Investor Daily, 9 November 2013
Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November bisa
dijadikan momentum bagi generasi kini untuk mengenal lebih dalam tentang sisi
kepribadian dan daya juang para pahlawan bangsa. Kata pahlawan dalam kamus
besar Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua kata
yakni Pahla dan Wan. Pahla mengandung makna buah, sedang Wan untuk sebutan
orangnya (yang bersangkutan). Pengertian secara luas dari pahlawan (baca:
pahlawan nasional) adalah seseorang yang menghasilkan daya upaya atau karya
besar untuk kepentingan bangsa dan negara. Juga seorang pejuang gagah berani
yang mengorbankan jiwa dan raga untuk kepentingan bangsanya.
Peringatan Hari
Pahlawan tahun ini ditandai dengan acara rutin berupa pemberian gelar pahlawan
kepada ahli waris. Peringatan Hari Pahlawan 2013 ini, pemerintah memberikan
gelar pahlawan nasional kepada tiga tokoh yaitu Kanjeng Raden Tumenggung (KRT)
Radjiman Wediodiningrat, Lambertus Nicodemus Palar dan TB Simatupang. Pemberian
gelar Pahlawan Nasional kepada tiga sosok diatas memberikan pelajaran berharga
kepada generasi kini bahwa negeri ini juga memiliki pahlawan yang bersenjata
negosiasi dan diplomasi. Sosok Radjiman, Palar dan Simatupang merupakan orang
yang sangat piawai dalam bernegosiasi dan berdiplomasi pada era pra kemerdekaan
hingga perang kemerdekaan. Mereka memiliki intelektualitas yang hebat,
berkepribadian kokoh serta sikap hidup yang sederhana. Sehingga sangat disegani
dan dihormati oleh kawan maupun lawan.
Pentingnya meneladani dan reinventing
nilai kepahlawanan dari tiga sosok pahlawan nasional diatas. Hal itu penting
mengingat saat ini Indonesia sangat membutuhkan upaya negosiasi dan diplomasi,
utamanya untuk urusan perekonomian global yang makin kompleks dan penuh dengan
aspek negosiasi. Benturan kepentingan ekonomi antar bangsa membutuhkan sosok
yang piawai bernegosiasi dan berdiplomasi, yang setara dengan LN Palar waktu
era kemerdekaan dahulu. Dalam perjalanan ke depan negeri ini membutuhkan
pahlawan bersenjata negosiasi dan diplomasi ekonomi, khsusunya perdagangan dan
investasi guna memenangkan persaingan global dan mengatasi gonjang-ganjing”The
Great Disruption” yang kini tengah melanda dunia.
Dialektika para pahlawan
bangsa untuk kemajuan bangsanya juga telah diperlihatkan oleh Dokter KRT
Radjiman Wediodiningrat sejak usia belia. Pada usia 20 tahun, Radjiman sudah
lulus menjadi dokter dari STOVIA Batavia dengan prestasi tinggi, sehingga langsung
diangkat sebagai dokter Gubernemen Belanda. Radjiman adalah tokoh pergerakan
Indonesia Merdeka yang berwawasan luas dan memiliki kepribadian yang matang
sehingga dipercaya menjadi Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ) dan kemudian menjadi anggota Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ). Dalam kiprahnya di BPUPKI maupun PPKI Radjiman
merupakan sosok yang piawai dalam bernegosiasi sehingga persiapan kemerdekaan
RI bisa lancar dan berbagai macam silang pendapat dan perbedaan visi bisa
diatasi. Didalam memimpin BPUPKI, Radjiman pada saat itu bisa dibilang sangat
inovatif dan berwibawa dalam memimpin sidang-sidang yang sangat penting bagi
terwujudnya NKRI. Terbukti sidang-sidang BPUPKI tidak pernah deadlock dan bisa
mengalir jernih seperti sungai-sungai yang bermata air dari Gunung Lawu.
Perjuangan panjang Radjiman menuju Indonesia Merdeka pada hakekatnya adalah
mewujudkan kemajuan bangsanya ditengah pergaulan bangsa-bangsa di dunia, hingga
dirinya menghembuskan nafas terakhir di lereng Gunung Lawu di desa Walikukun
Kabupaten Ngawi 20 September 1952.
Kepiawaian bernegosiasi dan berdiplomasi
juga dimiliki oleh LN Palar. Pada 1930, Palar sudah menjadi anggota
Sociaal-Democratische Arbeiders Partij (SDAP) dengan pemikirannya yang sangat
kritis. Palar menjabat sebagai sekretaris Komisi Kolonial SDAP dan Nederlands
Verbond van Vakverenigingen (NVV) mulai Oktober 1933. Dia juga adalah direktur
Persbureau Indonesia (Persindo) yang ditugaskan untuk mengirim artikel-artikel
tentang sosial demokrast dari Belanda ke pers di Hindia Belanda. Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Palar menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh
pergerakan Indonesia Merdeka secara intens serta menjadi jembatan untuk
berkomunikasi dengan pihak di luar negeri. Palar sangat gigih mencari jalan
keluar untuk mendesak penyelesaian konflik antara Belanda dan Indonesia tanpa
kekerasan. Tetapi pada tanggal 20 Juli 1947 Belanda memulai agresi militer di
Indonesia. Sejak itu Palar bergabung dengan tim yang berjuang untuk pengakuan
internasional tentang kemerdekaan Indonesia dengan menjadi wakil Indonesia di
PBB pada 1947. Posisi ini dijabatnya sampai tahun 1953. Pada masa jabatannya
peristiwa-peristiwa penting terjadi, seperti konflik antara Belanda dan Indonesia,
pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda, dan masuknya Indonesia menjadi
anggota PBB. Palar juga memiliki peran yang luar biasa dalam penyelenggaraan
Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika, yang mengumpulkan negara-negara di Asia
dan Afrika di mana kebanyakan dari negara tersebut baru merdeka. Palar pensiun
dari tugas diplomatiknya pada 1968. Setelah berjuang dan melayani bangsanya,
Lambertus Nicodemus Palar meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 12 Februari
1980.
Sosok ketiga penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2013 adalah Tahi
Bonar Simatupang atau yang lebih dikenal dengan nama T.B. Simatupang. Dia lahir
di Sidikalang, Sumatera Utara, 28 Januari 1920. Simatupang adalah sosok militer
yang juga piawai dalam bernegosiasi dan berdiplomasi secara cerdas. Hal itu
tergambar dalam buku hasil karyanya yang berjudul “Laporan dari Banaran” yang
menceritakan berbagai hal penting tentang perang kemerdekaan. Dia memulai
pengabdian setelah menamatkan Koninklije Militaire Academie (KMA), yakni
akademi untuk anggota KNIL, di Bandung pada 1942. Pada saat agresi militer
Belanda Simatupang bahu membahu dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang
saat itu melakukan perang gerilya dengan ditandu melintasi gunung dan rimba.
Setelah Jenderal Soedirman wafat, TB Simatupang diangkat sebagai Kepala Staf
Angkatan Perang (KASAP) yang membawahi para kepala staf angkatan. Simatupang
yang memiliki tradisi intelektual yang sangat kental itu, dialektika hidup dan
perjuangannya banyak terinspirasi oleh tiga Karl, yaitu Carl von Clausewitz,
seorang ahli strategi kemiliteran, Karl Marx, seorang flisuf besar dari Prusia
dan pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan yang mengarang buku Das
Kapital. Dan yang ketiga adalah Karl Barth, teolog Protestan terkemuka abad
ke-20. Seluruh kehidupan Simatupang mencerminkan peranan ketiga pemikir besar
itu. Setelah melepaskan tugas aktifnya sebagai militer, Simatupang terjun ke
pelayanan gereja dan aktif menyumbangkan pemikirannya yang sangat strategis
melalui lembaga pendidikan. Pada saat ini dan masa yang akan datang, bangsa
Indonesia sangat membutuhkan pahlawan ekonomi dan investasi yang mampu
melakukan negosiasi dan diplomasi serta membuat terobosan untuk menciptakan
nilai tambah dan kesejahteraan rakyat luas. Untuk itu patut kiranya meneladani
dan napak tilas pemikiran dari tiga sosok pahlawan nasional diatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar