Perombakan pejabat Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan oleh
Gubernur Joko Widodo ( Jokowi ) disambut positif oleh publik. Meskipun ada
resistensi dari sementara pihak, perombakan itu sebaiknya terus dilakukan demi
terwujudnya totalitas kerja birokrasi ibukota.
Gaya kepemimpinan Jokowi yang merakyat dan menekankan
aspek gerak cepat membutuhkan postur birokrasi yang andal dan suka melayani.
Sayangnya, postur birokrasi saat ini tampak kedodoran menghadapi gaya
kepemimpinan diatas. Pentingnya diberlakukan reward dan punishment bagi
birokrasi secara tegas dan ketat. Birokrasi yang notabene adalah Pegawai Negeri
Sipil ( PNS ) itu juga harus dihadapkan sangsi yang keras dan tanpa pandang
bulu jika kinerjanya buruk. Dengan demikian tindakan mutasi hingga sanksi
pemecatan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) sangat dimungkinkan bagi
birokrasi. Betapa konyolnya jika negara terus menggaji tinggi kepada birokrasi
yang pemalas dan kerja seenaknya.
Ada baiknya
semua pihak mencermati penelitian yang dilakukan oleh Political and Economic
Risk Consultancy (PERC) yang menempatkan kualitas birokrasi Indonesia
rangking ke dua terburuk di Asia setelah India. Betapa menyedihkan, kualitas
birokrasi di negeri ini kalah dengan negara Asia Tenggara lainnya seperti
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Para birokrat
sebaiknya menyadari bahwa gaya kepemimpinan Jokowi pada hakekatnya adalah New
Deal ( tawaran baru ) yang lebih konkrit, realistis dan egaliter kepada rakyat.
New Deal bukanlah slogan politik picisan. Tetapi merupakan langkah terobosan
yang cerdas dan progresif guna mengatasi krisis dan secara terus menerus
dikomunikasikan dengan seluruh elemen rakyat.
Meskipun
dengan skala yang berbeda, namun boleh dikata New Deal Jokowi mirip dengan apa
yang pernah dilakukan oleh Presiden Franklin Delano Roosevelt saat mengatasi
The Great Depression yang melanda bangsa Amerika Serikat. Dengan New Deal itu
Roosevelt bisa mengatasi ledakan pengangguran dengan berbagai program
pembangunan infrastruktur baru. Salah satu program terbesar dalam New Deal
adalah Tennessee Valley Authority, yakni program untuk merehabilitasi kawasan
kumuh dan kantong-kantong kemiskinan. Untuk menjalankan New Deal Roosevelt
selalu berkomunikasi secara intens dan terus menerus dengan rakyatnya melalui
forum interaktif yang disebut fireside chat atau obrolan santai di
samping perapian. Forum semacam itu untuk menjelaskan apa saja yang akan
dilakukan pemerintahannya tanpa ada dusta. Dengan forum itu dia bisa memompa semangat
dan berbicara dari hati ke hati dengan rakyatnya.
Untuk
mewujudkan postur birokrasi yang efektif, mau tidak mau harus dibuat sistem
pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap birokrat. Apalagi ada masalah besar
yang saat ini menjadi bom waktu terkait dengan anggaran belanja negara yang
sebagian besar ludes untuk membayar gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD).
Kondisi diatas mestinya segera ditindaklanjuti dengan restrukturisasi
organisasi PNS dengan jalan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sayangnya, reformasi
birokrasi yang dilakukan pemerintah pusat selama ini tidak fokus pada kinerja
dan efektivitas.
Menurut pakar daya saing pemerintahan Mechael Porter
pentingnya competitive advantage bagi kinerja perekonomian suatu
daerah. Negara maju seperti Amerika Serikat saja telah lama
memberikan perhatian terhadap pentingnya kinerja detail dari birokrasi Pemda.
Itulah sebabnya pemerintah Amerika telah menerapkan National Performance
Review, yakni kebijakan yang memfokuskan pada penilaian dan evaluasi sampai
seberapa jauh capaian kinerja birokrasi pemerintah daerah utamanya masalah
manajemen resources.
Anggapan sementara orang yang menyatakan bahwa birokrasi kebal PHK sudah
saatnya dibalik. Birokrat yang hanya menerima gaji buta dan kerja seenaknya
harus segera dinonaktifkan alias di PHK. Selain itu dengan pesatnya konvergensi
TIK, maka satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) juga harus dibuat seramping
mungkin. Patut dicontoh mekanisme PHK bagi PNS yang pernah dilakukan oleh Kementerian
Keuangan yang telah memberhentikan ribuan PNS karena masalah
integritas dan kompetensi.
Saatnya
para kepala daerah menilai kinerja setiap birokratnya untuk setiap semester
dengan ukuran kompetensi yang adil dan obyektif. Dengan demikian bagi birokrat
yang ukuran kompetensinya tidak sesuai bisa langsung di PHK. Sungguh ironis
jika pada era perkembangan konvergensi teknologi sekarang ini kinerja birokrat
belum mampu melayani masyarakat secara cepat. Celakanya lagi, daya kreatifitas
dan inovasi birokrat semakin tumpul. Sehingga hampir semua indeks daya saing
negeri ini tetap bercokol di papan bawah.
Mekanisme dan sistem PHK bagi birokrat sebaiknya diintegrasikan dengan
ukuran beban kerja atau pembobotan pekerjaan. Pentingnya menetapkan ukuran
suatu pekerjaan bagi birokrat seperti halnya para karyawan swasta yang bekerja
keras dan ketat selama 8 jam kerja sehari. Mestinya aspek profesionalitas
birokrasi yang menyangkut remunerasi harus terukur secara obyektif dengan
standardisasi yang berlaku secara adil. Hingga saat ini bobot atau beban kerja
birokrat masih sangat ringan jika diukur dengan metode pembobotan pekerjaan.
Bahkan, dengan standar dan metoda domain of knowledge and skill yang berlaku
secara internasional, bobot kerjanya masih sangat rendah. Sudah begitu
birokrat sering menikmati libur cuti bersama terkait dengan banyaknya hari
besar yang ditetapkan di negeri ini.
Sikap
tegas Gubernur Jokowi terkait dengan tindakan mutasi pejabat menimbulkan
resistensi oleh pihak yang selama ini menikmati penghasilan ekstra yang
jumlahnya luar biasa. Tak bisa dimungkiri, selain penghasilan resmi seperti
yang tertuang dalam struk golongan gaji, birokrasi juga memiliki pundi-pundi
uang dalam jumlah yang besar. Pundi-pundi itu dalam bentuk honor ekstra, upah
pungut, komisi serta berbagai jenis pungutan liar yang tersembunyi
rapi. Honor ekstra dan upah pungut merupakan pundi uang
birokrasi yang paling berarti. Honor ekstra semacam itu sudah menggurita
bertahun-tahun hingga ke eselon paling bawah. Honor ekstra berasal dari
berbagai kegiatan yang dikarang-karang dan sering kali tidak berhubungan secara
langsung dengan peningkatan pelayanan kepada publik. Sedangkan kegiatan upah
pungut seperti upah pungut pajak daerah dan sejenisnya.
*) Dosen STIA Bagasasi
Bandung, Doktor Administrasi UPI Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar