Keanekaragaman pangan bisa menjadi katup pengaman terjadinya krisis pangan dunia. Kegagalan panen gandum di Rusia dan negara lain yang mulai mengguncang pasar dunia hendaknya diantisipasi dengan produk substitusi pengganti gandum. Produk substitusi itu bisa dihasilkan dari tanaman umbi-umbian yang ragam jenisnya sangat banyak di negeri ini. Hal itu agar negeri ini tidak terus menerus tersandera oleh masalah produk pangan impor. Pada saat lebaran seperti ini pangan tradisional menemukan momentum emas sehingga bisa unjuk gigi. Banyak orang merindukan pangan atau makanan tradisional. Kondisi tersebut mestinya dimanfaatkan untuk memperbaiki mutu dan kemasan makanan tradisional sehingga lebih adaptif dengan selera pasar.
Selama ini industri makanan tradisional secara nyata telah memperkuat ketahanan pangan nasional serta memberikan kontribusi yang berarti bagi ekonomi kerakyatan. Makanan tradisional juga mewarnai wisata kuliner yang menjadi pesona berbagai daerah. Sayangnya, produsen makanan tradisional masih sarat dengan masalah. Yang paling menonjol adalah kurangnya insentif dan pembinaan sehingga berakibat rentannya perlindungan konsumen. Perhatian pemerintah daerah terhadap produsen makanan tradisional masih sebatas seremonial dan belum ada insentif yang berkelanjutan. Secara harfiah, pengertian makanan tradisional adalah makanan, minuman, dan bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah. Biasanya makanan tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat lokal dengan bahan-bahan yang juga diperoleh dari sumber lokal. Serta memiliki citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat.
Selama ini usaha untuk menerapkan manajemen mutu bagi usaha makanan tradisional belum optimal. Sehingga produk pangan tradisional kerap mengalami penolakan. Sekilas produk tersebut ditolak hanya karena alasan kotor (filthy). Pentingnya membangkitkan kesadaran akan mutu yang dimulai dari diidentifikasikannya persyaratan konsumen, gagasan konsep produk, bahkan setelah pengiriman pada konsumen. Ringkasnya, kesadaran membangun mutu termasuk pula mendengar harapan konsumen, sehingga terciptanya interaksi dalam sistem manajemen mutu.
Tanpa disadari makanan tradisional sebenarnya banyak yang berkhasiat bagi kesehatan karena mempunyai sifat fisiologis. Oleh sebab itu banyak ragam makanan tradisional yang dikategorikan sebagai makanan fungsional. Salah satu contoh jenis makanan tradisional yang tidak henti-hentinya dibahas khasiatnya bagi kesehatan adalah tempe. Yakni suatu produk fermentasi dari kedelai oleh kapang Rhyzopus oligosporus. Harkat dan manfaat tempe masih banyak yang terpendam. Banyak pihak belum menyadari bahwa tempe sebenarnya tidak mengandung gula dan pati, sehingga baik bagi penderita diabetes. Penelitian yang dilakukan oleh Medical Research Centre di Milan Italia menyatakan bahwa tempe dapat menurunkan kadar kolesterol darah pada tingkat yang normal. Hal ini berarti mencegah terjadinya aterosklerosis yakni perubahan patologis pada pembuluh darah yang disebabkan oleh tingginya kadar kolesterol dalam darah, sekaligus mengurangi risiko terjadinya penyakit jantung. Selain itu nenek moyang kita menggunakan tempe sebagai obat diare. Ini diperkuat oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa tempe mengandung senyawa antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa kuman penyakit, khususnya bakteri gram positif seperti stayphylococcus aureus.
Selain itu jenis peptida yang terdapat pada makanan dari proses fermentasi diketahui merupakan senyawa bioaktif yang mempunyai fungsi penting bagi kesehatan, terutama untuk meningkatkan penyerapan kalsium dan besi, sebagai senyawa antitrombotik yang bisa menghambat sel tumor. Penelitian yang dilakukan di Korea Selatan juga menunjukkan bahwa produk-produk fermentasi seperti kecap dan tauco mengandung beberapa jenis peptida yang berfungsi sebagai antihipertensi dan antitrombotik serta bersifat hipokolesterolemik. Menu masakan daerah yang mengutamakan sayuran dan kacang-kacangan adalah contoh makanan tradisional lainya yang berkhasiat bagi kesehatan. Berbagai sayuran endemik yang sering disajikan pada makanan tradisional seperti daun kemangi, kangkung, paria, daun singkong, labu siam, leunca, tauge, bayam, daun katuk, terong, kacang panjang, daun kedondong, kecipir dan daun selasih sudah dianalisis mengandung gizi mikro yang bagus dan serat tinggi.
Mestinya pemerintah daerah membuat program progresif yang memberikan insentif langsung kepada produsen makanan tradisional sehingga memiliki tatakelola yang baik. Masih banyak yang harus dibenahi terkait usaha pangan tradisional, seperti sistem yang efektif untuk mencegah gangguan keamanan pangan tradisional. Juga tingkat cemaran potensi bahaya biologis dan kimiawi pada berbagai bahan pangan, serta rencana aksi untuk mengatasi masalah detention dan holding terhadap produk pangan tradisional. Pemerintah daerah harus segera memfokuskan pada insentif dan faktor keamanan makanan tradisional. Supaya diwaktu mendatang musibah keracunan makanan dan minuman tradisional bisa dieleminasi. Untuk itu pentingnya memperbaiki lembaga dan infrastruktur keamanan pangan hingga ke daerah. Kiprah dan eksistensi Indonesian Institute of Food Safety sebagai organisasi yang kredibel dibidang keamanan pangan harus segera ditingkatkan. Sebaiknya aktivitas lembaga diatas difokuskan kepada penyuluhan mutu dan keamanan pangan untuk industri makanan tradisional. Sehingga berbagai bahaya yang selama ini mengintai seperti bahaya mikrobiologis pada pangan, detoksifikasi aflatoksin pada proses pengolahan makanan, residu pestisida, dan cemaran logam berat yang terkandung pada bahan pangan bisa diatasi dengan baik. Pemerintah belum optimal membantu produsen pangan tradisional yang notabene adalah UMKM untuk meningkatkan faktor hegienis, kandungan gizi dan pengemasan. Hingga kini informasi tentang komposisi gizi dan khasiat makanan tradisional belum banyak diekspos secara sistematis. Padahal, tidak jarang para wisatawan asing dan domestik yang ingin mengetahui ikwal pembuatan makanan tradisional.