Daily Investor 19 Oktober 2013
Selain untuk membangun karakter bangsa, kini olahraga sudah menjadi
entitas industri dengan nilai tambah sangat signifikan. Langkah pengusaha
nasional Erick Thohir yang telah mengakuisisi 70 % saham Inter Milan, klub
papan atas Seri A Italia sangat mencengangkan publik. Kini Erick telah resmi
memiliki mayoritas kepemilikan Nerazzurri dengan menggelontorkan dana sekitar
Rp 5,2 triliun. Langkah Erick semakin meneguhkan pentingnya mengembangkan
industri olahraga nasional. Tren global menunjukkan bahwa industri olahraga
semakin berpotensi untuk menambah devisa negara. Sayangnya, pengembangan
industri olahraga nasional kini sedang stagnan. Belum ada terobosan kebijakan
dan inisiatif model bisnis luar biasa terkait dengan industri olahraga di
negeri ini. Sudah ada landasan yuridis terkait dengan pengembangan industri
olahraga, yakni Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional (SKN). Namun, undang-undang tersebut kurang diimplementasikan secara
baik dan masih miskin inisiatif dan sepi inovasi. Meskipun akhir-akhir ini ada
beberapa klub sepak bola dunia yang tersohor datang ke Indonesia, namun hal itu
hanya sekedar angin lalu dan kurang berdampak signifikan bagi industri olahraga
nasional.
Dalam UU SKN dijelaskan bahwa industri olahraga adalah kegiatan
bisnis bidang olahraga dalam bentuk produk barang dan atau jasa. Industri
olahraga dapat berbentuk prasarana dan sarana yang diproduksi,
diperjualbelikan, dan atau disewakan untuk masyarakat. Industri olahraga juga
dapat berbentuk jasa penjualan kegiatan cabang olahraga sebagai produk utama
yang dikemas secara profesional yang meliputi; kejuaraan nasional dan
internasional, pekan olahraga daerah, wilayah, nasional, dan internasional,
promosi, eksibisi, dan festival olahraga; atau keagenan, layanan informasi, dan
konsultasi keolahragaan. Tak bisa dimungkiri lagi bahwa industri olahraga
selain bisa memberikan nilai tambah berarti juga telah memperluas lapangan
kerja dan menambah ragam profesi. Sehingga portofolio ketenagakerjaan di suatu
negara spektrumnya semakin luas. Sebagai gambaran di Korea Selatan, profesi
yang terkait olahraga semakin menjanjikan. Bahkan Institut Sport Science Korea
sangat serius dan fokus untuk mengembangkan job description terkait dengan
industri keolahragaan seperti event manager, equipment manajer, record data
based manager, ticket manager, sport law expert, sport publisher, sport
insurance expert, sport nutritions, sport researcher, sponsorship and
advertising expert, sport licensing expert, sport goods distributor, dan lain-lain.
Tiongkok juga merupakan negara yang sangat progresif dalam mengembangkan
industri olahraga. Industri olahraga di Tiongkok mulai dikembangkan secara
sistemik sejak 1978. Dan terus digenjot setelah negara itu menjadi tuan rumah
Olimpiade 2002. Tiongkok membagi industri olahraganya kedalam dua sektor, yakni
sport service industry (layanan industri olahraga) dan sport good industry
(peralatan industri olahraga). Sejak 2005 industri olahraga di Tiongkok setiap
tahunnya menghasilkan devisa rata-rata 30 milyar dolar. Bandingkan dengan
perputaran ekonomi dari sektor industri olahraga di Amerika Serikat yang
mencapai 154 milyar dolar setiap tahunnya. Keberhasilan Tiongkok dalam
melakukan ekspor peralatan olahraga ke Amerika dan Eropa juga patut dicontoh. Nilai
ekspor tersebut tumbuh hinggga dua digit selama lima tahun terakhir. Selain itu
industri peralatan olahraga Tiongkok mampu melakukan strategi diferensiasi
untuk bersaing dengan industri yang sudah memiliki nama besar. Jenis peralatan
olahraga yang diekspor dari Tiongkok antara lain peralatan golf, raket, sepatu
roda dan skateboard, bola, olahraga musim dingin, perlengkapan olah raga air,
perahu karet dan lain-lainnya. Struktur industri peralatan olahraga Tiongkok
sekitar 70 % dipasok dari provinsi Guangdong, Zhejiang dan Jiangsu. Pemerintah
Tiongkok berupaya keras agar desain dan produk peralatan olahraga seperti
raket, bola, dan perlengkapan lain sesuai dengan standar Olimpiade. Entitas
industri di negeri itu terus didorong untuk memproduksi peralatan olahraga
dengan mempergunakan hasil riset tentang ilmu bahan atau material khusus.
Meskipun prestasi olahraga belum menggembirakan, namun Indonesia harus segera
membenahi industri olahraga nasional karena industri peralatan olahraga dalam
negeri utamanya yang tergolong UMKM mulai terpuruk menghadapi serbuan produk
murah dari Tiongkok. Untuk memperkuat struktur industri peralatan olahraga
domestik dibutuhkan berbagai inovasi teknologi. Struktur industri kecil dan
menengah yang selama ini memproduksi peralatan olahraga harus segera dibenahi
dengan memberi insentif atau bantuan permodalan, penerapan teknologi dan
inisiatif model bisnis yang lebih efektif. Perkembangan industri peralatan
olahraga sangat pesat. Searah dengan perubahan dalam ilmu olahraga yang berlangsung
secara cepat pula. Selain itu teknologi terus menyempurnakan tingkat kepuasan
penonton didalam stadion. Bahkan, stadion Olimpiade di beberapa negara maju
telah di rancang dengan teknologi yang memungkinkan penonton melakukan wisata
virtual tiga dimensi di dalam stadion secara real time. Dengan menggunakan
teknologi Virtools. Produk industri manufaktur penting lainnya terkait dengan
industri olahraga adalah rumput buatan untuk stadion olahraga. Produk rumput
buatan sangat membantu penyelenggaraan event olahraga. Teknologi rumput buatan
dirancang memiliki sifat-sifat fisik seperti aslinya. Bahkan biaya perawatan
bisa lebih murah daripada rumput alam. Dan sangat tepat untuk menghadapi jadwal
kompetisi olahraga yang sangat padat. Riset tentang rumput buatan terus
dilakukan hingga tercapainya standar Olimpiade yang mengharuskan adanya
sifat-sifat seperti rumput asli. Produsen rumbut buatan juga harus bisa
menunjukkan standardisasi dan berbagai persyaratan uji. Seperti pengujian
geser, redaman, energi restitusi, dan sebagainya dengan menggunakan alat khusus
untuk mengukur karakteristik di lapangan.
Kini pemerintah pusat dan daerah di
negeri ini sedang berlomba-lomba membangun infrastruktur olahraga yang megah.
Sayangnya, pembangunan sarana itu mengandung masalah dan modus korupsi. Juga
kurang terkait dengan infrastruktur publik yang lain. Aspek lain yang
menyedihkan adalah setelah infrastruktur olahraga selesai dibangun, timbul
persoalan utilitas dan biaya operasional yang cukup besar dan tidak sebanding
dengan pemasukan. Infrastruktur olahraga yang megah akhirnya menjadi beban
rutin pemerintah daerah. Sudah begitu, prosedur penganggarannya juga sarat
penyelewengan. Perlu diwujudkan beberapa alternatif pembiayaan infrastruktur
olahraga yang lebih efektif dan menguntungkan di negeri ini. Serta lebih
terintegrasi dengan entitas industri peralatan olahraga. Alternatif diatas bisa
dalam bentuk kerjasama dengan pihak swasta dengan skema joint ventures maupun
build operate and transfer (BOT). Kelemahan pembiayaan proyek infrastuktur
olahraga di negeri ini adalah minimnya sumber pembiayaan awal yang berasal dari
pihak swasta. Melihat pembangunan infrastruktur olahraga yang kini menjadi
ajang korupsi, alangkah baiknya kita menengok sejarah dimana pada 1962 bangsa
Indonesia mampu menjadi tuan rumah yang baik dalam pesta olahraga terbesar di
benua Asia, yakni Asian Games. Selain sukses sebagai tuan rumah dan sukses
membangun infrastruktur olahraga, juga sukses dalam hal prestasi. Saat itu
Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-dua setelah Jepang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar