Dimuat pada Daily Investor. Rabu. 17 Oktober 2012
Pada
saat ini perguruan tinggi boleh dikatakan sebagai produsen pengangguran
intelektual. Untuk mengatasinya dibutuhkan skema kredit mahasiswa. Biaya kuliah
seorang mahasiswa pada saat ini cukup memberatkan orang tua. Pentingnya skema kredit mahasiswa untuk
biaya kuliah seperti uang
masuk perguruan tinggi,
SPP tiap semester, dan
biaya hidup sehari-hari bagi mahasiswa. Nantinya, yang akan melunasi
kredit tersebut adalah si mahasiswa itu sendiri setelah bekerja. Kemudian untuk mencetak young
entrepreneurs alias pengusaha muda dibutuhkan juga skema kredit mahasiswa untuk
usaha.
Kredit mahasiswa
di negeri ini memiliki arti yang strategis, karena akan membentuk sejak dini
lapisan entrepreneur yang mampu berbisnis secara sehat. Alangkah baiknya kita
menengok kebijakan yang dijalankan oleh Bank Sentral Amerika Serikat yang mengalokasikan
dana hingga 300 miliar US dolar kepada pemegang surat berharga yang ditopang
dengan berbagai jenis pinjaman, termasuk kredit mahasiswa. Kebijakan bank
sentral tersebut telah membantu para mahasiswa, sehingga mereka bisa
menyelesaikan kuliah dengan baik lalu menjadi pengusaha yang tangguh.
Skema pembiayaan pendidikan dengan
cara komersial, termasuk peluang perguruan tinggi untuk menerbitkan surat
obligasi guna menutup biaya operasional, pengembangan infrastruktur, hingga
pemberian bea-siswa dan skema kredit mahasiswa telah menjadi agenda penting di
negara maju. Bahkan publik di Amerika Serikat menilai bahwa risiko obligasi
terbitan perguruan tinggi terbilang kecil. Sukses perguruan tinggi di Amerika
dalam meraup dana obligasi diperlihatkan oleh Princeton University, Cornell
University , University of Notre Dame, dan lain-lainnya. Princeton telah sukses
melepas obligasi senilai 1 miliar dollar US.
Di Indonesia sudah banyak usulan bahwa ijazah yang berhasil diraih mahasiswa
mestinya bisa menjadi jaminan untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Namun, hal tersebut mekanismenya masih belum berjalan secara baik. Kalaupun
ada, jumlahnya sangat sedikit dan waktu pelaksanaannya masih angin-anginan.
Pihak perbankan di negeri ini juga masih belum serius dalam mengucurkan pinjaman
untuk pembayaran uang kuliah per semester. Ada bank yang telah mengucurkan,
tapi sayang waktu pengucuran sangat mepet dan prosedurnya masih bertele-tele
serta belum sinkron dengan kalender akademis.
Setiap tahun pengangguran
intelektual di Indonesia meningkat 20 persen. Masalah itu diperparah lagi
dengan rendahnya soft skill atau keterampilan di luar kompetensi utama para
sarjana. Indonesia setiap
tahun mencetak sekitar 300
ribu sarjana dari 2.900
perguruan tinggi negeri dan swasta. Ironisnya, pemerintah belum memiliki
program yang tepat guna mengatasi
kondisi diatas. Padahal, pakar
ekonomi David Mike Dallen menyatakan
bahwa suatu negara akan menjadi makmur bila jumlah pengusaha sedikitnya dua persen dari jumlah
penduduknya. Dalam konteks tersebut lulusan perguruan tinggi sebetulnya
merupakan segmen yang sangat
ideal untuk diarahkan menjadi pengusaha. Sebagai gambaran, jumlah pengusaha di Singapura telah mencapai 7,2 persen. Sedangkan negara kita, menurut
hasil riset pada 2010 baru mencapai angka 0,19 persen. Dengan demikian untuk mencapai
negara yang makmur, perlu meningkatkan sepuluh kali lipat atau mencetak sekitar 5 juta pengusaha lagi.
Pemerintah semestinya bertindak cepat mengatasi pengangguran intelektual yang bisa
memperpuruk daya saing bangsa. Diperlukan
kerjasama antara perguruan tinggi, lembaga
keuangan dan pengusaha agar bekerja
sama untuk mengembangkan semacam young entrepreneurs society disetiap perguruan tinggi. Pada saat ini berlaku prinsip ekonomi yang
berbasis pengetahuan (knowledge economy) dan sebuah masyarakat berpengetahuan
(knowledge society). Dalam konteks diatas ekonomi pengetahuan bertumbuh karena
adanya kreativitas dan kemampuan mencipta yang memungkinkan pemecahan masalah
secara praktis. Apalagi tren teknologi informasi dan komunikasi diwarnai dengan optimasi penggunaan teknologi
cloud computing. Teknologi
tersebut secara optimal dapat
menumbuhkan digitalpreneur di daerah-daerah. Karena berbagai produk dan jasa yang dimiliki
oleh daerah bisa dipasarkan secara global dengan metoda yang murah dan efektif.
Selain itu manfaat pasti teknologi cloud computing bagi entitas industri di daerah adalah sebagai
Enterprise Application Integration (EAI) framework dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan integrasi
aplikasi pada industri proses.
Di Amerika Serikat
hampir seluruh perguruan tinggi mempunyai suatu program khusus dalam
mempelajari bidang kewirausahaan sehingga melahirkan pengusaha muda yang
tangguh. Pada prinsipnya program khusus itu mengidentifikasi dan mempersiapkan
potensi civitas akademika sebagai entrepreneurs. Juga mempersiapkan pembuatan business
plan untuk usaha baru
serta perilaku pengambilan
resiko (risk taking behavior). Menurut
data statistik 30 persen dari semua wirausahawan di Amerika Serikat berusia
sekitar 30 tahun atau dikategorikan sebagai kaum muda. Tak pelak lagi, peran
perguruan tinggi sangat siginifikan untuk mengarahkan mahasiswa menjadi
wirausahawan. Pendidikan wirausaha di Amerika digalakkan sekitar tahun enam
puluhan.
Pada era ekonomi kreatif sekarang ini langkah yang tepat untuk menstimulir lahirnya
pengusaha muda atara lain adalah dengan memperbanyak workshop usaha dan ruang
kreativitas disekitar kampus perguruan tinggi. Workshop dan ruang kreativitas
tersebut akan memperbaiki daya inovasi para mahasiswa. Yang pada gilirannya akan
melahirkan jenis-jenis usaha baru. Workshop memiliki nilai yang lebih strategis
jika terkait dengan produk lokal yang tengah ditingkatkan standarnya. Metode pendidikan wirausaha sangat
bervariasi dan tidak mudah dibakukan karena menyangkut aspek kreativitas.
Sehingga tidak ada satu metode yang cocok untuk semuanya. Namun demikian
pendidikan wirausaha di perguruan tinggi sebaiknya dilaksanakan secara
terintegrasi dengan bidang studi yang bersangkutan. Entrepreneurship sebagai
instrumen pendidikan sebaiknya mempertimbangkan dan direncanakan secara berbeda
tergantung pada tujuan dan kompetensi mahasiswa. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar