Oleh Harjoko Sangganagara | Daily Investor. Minggu, 6 Mei 2012 | 13:09
Pembenahan bandar udara (bandara)
untuk menghadapi persaingan global perlu terus dilakukan. Selain harus memenuhi
regulasi dan teknologi terkini, pembangunan bandara harus juga memperhatikan
karakter lokal.
Karakter lokal itu penting bagi semua kategori atau klasifikasi bandara yang ada di negeri ini. Karakter lokal tersebut menyangkut arsitektur bangunan, aplikasi customer relationship management (CRM) penerbangan dan juga mengenai aspek konvergensi informasi yang bisa menggambarkan potensi lokal sebaik-baiknya.
Konsep dan karakter lokal bandara sangat penting diperhatikan. Bandara mestinya bisa menjadi ikon lokalitas. Oleh sebab itu, bangunan terminal utama bandara sebaiknya memiliki konsep yang modern tapi tetap memiliki filosofi tradisional. Begitu juga teknologi informasi di bandara harus mampu menyajikan secara praktis tentang potensi daerah dan konten lokal berupa destinasi wisata, event budaya, keanekaragaman hayati, dan produk lokal.
Arsitektur bandara sebaiknya dirancang dengan filosofi sederhana tapi indah, supaya bandara itu tidak menjadi tempat yang semrawut dan membingungkan. Orientasi dan arah antara bagian darat seperti bagian check-in dan bagian udara seperti ruang tunggu mesti dikonsep dengan nuansa budaya lokal.
Filosofi dan konsep bangunan utama bandara dengan nuansa local mesti diaplikasikan dengan rancangan atap tinggi namun tetap mengalir di kedua sayap yang menuju ke pintu pemberangkatan. Rancangan atap yang mengalir adalah terjemahan dari konsep fisika teknik, yaitu peluruhan aliran semburan udara. Aliran udara itu untuk mengatur suhu udara (air conditioning). Konsep AC di bangunan terminal utama untuk menyediakan tingkat kenyamanan umum bagi keseluruhan bangunan atau yang biasa disebut dengan sistem makro environmental.
Menyambut Era ‘Open Sky’
Reputasi bandara di negeri ini mestinya tidak tercoreng oleh gangguan keamanan di sekitar bandara, seperti kasus penembakan pesawat di Papua baru-baru ini yang menewaskan beberapa orang. Selain itu, kasus pilot yang memakai narkoba beberapa waktu yang lalu juga sangat mencoreng.
Untuk itu, betapa pentingnya membenahi eksistensi klinik kesehatan awak pesawat di seluruh bandara negeri ini. Klinik kesehatan sebaiknya berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk general medical check up yang ditunjang dengan laboratorium.
Kasus pilot narkoba sebagaimana pernah terjadi beberapa waktu lalu tidak boleh terjadi lagi karena hal itu dapat menjadi batu sandungan bagi penerbangan sipil di Indonesia terkait dengan strategi untuk meningkatkan keselamatan penerbangan. Kasus tersebut merupakan pukulan telak menjelang era open skies, yakni era yang memberikan kebebasan kepada maskapai penerbangan negara lain.
Dalam situasi darurat, seperti terjadinya gangguan listrik, bencana alam, kerusuhan politik, hingga blokade bandara oleh demonstran, aktivitas di bandara harus tetap dijaga agar bisa di-running dengan baik. Begitupun pelayanan prima terhadap konsumen harus tetap bisa dijalankan.
Untuk itulah pentingnya modul-modul CRM yang terintegrasi antara maskapai dengan otoritas bandara. Dalam kasus terjadinya kelumpuhan di Bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu, misalnya, maka modul CRM bisa menjadi dewa penolong bagi para penumpang yang jadwal perjalanannya dilanda ketidakpastian.
Tidaklah mengherankan jika perusahaan penerbangan terkemuka seperti Singapore Airline menerapkan CRM yang salah satu modulnya bernama frequent flyer. Dalam CRM itu data membership dapat dikelola menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kepuasan bagi pelanggannya. Segala bentuk interaksi pelanggan dikumpulkan, entah itu lewat telepon, email, masukan situs, atau hasil pembicaraan langsung dengan stafnya.
