Jumlah kasus AIDS di Jabar termasuk terbanyak di Indonesia, mencapai 4.520 orang yang meliputi 2.682 pengidap AIDS dan 1.838 pengidap HIV positif. Pengidap HIV/AIDS di Kota Bandung terbanyak di Indonesia, yakni 1.763 orang, disusul kota Bekasi 589 kasus dan Kota Bogor 217 kasus. Sementara di kota-kota kecil kasus AIDS juga banyak ditemukan, di Kota Sukabumi 392 kasus, Subang 135 kasus dan Karawang 125 kasus. Selain tingginya kasus, indikator lain adalah banyaknya penduduk usia produktif yang mengidap HIV/AIDS, pengidap yang berumur 15-49 tahun mencapai 3.838 orang. Tidak seperti yang banyak diperkirakan, ternyata kasus ibu rumah tangga yang terinfeksi AIDS lebih tinggi ketimbang pekerja seks. Kasus ibu rumah tangga yang terinfeksi AIDS sebanyak 429 orang, jauh lebih besar dari penularan pada pekerja seks, yaitu 259 orang.
Masalah penanggulangan HIV/AIDS di Jawa Barat tersebut mengingatkan akan arti penting Kongres IX HIV/AIDS Asia Pasifik di Bali (ICAAP IX) yang bertema Empowering People, Strengthening Networks ( memberdayakan masyarakat dan memperkuat jaringan) beberapa waktu yang lalu. Kongres membahas empat agenda besar yaitu memahamai epidemi dan memperkuat upaya-upaya pencegahan; memperkuat kemitraan untuk penanganan, pengobatan dan dukungan; memahami dan membahas determinasi politik, ekonomi dan sosio-kultural; serta kepemimpinan dan perluasan respon.
Agenda pertama berfokus pada dinamika wabah AIDS di Asia Pasifik dan upaya pencegahan penularan HIV dengan perhatian khusus pada strategi pemberdayaan dan kemitraan. Strategi yang dijalankan antara lain adalah perubahan perilaku yang mencakup komunikasi melalui media, sirkumsisi (khitan), perilaku seks yang aman, penggunaan alat kontrasepsi, pendidikan life-skill, pemberdayaan dan pendidikan komunitas. Tidak lupa dibahas pula mengenai hambatan-hambatan terhadap perubahan sikap. Sedangkan yang yang berkaitan dengan komunikasi dan pesan, dibahas bagaimana komunikasi interpersonal yang efektif dan innovative serta Informasi Edukasi dan Komunikasi (IEK).
Agenda kedua berkaitan dengan peningkatan kualitas penanganan, perhatian dan dukungan melalui perluasan riset klinis, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, perbaikan system kesehatan, identifikasi yang tepat dan peningkatan kualitas pengobatan. Penemuan terbaru di bidang bio-molekuler dan klinis mendapat perhatian khusus dalam pembahasan. Beberapa isu yang dibahas adalah mengenai isu ethico-legal, akses terhadap pengobatan yang terjangkau , penanganan oleh tenaga bidan dan banyak lagi.
Agenda ketiga berfokus pada konteks HIV/AIDS dengan masalah sosio-kultural, politik dan ekonomi. Pembahasan berkaitan dengan manifestasi wabah pada seting khusus, dampak serta bagaimana determinasi struktural mempengaruhi respon terhadap HIV/AIDS. Isu-isu yang dibahas mulai dari globalisasi, liberalisasi pasar, migrasi, perubahan iklim, meningkatnya harga BBM hingga masalah kekurangan pangan yang dialami kelompok miskin serta keragaman ethnik yang kesemuanya mempengaruhi kerentanan terhadap infeksi HIV, morbiditas dan mortalitas termasuk juga mempengaruhi strategi pencegahan,penanganan dan perhatian. Beberapa hal yang mengemuka adalah berkenaan dengan kelas sosial, konflik dan kekerasan, budaya, bencana, etnisitas, agama dan keyakinan, gender, sistem politik, kemiskinan, struktur kekuasaan, pengaruh dan respon struktur lembaga-lembaga pemerintahan.
Agenda keempat mencoba mengangkat contoh-contoh (best practices) kebijakan dan program pada tingkat lokal, nasional, bilateral dan multilateral yang menunjukkan komitmen para pemimpin politik, serta mitranya pada private sector dan komunitas. Fokusnya adalah pada kebijakan dan program yang membawa peningkatan pada kualitas pelayanan penanganan dan perawatan terhadap seluruh komunitas dengan menghilangkan hambatan geografis dan budaya. Setiap investasi pada infrastruktur, mekanisme, dukungan legislatif dan langkah-langkah yang mendobrak isolasi menjadi pembahasan yang penting. Meskipun agenda ditujukan pada contoh-contoh kebijakan dan program lokal dan nasional, namun kolaborasi trans-nasional juga menjadi pembahasan.Diskusi membahas kepemimpinan bagi program HIVdan AIDS seperti pentingnya jejaring antar aktor yang berbeda, hubungan dan harmonisasi antara agen donor internasional dengan organisasi nasional dan mekanisme untuk memperkuat kapasitas organisasi lokal baik pemerintah maupun ornop.
Nampaknya belum banyak perkembangan yang berarti dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Barat. Meskipun demikian upaya pemerintah provinsi untuk menanggulangi HIV/AIDS bukannya tidak ada. Sektor kesehatan yang mendapat dana 4,5 % dari APBD yang mencapai Rp. 8,6 triliun dan hampir setengahnya diperuntukkan untuk penanggulangan HIV/AIDS. Global Fund juga memberikan bantuan sebesar Rp 17 miliar hingga Juli 2011 yang akan dibagikan ke Kota Bandung, Kota Bogor, Kota dan Kabupaten Bekasi, Kota dan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang. Namun upaya tersebut kurang bermakna jika tidak diertai dengan melakukan empowering people, strengthening networks ( memberdayakan masyarakat dan memperkuat jaringan).
Artikel untuk Tribun Jabar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar