Gazela dan Singa Dalam Perda RPJPD
Oleh : HARJOKO SANGGANAGARA *)
Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Barat tahun 2005-2025 telah disahkan dalam suasana kurang darah dan sepinya respon masyarakat. Kita semua bisa menilai apakah eksistensi Perda itu bersifat realistis, bombastis, atau merupakan dokumen “salah mimpi” karena terbatasnya kemampuan dalam merumuskan realitas dan meneropong masa depan.
Oleh : HARJOKO SANGGANAGARA *)
Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Barat tahun 2005-2025 telah disahkan dalam suasana kurang darah dan sepinya respon masyarakat. Kita semua bisa menilai apakah eksistensi Perda itu bersifat realistis, bombastis, atau merupakan dokumen “salah mimpi” karena terbatasnya kemampuan dalam merumuskan realitas dan meneropong masa depan.
Mestinya ada faktor Gazela dan Singa dalam menyusun Perda RPJPD Jabar. Karena fakta menunjukkan bahwa persaingan hidup semakin sengit dan dalam tempo yang sangat cepat. Kondisi persaingan di era globalisasi jilid tiga sekarang ini bisa dianalogikan seperti berlari bersama Gazela ( Kijang ) dan mencari makan berhadapan dengan Singa. Faktor Gazela dan Singa merupakan filosofi dari Dromokrasi yang berarti pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi terletak pada faktor kecepatan. Istilah Dromokrasi berasal dari akar kata dromo yang dalam bahasa Yunani berarti berpacu atau cepat dan kratos berarti pemerintahan. Pada era globalisasi, kecepatan menjadi ciri kemajuan sehingga membentuk progres tata pemerintahan dalam tempo tinggi.
Jika kita cermati Perda RPJPD isinya belum menekankan secara tegas akan pentingnya faktor kecepatan. Serta belum tampak milestones pembangunan secara sistematik. Hal itu disebabkan belum adanya dukungan Expert System sebagai alat yang canggih untuk menyusun rencana pembangunan, pembuatan keputusan dan pengendalian pembangunan. Sebagai catatan, Expert Systems biasanya dibuat atas kerangka kerja fakta dan jawaban terhadap situasi yang sudah dianalisasi secara valid dan terstandarisasi. Expert System itu dalam konteks rencana pembangunan wilayah atau infrastruktur biasanya berupa visualisasi rencana pengembangan. Visualisasi tersebut dalam dunia otomotif atau perancangan pesawat terbang biasa disebut dengan mock-up. Kemajuan perangkat aplikasi komputer seperti CATIA yang berkemampuan solid modeling sangat memungkinkan membuat digital mock-up yang sangat praktis. Dengan digital muck-up itu berbagai macam iterasi dan modifikasi desain bisa dilakukan perubahan dengan cepat. Contoh Expert System yang sangat bagus telah dimiliki oleh kota Beijing di Cina yang bernama Beijing Municipality Planning Exhibition. Dengan adanya Beijing Municipality siapapun bisa mengetahui secara detail seperti apa kondisi kota Beijing selama lima, sepuluh, hingga duapuluh lima tahun kedepan secara valid dan sangat meyakinkan. Dengan demikian pembangunan bisa terpacu dan relevan dengan tantangan jaman.
Sesuai dengan UU Nomor 25 tahun 2004, bahwa dalam Perda RPJPD juga tertuang rumusan visi untuk merancang masa depan pembangunan daerah. Visi pembangunan daerah Jabar yang telah dirumuskan adalah “Dengan Iman dan Taqwa Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia”. Warga Jabar dipersilahkan merenung apakah visi diatas bisa menjadi kompas pembangunan daerah. Atau hanya sekedar kata-kata mutiara yang indah. Mestinya visi diatas bisa menyemangati sekaligus mampu menjadi pekik komando dalam berpacu dengan Gazela dan berkompetisi dengan Singa dalam membentuk masa depan. Bagaimanapun juga, RPJPD merupakan dokumen perencanaan yang mengandung unsur kebijakan publik. Dan selanjutnya sebuah kebijakan publik tidak hanya menjadi barang pajangan tetapi harus diimplementasikan. Arti lebih lanjut dari hal diatas adalah bahwa RPJPD harus mempunyai keterkaitan nyata (tangible) dengan dokumen RPJMD. Setidaknya harus ada indikator dan korelasi positip terhadap sasaran lima tahunan. Kekuatan RPJPD sebagai satu dokumen perencanaan akan terwujud jika ada kejelasan mengenai faktor-faktor yang akan dikembangkan sebagai pendukung pencapaian visi dalam kurun 20 tahun kedepan yang terdistribusi bebannya secara baik dalam 5 tahunan.
Untuk menggambarkan realitas dan membentuk masa depan menurut Prof. Thurow dari Massachusets Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat terdapat dua kata kunci. Dimana keduanya memberikan gambaran langsung dari tantangan yang akan membentuk masa depan. Kedua kata kunci tersebut adalah : pertama, semakin berkurangnya arti dan peran sumber daya alam dan buruh sebagai modal dasar pembangunan. Dan yang kedua semakin meningkatnya peran dari kreatifitas dan daya inovasi manusia (human ingenuity) sebagai unsur pokok dalam menentukan keunggulan dan keberhasilan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Disisi yang lain isi RPJPD Jabar justru menempatkan sumberdaya alam dan melimpahnya buruh sebagai modal dasar pembangunan daerah. Posisi geografis Jabar yang berbatasan dengan Ibukota Negara menjadi penyangga serta lintasan utama arus regional penumpang dan barang antar pulau Sumatera-Jawa-Bali. Namun, faktor itu bisa kurang berarti jika pembangunan infrastruktur sangat lambat dan kurang memadai jumlahnya.
RPJPD juga memberikan perhatian terhadap pertumbuhan lapangan kerja dengan cara mendorong sektor pertanian multiaktivitas. Sayangnya, sektor pertanian multiaktivitas belum terdefinisi secara kokoh. Masih bersifat amorfik alias bentuknya masih berubah-ubah. Nampaknya janji Gubernur dan Wagub untuk menciptakan sejuta lapangan kerja per-tahun untuk warga Jabar sangat sulit diwujudkan. Akibatnya, Jabar masih terus menduduki urutan pertama dalam jumlah pengangguran. Mestinya RPJPD mampu mentransformasikan profesi atau jenis pekerjaan penduduk Jabar yang tidak memiliki prospek masa depan. Serta pentingnya Reinventing atau menemukan kembali masa depan industri budaya atau industri kreatif dengan langkah-langkah yang lebih progresif dan sistemik. Sebagai catatan, lapangan pekerjaan utama penduduk Jabar masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan, yaitu sebesar 27 persen untuk sektor pertanian dan 26 persen sektor perdagangan. Kemudian disusul sektor industri sebesar 18 persen, jasa 12 persen, sektor angkutan dan pergudangan 9 persen dan sisanya belum bisa didefinisikan secara layak karena jenis pekerjaan tersebut bersifat serabutan. Melihat postur pekerjaan utama penduduk Jabar yang dalam kondisi rapuh, ditambah semakin meningkatnya jumlah pengangguran intelektual lulusan perguruan tinggi. Diperlukan terobosan dalam penciptaan lapangan kerja baru terutama yang berbasis industri kreatif atau industri budaya. Pentingnya pembangunan infrastruktur untuk industri kreatif dan lebih banyak lagi dibangun Balai Latihan Kerja ( BLK ) yang mengajarkan beragam produk kreatif. Sehingga akan lahir pekerjaan jenis baru atau future of work di era globalisasi. Gambaran singkat dari kinerja ekonomi kreatif menurut World Bank pada 2006 adalah mencapai pertumbuhan 9 persen per-tahun. Dan 7,3 persen PDB dunia adalah kontribusi dari industri kreatif. Pekerja kreatif akan terus tumbuh rata-rata di atas 5 persen setiap tahun. Apakah RPJPD Jabar telah mengakomodasikan secara baik sektor industri kreatif ? Nyatanya, anggaran di sektor seni, budaya dan infrastuktur terkaitnya dalam APBD setiap tahunnya masih sangat kecil. Jangankan berpacu dengan Gazela, berlari mengejar Domba pun rasanya tidak sanggup.
Sesuai dengan UU Nomor 25 tahun 2004, bahwa dalam Perda RPJPD juga tertuang rumusan visi untuk merancang masa depan pembangunan daerah. Visi pembangunan daerah Jabar yang telah dirumuskan adalah “Dengan Iman dan Taqwa Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia”. Warga Jabar dipersilahkan merenung apakah visi diatas bisa menjadi kompas pembangunan daerah. Atau hanya sekedar kata-kata mutiara yang indah. Mestinya visi diatas bisa menyemangati sekaligus mampu menjadi pekik komando dalam berpacu dengan Gazela dan berkompetisi dengan Singa dalam membentuk masa depan. Bagaimanapun juga, RPJPD merupakan dokumen perencanaan yang mengandung unsur kebijakan publik. Dan selanjutnya sebuah kebijakan publik tidak hanya menjadi barang pajangan tetapi harus diimplementasikan. Arti lebih lanjut dari hal diatas adalah bahwa RPJPD harus mempunyai keterkaitan nyata (tangible) dengan dokumen RPJMD. Setidaknya harus ada indikator dan korelasi positip terhadap sasaran lima tahunan. Kekuatan RPJPD sebagai satu dokumen perencanaan akan terwujud jika ada kejelasan mengenai faktor-faktor yang akan dikembangkan sebagai pendukung pencapaian visi dalam kurun 20 tahun kedepan yang terdistribusi bebannya secara baik dalam 5 tahunan.
Untuk menggambarkan realitas dan membentuk masa depan menurut Prof. Thurow dari Massachusets Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat terdapat dua kata kunci. Dimana keduanya memberikan gambaran langsung dari tantangan yang akan membentuk masa depan. Kedua kata kunci tersebut adalah : pertama, semakin berkurangnya arti dan peran sumber daya alam dan buruh sebagai modal dasar pembangunan. Dan yang kedua semakin meningkatnya peran dari kreatifitas dan daya inovasi manusia (human ingenuity) sebagai unsur pokok dalam menentukan keunggulan dan keberhasilan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Disisi yang lain isi RPJPD Jabar justru menempatkan sumberdaya alam dan melimpahnya buruh sebagai modal dasar pembangunan daerah. Posisi geografis Jabar yang berbatasan dengan Ibukota Negara menjadi penyangga serta lintasan utama arus regional penumpang dan barang antar pulau Sumatera-Jawa-Bali. Namun, faktor itu bisa kurang berarti jika pembangunan infrastruktur sangat lambat dan kurang memadai jumlahnya.
RPJPD juga memberikan perhatian terhadap pertumbuhan lapangan kerja dengan cara mendorong sektor pertanian multiaktivitas. Sayangnya, sektor pertanian multiaktivitas belum terdefinisi secara kokoh. Masih bersifat amorfik alias bentuknya masih berubah-ubah. Nampaknya janji Gubernur dan Wagub untuk menciptakan sejuta lapangan kerja per-tahun untuk warga Jabar sangat sulit diwujudkan. Akibatnya, Jabar masih terus menduduki urutan pertama dalam jumlah pengangguran. Mestinya RPJPD mampu mentransformasikan profesi atau jenis pekerjaan penduduk Jabar yang tidak memiliki prospek masa depan. Serta pentingnya Reinventing atau menemukan kembali masa depan industri budaya atau industri kreatif dengan langkah-langkah yang lebih progresif dan sistemik. Sebagai catatan, lapangan pekerjaan utama penduduk Jabar masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan, yaitu sebesar 27 persen untuk sektor pertanian dan 26 persen sektor perdagangan. Kemudian disusul sektor industri sebesar 18 persen, jasa 12 persen, sektor angkutan dan pergudangan 9 persen dan sisanya belum bisa didefinisikan secara layak karena jenis pekerjaan tersebut bersifat serabutan. Melihat postur pekerjaan utama penduduk Jabar yang dalam kondisi rapuh, ditambah semakin meningkatnya jumlah pengangguran intelektual lulusan perguruan tinggi. Diperlukan terobosan dalam penciptaan lapangan kerja baru terutama yang berbasis industri kreatif atau industri budaya. Pentingnya pembangunan infrastruktur untuk industri kreatif dan lebih banyak lagi dibangun Balai Latihan Kerja ( BLK ) yang mengajarkan beragam produk kreatif. Sehingga akan lahir pekerjaan jenis baru atau future of work di era globalisasi. Gambaran singkat dari kinerja ekonomi kreatif menurut World Bank pada 2006 adalah mencapai pertumbuhan 9 persen per-tahun. Dan 7,3 persen PDB dunia adalah kontribusi dari industri kreatif. Pekerja kreatif akan terus tumbuh rata-rata di atas 5 persen setiap tahun. Apakah RPJPD Jabar telah mengakomodasikan secara baik sektor industri kreatif ? Nyatanya, anggaran di sektor seni, budaya dan infrastuktur terkaitnya dalam APBD setiap tahunnya masih sangat kecil. Jangankan berpacu dengan Gazela, berlari mengejar Domba pun rasanya tidak sanggup.
*) Artikel dimuat di harian KOMPAS, 15 September 2008
**) Budayawan, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar