Menuntaskan TJS Memacu Nilai Tambah
Oleh HARJOKO SANGGANAGARA
Oleh HARJOKO SANGGANAGARA
"Kawasan pantai selatan Provinsi Jawa Barat yang menyimpan mega potensial
membutuhkan proses nilai tambah dalam waktu yang cepat. Potensi sumber daya dan
pesona alam yang eksotik harus segera dieksplorasi berbarengan dengan proses
konservasi lingkungan dan ketahanan sosial untuk mengantisipasi bencana."
Elemen mega potensial di kawasan pantai selatan Jabar yang meliputi pertambangan, perikanan, agroindustri, pariwisata, dan konservasi lingkungan jangan dibiarkan terbujur kaku. Proses nilai tambah harus segera dipacu dengan terlebih dahulu menuntaskan pembangunan Trans Jabar Selatan (TJS). Visi dan Misi Provinsi Jawa Barat bisa layu sebelum berkembang jika TJS tidak segera dituntaskan. Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa penuntasan TJS lalu menumbuhkan sinergi ekonomi dan meneguhkan konservasi alam di kawasan pantai selatan merupakan kehendak kuat rakyat Jabar. Untuk itu, harus segera diimplementasikan dengan segenap daya. Jika, visi kolonial Belanda saja, diwaktu yang lampau mampu menghasilkan infrastruktur transportasi, perkebunan, dan bangunan vital, kenapa sekarang ini sepertinya kurang darah dan buntu inovasi dalam mendobrak keterbelakangan kawasan selatan Jabar. Untuk itulah pentingnya pemimpin daerah yang progresif dan visioner dalam merancang masa depan kawasan selatan Jabar. Sudah banyak kajian dan wacana yang menyatakan berbagai potensi terpendam disepanjang poros pantai selatan. Namun, akselerasi dan konkritisasi program nyata masih jauh dari harapan. Nyatanya, kawasan Provinsi Jawa Barat bagian selatan masih saja terisolasi dan miskin infrastruktur pembangunan.
Eksotisme Minus Branding
Pesona alam pantai selatan Jabar yang sangat eksotik ternyata belum dikemas secara ideal dalam konteks industri pariwisata kontemporer. Bahkan, tahapan branding juga belum dilakukan guna mencitrakan luar biasanya gatra wisata yang membentang dari Pelabuhan Ratu hingga Pangandaran. Untuk itulah pentingnya menyusun portofolio paket wisata dalam satu kesatuan Tagline (slogan) lalu dipasarkan secara progresif di pasar domestik maupun manca negara. Hal itu dimaksudkan agar tagline yang hendak menjadi branding pariwisata pantai selatan Jabar itu bersumber dari potensi tradisional dengan sentuhan paket wisata modern. Eksotisme pantai selatan Jabar sebenarnya sudah mendapatkan promosi secara paripurna ketika Presiden RI yang pertama Bung Karno mencetuskan proyek pembangunan Samudra Beach Hotel. Selain itu Bung Karno juga mendirikan tempat untuk tetirah Kepresidenan yakni berupa Pesanggrahan Pelabuhan Ratu. Arsitektur Pesanggrahan dirancang oleh F.Silaban dan RM. Soedarsono. Bangunan tersebut terletak di tengah garis cakrawala yang sangat fantastis karena berada di pusat lengkungan Teluk Pelabuhan Ratu. Memiliki varian pantai yang curam dan landai dengan “sayap” kiri perbukitan Cibareno dan “sayap” kanan perbukitan Jampang Kulon. Pesanggrahan yang sangat eksotik dan sarat nilai mistifikasi itu merupakan salah satu ikon pariwisata yang turut menjadi magnet bagi investor dari luar. Untuk lebih menggairahkan potensi pariwisata di sepanjang pantai selatan Jabar diperlukan task force untuk melakukan sinergi dan koneksitas antara obyek wisata yang berada di sekitar Bandung ke arah pantai Rancabuaya Cidaun dengan melewati Obyek wisata disekitar Ciwidey. Untuk itu pentingnya berbagai promosi advanture, seperti bike advanture dan lain-lainya yang melintasi hamparan perkebunan teh Rancabali yang selalu berselimutkan kabut putih.