Strategi bisnis menyeluruh dari CRM Singapore Airline ini memungkinkan perusahaan secara efektif bisa mengelola hubungan baik dengan para pelanggan. Modul frequent flyer yang dijalankan oleh Singapore Airline juga online dengan berbagai maskapai penerbangan lainnya, seperti Silk Air, Virgin Atlantic, Star Alliance Airlines.
Belajar dari Suvarnabhumi
Tahapan pembangunan dan pengembangan bandara di negeri ini bisa mencontoh Bandara Suvarnabhumi di Thailand. Kemilau Suvarnabhumi telah menjadi pusat kargo terbesar di Asia Tenggara. Prestasi itu terwujud karena adanya visi dan misi yang tangguh dalam membangun bandara di tengah persaingan ketat.
Visi yang tangguh tersebut terlihat dengan adanya beberapa event yang melibatkan berbagai entitas bisnis penerbangan. Event tersebut, antara lain Air Freight Asia Conference Exhibition, Star Alliance, dan event lainnya yang bertujuan menyinergikan jasa bandara.
Dalam acara itu, Cargo and Mail Commercial Department Thai Airliner mengadakan pameran dengan display dan mempresentasikan kegiatan serta layanannya di Bandara Suvarnabhumi. Kargo Thai Airliner di Bandara Suvarnabhumi meliputi wilayah seluas 90.000 meter persegi dengan kemampuan menyediakan layanan kargo hingga dua juta ton per tahun.
Visi yang tangguh dalam membangun Bandara Suvarnabhumi juga terlihat dengan kegigihan dalam membentuk Star Alliance yang merupakan sinergi penerbangan bersama dengan Thai Airways International Public Company Limited. Mereka bersinergi guna menentukan serangkaian proyek yang memberikan keuntungan bersama dalam konteks operasional Bandara Suvarnabhumi.
Star Alliance merupakan sinergi penerbangan terbesar di dunia dengan anggotanya 15, yang merupakan jaringan penerbangan gabungan dunia terdiri atas Air Canada, Air New Zealand, All Nippon Airways, Austrian Airways, Asiana Airlines, Lufthansa German Airlines, LOT Polish Airlines, Mexicana Airlines, SAS, Spanair, Singapore Airlines, Thai Airways International, United Airlines serta VARIG Brailian Airlines. Star Alliance melayani jaringan dunia lebih dari 700 bandara dari 128 negara dengan akses meliputi 500 lounge di seluruh dunia
Penulis adalah dosen STIA Bagasasi Bandung
Karakter lokal itu penting bagi semua kategori atau klasifikasi bandara yang ada di negeri ini. Karakter lokal tersebut menyangkut arsitektur bangunan, aplikasi customer relationship management (CRM) penerbangan dan juga mengenai aspek konvergensi informasi yang bisa menggambarkan potensi lokal sebaik-baiknya.
Konsep dan karakter lokal bandara sangat penting diperhatikan. Bandara mestinya bisa menjadi ikon lokalitas. Oleh sebab itu, bangunan terminal utama bandara sebaiknya memiliki konsep yang modern tapi tetap memiliki filosofi tradisional. Begitu juga teknologi informasi di bandara harus mampu menyajikan secara praktis tentang potensi daerah dan konten lokal berupa destinasi wisata, event budaya, keanekaragaman hayati, dan produk lokal.
Arsitektur bandara sebaiknya dirancang dengan filosofi sederhana tapi indah, supaya bandara itu tidak menjadi tempat yang semrawut dan membingungkan. Orientasi dan arah antara bagian darat seperti bagian check-in dan bagian udara seperti ruang tunggu mesti dikonsep dengan nuansa budaya lokal.
Filosofi dan konsep bangunan utama bandara dengan nuansa local mesti diaplikasikan dengan rancangan atap tinggi namun tetap mengalir di kedua sayap yang menuju ke pintu pemberangkatan. Rancangan atap yang mengalir adalah terjemahan dari konsep fisika teknik, yaitu peluruhan aliran semburan udara. Aliran udara itu untuk mengatur suhu udara (air conditioning). Konsep AC di bangunan terminal utama untuk menyediakan tingkat kenyamanan umum bagi keseluruhan bangunan atau yang biasa disebut dengan sistem makro environmental.
Menyambut Era ‘Open Sky’
Reputasi bandara di negeri ini mestinya tidak tercoreng oleh gangguan keamanan di sekitar bandara, seperti kasus penembakan pesawat di Papua baru-baru ini yang menewaskan beberapa orang. Selain itu, kasus pilot yang memakai narkoba beberapa waktu yang lalu juga sangat mencoreng.
Untuk itu, betapa pentingnya membenahi eksistensi klinik kesehatan awak pesawat di seluruh bandara negeri ini. Klinik kesehatan sebaiknya berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk general medical check up yang ditunjang dengan laboratorium.
Kasus pilot narkoba sebagaimana pernah terjadi beberapa waktu lalu tidak boleh terjadi lagi karena hal itu dapat menjadi batu sandungan bagi penerbangan sipil di Indonesia terkait dengan strategi untuk meningkatkan keselamatan penerbangan. Kasus tersebut merupakan pukulan telak menjelang era open skies, yakni era yang memberikan kebebasan kepada maskapai penerbangan negara lain.
Dalam situasi darurat, seperti terjadinya gangguan listrik, bencana alam, kerusuhan politik, hingga blokade bandara oleh demonstran, aktivitas di bandara harus tetap dijaga agar bisa di-running dengan baik. Begitupun pelayanan prima terhadap konsumen harus tetap bisa dijalankan.
Untuk itulah pentingnya modul-modul CRM yang terintegrasi antara maskapai dengan otoritas bandara. Dalam kasus terjadinya kelumpuhan di Bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu, misalnya, maka modul CRM bisa menjadi dewa penolong bagi para penumpang yang jadwal perjalanannya dilanda ketidakpastian.
Tidaklah mengherankan jika perusahaan penerbangan terkemuka seperti Singapore Airline menerapkan CRM yang salah satu modulnya bernama frequent flyer. Dalam CRM itu data membership dapat dikelola menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kepuasan bagi pelanggannya. Segala bentuk interaksi pelanggan dikumpulkan, entah itu lewat telepon, email, masukan situs, atau hasil pembicaraan langsung dengan stafnya.
Strategi bisnis menyeluruh dari CRM Singapore Airline ini memungkinkan perusahaan secara efektif bisa mengelola hubungan baik dengan para pelanggan. Modul frequent flyer yang dijalankan oleh Singapore Airline juga online dengan berbagai maskapai penerbangan lainnya, seperti Silk Air, Virgin Atlantic, Star Alliance Airlines.
Belajar dari Suvarnabhumi
Tahapan pembangunan dan pengembangan bandara di negeri ini bisa mencontoh Bandara Suvarnabhumi di Thailand. Kemilau Suvarnabhumi telah menjadi pusat kargo terbesar di Asia Tenggara. Prestasi itu terwujud karena adanya visi dan misi yang tangguh dalam membangun bandara di tengah persaingan ketat.
Visi yang tangguh tersebut terlihat dengan adanya beberapa event yang melibatkan berbagai entitas bisnis penerbangan. Event tersebut, antara lain Air Freight Asia Conference Exhibition, Star Alliance, dan event lainnya yang bertujuan menyinergikan jasa bandara.
Dalam acara itu, Cargo and Mail Commercial Department Thai Airliner mengadakan pameran dengan display dan mempresentasikan kegiatan serta layanannya di Bandara Suvarnabhumi. Kargo Thai Airliner di Bandara Suvarnabhumi meliputi wilayah seluas 90.000 meter persegi dengan kemampuan menyediakan layanan kargo hingga dua juta ton per tahun.
Visi yang tangguh dalam membangun Bandara Suvarnabhumi juga terlihat dengan kegigihan dalam membentuk Star Alliance yang merupakan sinergi penerbangan bersama dengan Thai Airways International Public Company Limited. Mereka bersinergi guna menentukan serangkaian proyek yang memberikan keuntungan bersama dalam konteks operasional Bandara Suvarnabhumi.
Star Alliance merupakan sinergi penerbangan terbesar di dunia dengan anggotanya 15, yang merupakan jaringan penerbangan gabungan dunia terdiri atas Air Canada, Air New Zealand, All Nippon Airways, Austrian Airways, Asiana Airlines, Lufthansa German Airlines, LOT Polish Airlines, Mexicana Airlines, SAS, Spanair, Singapore Airlines, Thai Airways International, United Airlines serta VARIG Brailian Airlines. Star Alliance melayani jaringan dunia lebih dari 700 bandara dari 128 negara dengan akses meliputi 500 lounge di seluruh dunia
Penulis adalah dosen STIA Bagasasi Bandung