Urgensi KEK Pariwisata Jabar Selatan
( Tribun Jabar 26 Februari 2015)
Oleh : Harjoko Sangganagara *)
Presiden Joko Widodo meresmikan operasional Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) Tanjung Lesung, Banten. Eksistensi Tanjung Lesung merupakan
KEK sektor pariwisata terpadu. Pembangunannya searah pengembangan
industri pariwisata nasional yang kini terfokus kepada wisata maritim.
Mestinya
Provinsi Jawa Barat jangan kalah dengan provinsi lainnya. Karena
memiliki potensi yang luar biasa. Urgensi KEK pariwisata di Jabar
Selatan yang menekankan pengembangan destinasi laut, ekowisata pantai
dan pulau kecil.
Pemprov Jabar perlu membuat paket
wisata kemaritiman terpadu. Perlu destinasi terintegrasi dimana setiap
pulau kecil yang tergabung dalam gugusan di perairan Jabar Selatan
menawarkan satu minat khusus yang masuk dalam paket wisata maritim.
Paket tesebut membutuhkan kapal pesiar yang beroperasi keliling perairan
dan ditunjang dengan perahu tradisional atau perahu kecil yang telah
dimodernisasi sehingga bisa membawa wisatawan yang turun dari kapal
pesiar.
Beberapa obyek wisata maritim dan ekowisata di
Jabar Selatan belum tertangani potensinya. Padahal memiliki variabel
daya saing yang sangat unik dan perpaduan alam yang luar biasa yakni
antara gunung, hutan dan lautan yang amat menakjubkan.
Sungguh minim promosi untuk mendongkrak potensi di kawasan selatan
Jabar dari pesisir Cimanuk hingga pesisir Cipatujah di Tasikmalaya
Selatan. Minimnya promosi juga terjadi untuk ekowisata Ranca Upas dan
kawasan perkebunan teh warisan kolonial Belanda yang sangat eksotik. Tak
jemu-jemunya dari ketinggian itu mata telanjang bisa melihat horizon
garis pantai Samudera Hindia dengan deburan ombaknya. Kontur alam pantai
selatan Jawa Barat yang berbukit-bukit dan secara ekstrem menurun tajam
ke bibir pantai merupakan lanskap alam yang sangat indah bak nirwana.
Sudah
waktunya obyek di sepanjang pantai selatan mulai dari daerah Sukabumi,
Cianjur, Garut, Tasikmalaya, sampai Ciamis dikelola secara
sungguh-sungguh. Agar jutaan pasang mata wisatawan bisa menikmati
panorama nirwana dan merasakan kedahsyatan tantangannya dan keunikan
budaya dan ekosistemnya.
Sungguh ironis, pemerintah
kolonialisme Belanda dahulu mampu mengembangkan potensi kawasan selatan
Jawa Barat. Salah satu petanda infrastruktur yang merupakan bukti
kejelian kolonial Belanda tersebut adalah pelabuhan di Cilaut Eureun.
Pada saat itu Belanda sudah memproyeksikan potensi perikanan, pertanian,
ekowisata dan budaya di wilayah Garut Selatan. Ironisnya, justru pada
saat ini potensi pantai Bungbulang, Sayang Heulang, dan Pantai Cilaut
Eureun masih terabaikan.
Provinsi Jawa Barat sudah waktunya
membangun KEK berupa infrastruktur pelabuhan di sekitar Teluk Cilaut
Eureun. Sehingga bisa dibuat pelabuhan dengan kapasitas
sekurang-kurangnya 150.000 DWT. Dengan terbangunnya infrastruktur itu
maka kapal-kapal pesiar mewah yang lalu-lalang di Samudera Hindia menuju
Pulau Christmas Australia bisa berlabuh di Pelabuhan Cilaut Eureun
untuk menurunkan para wisatawan dunia.
Potensi wisata
maritim membentang di wilayah Jawa Barat bagian selatan hingga kini
masih tertidur lelap. Pemerintah daerah perlu melakukan perubahan skala
prioritas kebijakan sehingga peran sebagai fasilitator dapat
dioptimalkan. Wilayah Provinsi Jawa Barat bagian selatan memiliki
potensi kelautan dan ekowisata yang luar biasa. Sayangnya potensi itu
terus terdegradasi. Kurangnya niat dan langkah strategis dalam
mengembangkan potensi diatas. Penting untuk kita renungkan bahwa secara
filosofis potensi wisata Jabar Selatan adalah lukisan Tuhan yang
eksistensinya mesti dijaga dan dikembangkan sekuat tenaga. Namun, fakta
menunjukkan bahwa lukisan itu mudah rusak dan musnah oleh tangan keji
manusia.
Sangat memprihatinkan kondisi obyek
ekowisata yang sekaligus cagar alam dan cagar budaya hutan Sancang di
Garut Selatan sekarang ini yang dalam kondisi rusak parah. Dahulu,
ribuan Banteng Sancang terlihat begitu riang dan bebas berkeliaran di
hutan itu. Sekarang satwa itu benar-benar musnah. Ekosistem hutan yang
dahulu begitu perawan kini menjadi gersang meradang. Hutan Sancang
sebenarnya sarat dengan nilai spiritual dan daya magis. Apalagi tempat
itu dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat ngahiyang atau sirnanya
Prabu Siliwangi. Namun, sekarang ini menjadi kawasan kritis yang
sewaktu-waktu bisa mendatangkan bencana ekologis.
Betapa pongahnya kita semua sehingga Jawa Barat kehilangan begitu saja
harta karun yang luar biasa nilainya. Sementara, bangsa lain sekarang
ini begitu getolnya menciptakan hutan buatan lengkap dengan aneka satwa
di dalamnya dengan tujuan untuk mengeruk devisa dari kantong wisatawan.
Seperti halnya langkah Singapura yang telah merancang ekowisata buatan
untuk paket wisata Safari Night yang beroperasi pada malam hari. Dalam
paket itu para wisatawan dibawa masuk hutan belantara di waktu malam
sehingga bisa menyaksikan tajamnya kilau mata Harimau dan hiruk pikuk
satwa lainnya di kegelapan malam. Setiap harinya ribuan wisatawan dari
mancanegara rela antri untuk menjelajah dan menikmati atraksi satwa.
Bahkan, bisa juga melakukan perjalanan di antara kerimbunan pohon bakau
dan berbaur dengan kelelawar di sepanjang Leopard Trail.
Perlu insentif untuk mengembangkan wisata maritim di Jabar Selatan.
Utamanya untuk pengadaan kapal pesiar domestik. Apalagi baru-baru ini
pemerintah telah menyiapkan sederet insentif untuk industri perkapalan
atau galangan kapal. Insentif diharapkan bisa mendorong pembuatan kapal
pesiar domestik.
Kebutuhan untuk kapal yang merupakan
infrastruktur wisata maritim sebaiknya tarifnya dinolkan. Juga diikuti
dengan kebijakan non fiskal antara lain berupa pengembangan SDM
perkapalan. Upaya itu dilakukan dengan pengembangan pusat desain kapal
nasional guna membantu industri galangan kapal terkait kapal pesiar.
Apalagi kebutuhan kapal pesiar domestik tipenya sangat spesifik dan
harus bernuansa destinasi wisata Nusantara
Dalam paket
wisata maritim, selain kapal pesiar domestik juga harus mampu melayani
kapal wisata global berukuran besar yang dapat berlabuh atau membuang
sauh di pelabuhan terdekat. Selanjutnya para wisatawan dialihkan
menggunakan speedboat atau perahu tradisional menuju pulau-pulau kecil
yang memiliki obyek khusus dengan tema yang berlainan. Seperti diving,
rafting, maupun obyek ekowisata