Kendala Pembiayaan
Proyek TJS telah melewati beberapa kali periode pemerintahan. Namun, masih belum tuntas juga. Padahal, proyek tersebut sudah dicanangkan akan menjadi salah satu ikon visi dan misi Jabar tahun 2010. Kurang berdayanya Provinsi Jabar selama ini disebabkan oleh adanya keterbatasan anggaran. Namun, alasan tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan mencari terobosan skema pembiayaan yang lain. Selain itu di lapangan juga terkendala kondisi geografis. Yang mana merupakan zona perbukitan yang mekanika tanahnya labil. Beberapa zona juga terdapat kawasan rawan pergerakan tanah, sehingga acapkali terjadi bencana tanah longsor. Kendala yang terberat adalah kontur sungai Cilaki yang bentangannya sangat lebar. Namun, alasan kendala alam diatas dengan kemajuan civil engineering sekarang ini relatif mudah diatasi. Macetnya pembangunan TJS menjadi preseden buruk sekaligus menjadi potret buram otonomi daerah. Macetnya penyelesaian proyek TJS yang panjangnya sekitar 418 Km juga akan menjadi catatan sejarah kelam. Karena, jika kita mau menengok lembaran sejarah dimasa silam akan kita temukan kehebatan Gubernur Jenderal kolonial Belanda yang bernama Daendels. Karena dia bisa menyelesaikan pembangunan Grote Postweg atau jalan raya pos sepanjang lebih kurang 1.000 Km dalam waktu singkat. Yakni kurang dari tiga tahun ( th 1809 -1811 ). Dengan mutu yang bagus karena konstruksinya setara dengan kondisi jalan poros Amsterdam - Paris pada masa itu. Berbagai kesulitan, baik itu secara teknis maupun secara finansial semakin membelit proyek TJS yang membentang mulai dari perbatasan Banten hingga batas Jawa Tengah. Pembangunan ruas jalan yang akan menghubungkan wilayah lima Kabupaten tersebut yakni Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis itu pernah dipacu pembangunannya oleh pemerintah pusat pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Waktu itu dicanangkan percepatan Poyek TJS sehingga targetnya akan tuntas pada akhir tahun 2006.
Pentingnya aksi pemerintah daerah untuk segera melakukan koordinasi lintas departemen, serta pentingnya membuat over-view atau inventarisasi persoalan secara mendetail guna menuntaskan pembangunan TJS. Apalagi dalam lingkup pembangunan nasional poyek TJS merupakan bagian integral pembangunan jalur pulau Jawa bagian selatan. Sehingga proyek tersebut akan terpadu dengan pembangunan di tiga provinsi lainnya, yakni Provinsi Banten, Jawa tengah dan Jawa timur. Sebagai catatan, jalur selatan di Provinsi Jateng dan Jatim jauh lebih cepat terbangun dan sudah menjadi prasarana yang sangat signifikan untuk pertumbuhan ekonomi di sana. Hingga akhir tahun 2006, ruas TJS belum tembus karena masih ada 14 buah jembatan di dalamnya yang harus dibangun atau diperbaiki. Pada tahun 2003 dengan dana sekitar Rp 16,6 Miliar, sudah dilakukan pekerjaan pembuatan jalan sepanjang 23,5 km. Termasuk pembuatan abutment 4 buah jembatan pada ruas Cidaun-Rancabuaya-Cijayana. Untuk mewujudkan percepatan TJS hingga tahun 2006 sebenarnya dibutuhkan dana sekitar Rp 212 Miliar. Dana itu berasal dari APBN dan APBD dari masing-masing daerah yang dilalui ruas jalan tersebut. Namun, pada kenyataannya kebutuhan dana tersebut tersendat-sendat. Diperparah lagi dengan sulitnya pemerintah daerah untuk berkontribusi dalam hal pendanaan. Akibatnya, ruas-ruas jalan dan jembatan yang telah terbangun kondisinya menjadi rusak kembali. Apalagi dengan pengawasan yang kurang ketat, maka mutu konstruksi ruas jalan dan jembatan terlihat kurang memenuhi standar.
*)Budayawan, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat
**) Artikel diatas pernah dimuat di Harian KOMPAS