjadi hampir di seluruh wilayah dan sangat lambat untuk ditangani. Begitu pula dengan rencana pembangunan infrastruktur skala besar seperti bandara dan pelabuhan internasional, jalan tol, pengairan, perindustrian hingga fasilitas olah raga semuanya semakin sulit diwujudkan. Padahal, menurut Bank Dunia pembangunan infrastruktur di suatu wilayah sangat berarti untuk mengatasi krisis. Kalkulasi menyatakan bahwa elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap infrastruktur di suatu negara berkisar antara 0,07 sampai dengan 0,44. Dalam arti dengan kenaikan satu persen saja ketersediaan infrastruktur akan mengatrol pertumbuhan PDB sebesar 7 hingga 44 persen. Itu merupakan besaran yang sangat berarti. Pembangunan infrastruktur berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara makro atau mikro dari suatu wilayah. Akselerasi pembangunan infrastruktur di provinsi Jawa Barat hingga saat ini masih menyedihkan. Belum ada strategi yang unggul untuk menggenjot pembangunan infrastruktur. Padahal strategi itu diperlukan untuk mengatasi berbagai rintangan investasi serta menyajikan berbagai insentif. Untuk mengeksekusi strategi dan mengatasi rintangan mestinya pemimpin Jawa Barat merujuk kepada teori Blue Ocean Strategy ( Strategi Samudera Biru ) yang merupakan mahzab dunia untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing dan membuat kompetitor menjadi tidak relevan. Strategi itu bisa dijalankan asalkan rintangan kognitif, sumber daya, motivasi dan politik harus diatasi terlebih dahulu.
Untuk mengatasi rintangan kognitif yang berupa rendahnya kinerja birokrasi perlu ditekankan aspek CRM (Customer Relationship Management ). CRM dalam lingkup pemerintahan pada prinsipnya merupakan piranti yang digunakan untuk mendorong dan memperkuat proses penjualan dan pelayanan. Namun, penerapannya di perusahaan swasta jauh lebih maju ketimbang di kalangan birokrasi pemerintahan di Indonesia. CRM merupakan bahasa universal dalam aspek pelayanan, sehingga suatu perusahaan bisa berjaya dimanapun dimuka bumi ini. Seperti halnya perusahaan asuransi Amerika bernama AFLAC yang berhasil merekayasa budaya dan CRM sehingga menjadi perusahaan multinasional Amerika yang pasar terbesarnya justru berada di Jepang dengan asset sekitar 3,6 triliun Yen. Selain aspek CRM, strategi untuk menggenjot pembangunan infrastruktur diperlukan metode balanced scorecard dalam sistem manajemen strategis pemerintah daerah. Hal itu untuk memperluas perspektif dan mengaitkan berbagai sasaran secara koheren serta mengukur kinerja secara kuantitatif. Balanced scorecard yang dikembangkan Kaplan dan Norton sangat tepat untuk mengukur setiap aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau lembaga pemerintah dalam upaya merealisasikan visi dan misinya. Juga merupakan cara yang ampuh untuk merubah strategi menjadi tindakan, menjadikan strategi sebagai pusat organisasi, mendorong terjadinya komunikasi yang lebih baik, meningkatkan mutu pengambilan keputusan dan mengubah budaya kerja. Metode tersebut juga menyajikan indikator outcome dan output yang jelas, indikator internal dan eksternal, indikator keuangan dan non-keuangan, serta indikator sebab dan akibat. Hampir seluruh negara bagian dan distrik di Amerika Serikat pada saat ini telah menggunakan metode balanced scorecard sebagai sistem manajemen strategis yang dapat mencapai visi dan misinya secara efektif. Metode itu juga memberikan prosedur bagaimana tujuan organisasi dirinci ke dalam sasaran-sasaran dalam berbagai perspektif secara detail disertai ukuran yang jelas. Sehingga memungkinkan semua unit dalam organisasi memberikan kontribusi secara terukur pada pelaksanan strategi organisasi. Gaya manajemen Gubernur dan Wagub terpilih hasil Pilkada Jabar 2008 hendaknya menerapkan balanced scorecard secara komprehensif. Sehingga tugas pengawasan dan legislasi yang dilakukan oleh pihak DPRD juga semakin mudah dan optimal. (*)

*) Budayawan, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat

Tidak ada komentar: